Menuju konten utama

Usai Demo Papua, Koalisi Rilis Data Korban & Dugaan Pelanggaran HAM

Koalisi Sipil Papua menyoroti dugaan pelanggaran HAM dalam penangkapan tersangka dan kendala pengusutan pelaku kekerasan di Papua dan Papua Barat.

Usai Demo Papua, Koalisi Rilis Data Korban & Dugaan Pelanggaran HAM
Api membakar sebuah bangunan saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019). ANTARA FOTO/Indrayadi TH/wpa/wsj.

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil-Papua Untuk Semua (Ko Masi Papua) merilis hasil investigasi independen terkait jumlah korban pascaaksi anti-rasisme Agustus lalu. Ada 28 elemen lembaga sipil yang tergabung.

Menurut perwakilan koalisi, Sem Awom pada 29 Agustus, ada tiga warga sipil yang tertembak. Dua warga kena peluru nyasar saat aksi di Expo Waena. Pada hari yang sama, juga ada satu warga tertembak di Abepura usai mengikuti demo.

"Koalisi juga menemukan sweeping yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu pada 30 Agustus. Akibatnya, setidaknya 9 orang alami luka berat dan ringan, karena senjata tajam. Sedangkan 1 orang pemuda tewas,” kata Sem dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Selasa (17/9/2019).

Ia juga menyebut, pada 1 September ada penyerangan oleh sekelompok masyarakat terhadap penghuni Asrama Mahasiswa Nayak I Kamkey, Abepura.

"Akibatnya sebanyak 19 orang jadi korban. Rinciannya 17 orang mengalami luka akibat lemparan batu dan senjata tajam, seorang tewas tertembak dan seorang terluka akibat tembakan," ujarnya.

Koalisi, kata dia, juga menemukan setidaknya delapan warga dan 1 anggota TNI tewas dalam demonstrasi di Deiyai pada 28 Agustus.

Kemudian, ada 17 orang mendapatkan kekerasan fisik dan 2 orang luka, karena tembakan aparat.

"Sampai saat ini, aparat masih terus melakukan penyisiran dan masyarakat masih mengalami intimidasi dan teror," kata Sem.

Tim juga menemukan, ada korban tembak dan luka di Timika dan Fakfak. Berdasarkan investigasi Koalisi, ada 2 orang tertembak dan setidaknya 18 orang mengalami kekerasan fisik di Timika pada 21 Agustus.

Sedangkan di Fakfak, kata dia, pada hari yang sama, ada seorang terluka akibat tikaman senjata tajam, seorang kena lemparan batu dan seorang terkena peluru nyasar.

Perwakilan Koalisi, Latifah Anum Siregar mengatakan, rilis data ini didasari informasi yang dimonopoli oleh negara terkait jumlah korban.

"Sebulan usai gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah di Papua, publik masih mempertanyakan kejelasan terkait adanya korban luka dan jiwa," kata dia.

Polda Papua telah merilis sejumlah kerusakan pasca demonstrasi tanggal 29 Agustus di Jayapura.

Disebutkan setidaknya 15 unit perbankan yang dirusak, 7 unit pos polisi yang dirusak dan dibakar. Selanjutnya 24 unit kios dan toko yang dirusak dan dibakar.

Kemudian, terdapat 33 unit kendaraan roda dua dan 36 kendaraan roda empat yang dirusak dan dibakar.

"Kepolisian bekerja dengan cepat dalam merilis data kerugian material. Tetapi masyarakat tidak tahu berapa banyak korban luka dan jiwa terutama dengan adanya beberapa aksi sweeping yang dilakukan kelompok masyarakat tertentu," katanya.

Penangkapan Sewenang-wenang

Koalisi, kata dia, juga menaruh perhatian terhadap penangkapan sewenang-wenang yang sedang dilakukan di Papua dan Papua Barat. Koalisi membuka posko pengaduan sejak 9 September lalu.

Hasilnya per Sabtu (14/9/2019) Koalisi menerima 26 laporan dari beberapa kota di Papua dan Papua Barat terkait penangkapan di luar prosedur hukum, intimidasi dan teror hingga seorang warga yang hilang usai demonstrasi.

"Inisiatif ini lahir untuk mendapatkan data yang kuat dan valid terkait berbagai laporan masyarakat dengan maraknya intimidasi dan teror," ujarnya.

Terkait penangkapan sewenang-wenang, Koalisi mendapat ada 99 tersangka usai unjuk rasa. Rinciannya di Jayapura ada 39 orang; Timika 8 orang; Deiyai 16 orang; Manokwari 19 orang; Fakfak 3 orang; dan Sorong 14 orang.

"Hanya sebulan, sudah ada 99 tersangka. Akan tetapi penangkapan dalam jumlah besar ini tidak prosedural dan imparsial," katanya.

Koalisi, kata dia, menemukan pola penegakan hukum yang tidak proporsional. Di antaranya bentuk pelanggaran prosedur yakni penangkapan tanpa surat perintah. Keluarga tersangka tak diberi surat tembusan.

"Dalam proses penangkapan juga ada penyiksaan, pelanggaran hak atas bantuan hukum hingga dugaan salah tangkap," kata dia.

Perwakilan Koalisi, Yuliana Langowuyo menilai setelah sebulan aksi anti-rasisme di Papua, pemerintah dan kepolisian didesak untuk mengeluarkan data valid terkait jumlah korban luka dan jiwa.

"Memastikan adanya tuntutan hukum terhadap para pelaku kejahatan dan menjamin para korban dan keluarganya bisa mendapatkan reparasi yang menyeluruh dan efektif," lanjutnya.

Kemudian, pemerintah agar memastikan pemenuhan terhadap hak-hak tersangka demonstrasi selama menjalani pemeriksaan.

"Pemerintah hentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap advokat, aktivis, jurnalis dan pembela HAM," katanya.

Selanjutnya, katanya, pemerintah didesak menarik semua pasukan BKO dari seluruh wilayah di Papua dan memperkuat peran pemerintahan sipil.

"Perlu segera memulihkan hukum dan sosial akibat konflik sosial pascakerusuhan serta membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis dan pekerja kemanusiaan," katanya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Maya Saputri