tirto.id - Penyidik Bareskrim Polri telah memeriksa 16 saksi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Panji Gumilang.
"(Saksi) meliputi ahli pidana, sosiologi, agama. Kami juga sudah mengantongi satu berita acara terlapor yaitu PG dalam penyelidikan," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhamdhani Rahardjo Puro, di Mabes Polri, Jumat, 28 Juli 2023.
Panji Gumilang semestinya diperiksa sebagai saksi pada 27 Juli 2023. Namun, ia berhalangan hadir lantaran sakit. Surat dokter pun disertakan dalam alasan berhalangan itu. "Namun surat dokter, yang menurut kami secara formal tidak bisa kami buktikan," lanjut Djuhamdhani.
Maka penyidik melayangkan panggilan kedua untuk dilakukan pemeriksaan pada 1 Agustus 2023. Kemudian, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara ini telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung.
"SPDP ini terkait dugaan penodaan/penistaan agama yang dianut di Indonesia dan/atau menyiarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Kamis, 13 Juli 2023.
Tindak pidana itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Kejanggalan Al Zaytun
Awalnya, kasus penistaan agama ini bermula dari sejumlah kontroversi atas ajaran dan aliran sesat yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun. Di media sosial, beredar kabar juga tentang kasus tindak pidana yang melibatkan Panji Gumilang hingga berbuntut pada pelaporan sejumlah pihak ke Bareskrim Polri.
Laporan kasus dugaan penistaan agama ini diterima Bareskrim pada Jumat, 23 Juli 2023 lalu. Beberapa kejanggalan dalam ajaran Ponpes Al Zaytun yang menimbulkan kontroversi dan dinilai menyimpang dari ajaran Islam di antaranya:
- Pihak Al Zaytun menarik iuran paksa dengan dalih infak dan menjadikan surat At Taubah ayat 103 sebagai dasar. Infak tersebut ditarifkan dengan nominal Rp12 miliar untuk yang tinggal di desa maju dan Rp5 miliar untuk desa tertinggal. Jika tidak mampu membayar, pihak pesantren Al menawarkan cara lain untuk melunasi infak yakni dengan menjual anak kandung atau menjual diri.
- Mengubah ketentuan ibadah haji dan melempar jumrah. Pihak Al Zaytun mengatakan menunaikan haji bisa dilaksanakan di lahan pesantren, dengan mengelilingi lahan 1.200 hektare milik pesantren memakai mobil.
- Pimpinan pesantren mengubah syahadat "Tiada Tuhan selain Allah" menjadi "Tiada negara selain negara Islam". Mereka pun mengklaim negara di luar Islam adalah negara kafir.
- Mencampurkan jemaah laki-laki dan perempuan dalam satu saf salat Idulfitri dan perempuan bisa menjadi khatib.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri