Menuju konten utama

Upaya Daendels Mempertahankan Jawa dan Mewariskan Seragam Militer

Selain Jalan Raya Pos, Marsekal Herman Willem Daendels juga mewariskan seragam milter.

Upaya Daendels Mempertahankan Jawa dan Mewariskan Seragam Militer
Ilustrasi Herman Willem Daendels. tirto.id/Gery

tirto.id - Hindia Belanda atau yang sekarang bernama Indonesia sejatinya pernah jatuh ke tangan Prancis. Negara di Eropa Barat itu mengutus Marsekal Herman Willem Daendels untuk mempertahankan Pulau Jawa yang tengah dikepung Inggris.

“Ketika Marsekal Herman Willem Daendels tiba di Jawa pada 6 Januari 1808, dia menemukan pulau itu terkepung,” tulis Peter Carey dalam "Towards the Great Divide 31 Race, Sexuality, Violence and Colonialism in the Dutch East Indies, from Daendels (1808-1811) to the Java War (1825-1830)", yang termuat dalam buku Racial Difference and the Colonial Wars of 19th Century Southeast Asia (2021:36).

Daendels membutuhkan tentara yang lebih banyak untuk memperkuat Jawa. Parakitri Simbolon dalam Menjadi Indonesia: Akar-akar Kebangsaan Indonesia (2006:90-91) menyebut Daendels telah menambah jumlah tentara dari 2 ribu menjadi 18 ribu. Mereka terdiri dari hanya 400 orang Eropa, dan sisanya adalah warga lokal. Para serdadu itu mayoritas berasal dari Manado, Madura, dan Jawa.

Agaknya proses perekrutan para tentara itu longgar. Tak heran jika seorang yang buta huruf bisa menjadi kopral atau sersan. MC Rickfels dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008:244) menyebut serdadu-serdadu Daendels memiliki disiplin dan kelakuan yang buruk.

“Inilah pertama kali anak-anak Nusantara dididik militer secara militer Eropa,” tulis Parakirti Simbolon.

Pangkat dan Seragam

Pemerintahan Deandels di Jawa, seperti disebut Carey dalam tulisan lainnya, Daendels and the Sacred Space of Java, 1808-11 (2013), memberikan pangkat kolonel penuh kepada Pangeran Prangwedono alias Mangkunegara II. Pangeran juga memiliki pasukan pribadi dengan kekuatan 1.250 personel sebagai sebuah legiun yang meniru Legiun Batavia milik Daendels yang tidak panjang umur. Pangeran belakangan mempunyai Legiun Mangkunegaran yang dikendalikan oleh KNIL dan harus siap dikerahkan dalam konflik yang melibatkan Belanda. Prangwedono memiliki seragam kolonelnya yang ala Eropa.

Pemerintahan Daendels yang militeristik mengubah dunia politik dan sosial di Jawa. Salah satu warisannya adalah seragam militer. “Warisan busana—khususnya, warisan kode pakaian militer alternatif di pengadilan adat dan dalam birokrasi kolonial—adalah produk sampingan dari pemerintahannya,” tulis Carey (2021:37).

Pemerintahan Daendels memberikan pangkat militer kepada pejabat Eropa dan lokal pribumi. “Barangkali dia (Daendels) akan mengarahkan mereka (para pejabat) untuk lebih disiplin,” imbuh Carey.

Seragam militer, menurut Onghokham dalam Rakyat dan Negara (1991:116), memang tidak ada kaitannya dengan “kenyataan perang”, seperti juga latihan baris berbaris yang tidak berguna dalam pertempuran. Latihan baris-berbaris, seperti latihan militer lainnya, menurut Onghokham “berfungsi sebagai latihan ketaatan”.

Seragam ala Eropa hendak dijadikan alat yang demikian pula, menciptakan ketaatan kepada Deandels. Yang di lain waktu juga akan bisa menciptakan ketaatan kaula di daerah kepada penguasa-penguasa lokalnya.

Setelah Daendels pergi dari Hindia Belanda, para pejabat Belanda kerap memakai pakaian yang mirip perwira militer agar memperoleh penghormatan dari rakyat jelata. Dalam film Max Havelaar (1976) digambarkan bagaimana para pejabat hingga sekelas asisten residen mempunyai pakaian kebesaran yang mirip pejabat militer pada pertengahan abad ke-19.

Infografik Seragam Warisan Daendels

Infografik Seragam Warisan Daendels. tirto.id/Fuad

Seragam dan pangkat ala militer juga dipakai para bangsawan Jawa dan Madura yang cukup memengaruhi etiket feodal dengan hal-hal berbau Eropa. Seragam militer ala Eropa atau Belanda lengkap dengan tanda jasa dan perabot ala Eropa lainnya, menurut MC Rickfels (2008:279) membuat istana-istana penguasa lokal “tampak lebih bagus” daripada sebelumnya.

Mereka yang berpakaian seragam ala militer Eropa terlihat lebih tinggi dan harus dihormati.

Peter Carey mengutip Bernhard dari Saxe-Weimar-Eisenach, yang dalam buku hariannya mencatat: ketika mengunjungi istana Sumenep, di timur Madura, terlihat sekelompok pangeran meringkuk di tanah, sementara mereka yang berseragam ala militer Eropa berdiri sama seperti pejabat Eropa.

Bahkan sebelum Deandels datang dan memberikan seragam militer kepada para bangsawannya, Raja Mataram Amangkurat II telah berseragam layaknya petinggi militer Belanda pada zaman VOC. Dia memakai seragam admiral (laksamana) hadiah Laksamana Speelman, yang merestuinya jadi raja Jawa.

Satu setengah abad silam, seorang seniman lukis bernama Raden Saleh, juga ingin tampil berseragam, layaknya orang-orang terpandang zaman itu. Namun, Raden Saleh kala itu tak bisa seenaknya untuk berpakaian seragam kebesaran perwira militer Eropa. Menurut Peter Carey (2021:39), Raden Saleh pada 1865 mengajukan permintaan kepada Raja Willem III untuk diperbolehkan memakai seragam Batavian Schuterij (milisi warganegara)--yang kala itu tidak dipakai lagi--tetapi permintaannya diabaikan. Raden Saleh tak kehabisan akal dan asa, dia pun merancang sendiri pakaian impiannnya.

Baca juga artikel terkait DAENDELS atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh