tirto.id - Halaman Boulevard Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dipenuhi sekitar 200 mahasiswa, Senin (20/7/2020) siang lalu. Dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan--pakai masker dan jaga jarak--dan berjaket almamater, mereka mengadakan aksi damai dan teatrikal.
Dengan nama Aliansi UNS Bergerak, terdiri dari BEM, himpunan, organisasi ekstra, bahkan sampai individu yang tidak bergabung ke organisasi mana pun, mereka menuntut bertemu Rektor UNS Jamal Wiwoho untuk meminta kejelasan beragam masalah, dari mulai tidak adanya penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada masa pandemi COVID-19, uang pangkal yang melambung tinggi, hingga biaya jaket kampus yang dibebankan ke mahasiswa di luar biaya UKT.
"Tapi yang menemui kami malah Wakil Rektor III, Kuncoro Diharjo," kata Humas Aliansi UNS Bergerak, Muhammad Zaki Zamani, kepada wartawan Tirto, Rabu (22/7/2020) siang.
Karena tak ditemui rektor dan bahkan tidak diizinkan masuk ke dalam kampus, massa berinisiatif menutup pagar dan gapura dengan plastik hitam berukuran besar.
Di atas plastik hitam itu tertulis: UNS DISEGEL MAHASISWA.
Tuntutan dengan Kajian
Zaki mengatakan kalau demonstrasi kali ini disertai kajian. "Bedah kajian dilakukan terbuka," katanya.
Ada beberapa kajian untuk masing-masing isu yang dirilis ke publik. Salah satu dokumen yang diterima wartawan Tirto berjudul Kajian Naskah Akademik: Kebijakan UKT Selama Pandemi Terhadap Kemampuan Ekonomi Mahasiswa.
Mereka menyebut pendapatan UNS pada tahun anggaran 2019 lalu setidaknya Rp918 miliar. Aliansi lantas menjabarkan rincian komponen biaya yang tidak digunakan secara maksimal oleh kampus selama masa pandemi: dari mulai persediaan bahan baku dan konsumsi, beban barang dan jasa, hingga beban perjalanan dinas.
"Komponen biaya yang tidak digunakan secara maksimal dikarenakan pandemi menyebabkan penghematan pengeluaran belanja UNS sebesar Rp10 miliar, didasarkan pada proyeksi penghematan University of Nottingham sebesar 15 persen," tulis aliansi di bagian kesimpulan. "Sehingga dapat disimpulkan bahwa pihak kampus memungkinkan untuk memberikan potongan UKT kepada seluruh mahasiswa UNS."
Atas kalkulasi ini mereka menuntut pembebasan UKT untuk mahasiswa golongan I-II dan dispensasi UKT untuk mahasiswa golongan III-VIII, pembebasan UKT untuk golongan I-II, potongan UKT senilai Rp2 juta untuk golongan III-VIII, dan juga dispensasi UKT 50 persen untuk seluruh mahasiswa.
Selain dihitung mampu, aliansi juga menuntut potongan UKT karena 75,13 persen mahasiswa kondisi ekonominya buruk selama pandemi--menurut survei yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS.
Kajian lain terkait biaya almamater yang dibebankan kepada mahasiswa di luar UKT, dengan dasar Surat Pengumuman Rektor UNS Nomor 1672.1/UN.27/PP/2020 tentang Jaket Almamater Mahasiswa Baru Program Diploma, Sarjana, Magister, Profesi dan Doktor UNS Tahun 2020, yang terbit pada 8 April lalu.
Dalam Kajian Jaket Almamater: Membongkar Gurita Tender Jaket Almamater Mahasiswa UNS, aliansi menolak peraturan ini karena ia bertentangan dengan Permenristekdikti Nomor 39 tahun 2017 tentang BKT dan UKT. Pasal 6 jelas menyatakan PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru untuk kepentingan pelayanan pembelajaran secara langsung. Sementara pasal 7 menyebutkan biaya mahasiswa yang tidak ditanggung oleh PTN di antaranya biaya pelaksanaan kuliah kerja nyata, biaya asrama, dan kegiatan pembelajaran dan penelitian yang dilaksanakan secara mandiri.
"Sehingga biaya jaket almamater termasuk dalam UKT mahasiswa," kata Zaki menegaskan.
Aliansi juga menyoroti bagaimana UNS menambah beban para calon mahasiswa dari jalur seleksi mandiri dengan uang pangkal--atau dalam istilah mereka 'Pengembangan Institusi (SPI)'--yang tinggi. Zaki mengatakan SPI berlaku sejak 2019 lalu. Saat itu mahasiswa masih memungkinkan membayar SPI hingga Rp0.
Namun, tahun ini kebijakan itu dihapus. "Sekarang paling kecil Rp5,5 juta di Sastra Arab dan paling mahal Rp100 juta di Fakultas Kedokteran."
SPI terbagi ke dalam empat kategori, nominalnya berbeda-beda tergantung jurusan. Dalam dokumen Penetapan UKT dan SPI memang masih tercantum tabel untuk golongan IV yang jika diisi memungkinkan mahasiswa tidak bayar. Tetapi faktanya "harus diisi lebih dari SPI golongan III. Harus di atas itu, enggak boleh nol."
Atas semua situasi ini, kata Zaki, "sudah disepakati bersama dalam konsolidasi, kami keluarkan tajuk Universitas Nggawe Susah"--yang berarti kampus bikin susah.
Respons Alumni dan Rektorat
Aksi aliansi mendapat banyak sorotan, termasuk dari Ikatan Keluarga Alumni UNS (IKA UNS), yang nampaknya tak sreg. Budi Harto, Ketua IKA UNS, membuat surat berjudul Kalau Marah Jangan Membakar Rumah.
Ia mewanti-wanti "adik-adik mahasiswa" agar berhati-hati jangan sampai "dikenal sebagai bagian dari kelompok yang membuat susah." Ia juga mengatakan alih-alih aksi teatrikal membakar jaket almamater, semestinya para mahasiswa "berbicara secara baik-baik ke rektor."
Zaki mengatakan teatrikal tak bermaksud menghina atau menjelekkan nama kampus, namun sebagai aksi simbolik untuk menegaskan betapa sulitnya menjadi mahasiswa UNS di tengah pandemi. "Surat itu juga menyebut kalau ada masalah disampaikan baik-baik dengan Pak Rektor, padahal nyatanya kita sudah mengajukan tiga kali permohonan audiensi tapi tidak pernah diterima."
Sementara Rektor UNS Jamal Wiwoho tak merespons permintaan wawancara wartawan Tirto. Pesan Whatsapp hanya dibaca hingga Rabu (22/7/2020) sore. Sedangkan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNS, Kuncoro Diharjo, mengatakan sudah membahas semua masalah ini ke para pimpinan lain, termasuk Rektor Jamal. Ia berjanji kampus akan sesegera mungkin menemukan solusi bersama para mahasiswa, salah satunya dengan membahas dokumen dan kajian Aliansi UNS Bergerak yang telah diterima rektorat.
Kepada wartawan Tirto, Kuncoro juga berjanji akan sesegera mungkin menjadwalkan pertemuan antara para pimpinan UNS dan mahasiswa.
"Masih menunggu waktu yang pas," kata Kuncoro, Selasa sore.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino