tirto.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mencatat ada 15 perguruan tinggi belum mengakomodasi kebutuhan para mahasiswa secara maksimal selama masa pandemi COVID-19. Dua di antaranya adalah tidak menyediakan bantuan pulsa internet untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan alat pelindung diri minimal bagi yang tidak bisa keluar dari kawasan kampus.
"Kampus kurang mengakomodasi keresahan dan aspirasi mahasiswa," simpul Koordinator Pusat BEM SI Remy Hastian Putra Muhammad Puhi kepada reporter Tirto, Senin (20/4/2020).
Salah satu kampus yang belum memfasilitasi para mahasiswa dalam PJJ adalah Universitas Indonesia (UI). Salah seorang mahasiswa bernama Fadil mengatakan kepada reporter Tirto kalau sejak kuliah tatap muka diganti PJJ, uang yang ia keluarkan untuk pulsa membengkak. "Biasa sebulan hanya Rp100 ribu, bulan kemarin mencapai Rp325 ribu," katanya.
Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM UI 2020 menyebut 51,1 persen responden--para mahasiswa UI--mengaku keberatan dengan sistem belajar baru tersebut. Sebanyak 35 persen responden bahkan mengaku biaya kuota data yang dihabiskan melebihi kemampuan daya beli.
Para mahasiswa UI bahkan menggelar aksi protes daring bertajuk 'Selamat Datang di Kampus (P)elit!' pada 15 April lalu sebagai bentuk protes.
Di sisi lain, ada kampus seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) yang memberikan bantuan pulsa senilai Rp50 ribu-Rp150 ribu per bulan selama PJJ. Hal serupa dilakukan oleh Universitas Negeri Medan dan Universitas Pendidikan Indonesia.
Menurut Remy, tuntutan memberikan bantuan pulsa bagi mahasiswa sangat masuk akal karena kampus sebetulnya berhemat saat PJJ. Mereka, misalnya, tidak perlu membayar tagihan listrik atau internet. Uang-uang itulah yang semestinya dialokasikan untuk membantu mahasiswa.
"Setidaknya pihak kampus mampu menjawab alokasi dana UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang telah dibayar oleh mahasiswa saat masa pandemi," katanya. Tuntutan lain: "Memberikan jaminan kebutuhan pokok bagi mahasiswa kos."
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji sepakat dengan pernyataan Remy. Ia menilai kampus harus memberikan pelayanan pembelajaran dengan maksimal untuk para mahasiswanya.
"Termasuk memanfaatkan UKT untuk membiayai kuota mahasiswa. Kemendikbud harus tegas, kampus yang tidak mendukung mahasiswa saat pandemi harus diberi peringatan," ujarnya kepada reporter Tirto.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian setuju apabila dana UKT dialokasikan untuk kebutuhan PJJ atau untuk menopang kebutuhan dasar mahasiswa rantau sebagaimana yang telah dianjurkan oleh pemerintah melalui Surat Edaran Ditjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud Nomor 331/E/E2KM/2020.
Ia berharap bantuan tersebut diberikan pertama-tama untuk mahasiswa yang benar-benar membutuhkan, semisal yang hidup jauh dari orangtua dan tidak punya cukup uang. Kampus perlu melakukan pendataan dengan akurat.
Selain itu, ia juga mengusulkan ada pemotongan uang kuliah. "Kalau tidak dipotong, setidaknya ada relaksasi pembayaran UKT selama satu tahun atau setidaknya 6 bulan. Untuk itu butuh kebijakan atau payung hukum minimal Permendikbud," ujarnya kepada reporter Tirto.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih menilai pemberian, "insentif barangkali lebih pas" ketimbang pengurangan uang kuliah. Ia juga bilang mahasiswa juga berhak mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah.
"Mahasiswa seperti itu harusnya termasuk yang berhak menjadi penerima manfaat jaring pengaman sosial yang direncakan pemerintah sebesar Rp110 triliun dari total Rp405 triliun," ujarnya kepada reporter Tirto.
Sejauh ini pemerintah lewat Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud hanya mengimbau kampus untuk membantu mahasiswa saat PJJ. "Misalnya subsidi pulsa, logistik," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nizam.
Nizam tidak berkomentar banyak soal hal-hal lain yang diusulkan BEM UI dan BEM SI. Ia hanya mengatakan semua universitas sudah melaksanakan/memberikan bantuan. "Besaran dan bentuk bantuannya beragam, sesuai kemampuan masing-masing PT," ujarnya kepada reporter Tirto.
Di UI, kemudahan yang dimaksud adalah bebas kuota untuk akses E-learning Management Systems atau EMAS. Ketua BEM UI Fajar Adi Nugroho mengatakan itu tidak cukup karena mencari bahan kuliah tidak bisa hanya dilakukan lewat aplikasi itu.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino