Menuju konten utama

UNBK Diwarnai Kecurangan, Apa yang Mesti Dilakukan Kemendikbud?

Bentuk kecurangan yang paling dominan adalah memotret soal di komputer lalu membagikannya melalui gawai.

UNBK Diwarnai Kecurangan, Apa yang Mesti Dilakukan Kemendikbud?
Pelajar mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2019 di SMA Negeri 16 Banda Aceh, Aceh, Senin (1/4/2019). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/wsj.

tirto.id - Dzurahmansyach, siswa Kelas 12 SMK Bisnis Informatika Kota bekasi, bisa bernafas lega. Ia bersyukur lantaran pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat SMK berjalan lancar, kendati sempat kesulitan saat mengerjakan soal matematika.

Ijur, sapaan Dzurahmansyach, mengaku bisa mengerjakan UNBK dengan santai lantaran pengawasan UNBK ini tidak terlalu ketat.

"Pengawasnya baik, enggak terlalu sinis. Mereka hanya mengawasi dari tempat duduk," ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa (7/5/2019).

Perasaan santai mengerjakan soal ini juga dialami Riska Febiyati, siswa kelas 12 SMK Citra Negara Depok. Kalau pun ada kendala, Riska mengaku, hanya kesulitan mengerjakan soal matematika.

"Seperti enggak ujian," ujar Riska kepada reporter Tirto.

Bahkan saking santainya, Riska mengatakan peserta ujian dalam satu ruangan sampai bisa menengok ke kiri dan kanan.

"Sikap pengawasnya enggak bikin tegang," tambahnya.

Namun, pengawasan UNBK yang tak begitu ketat ini ternyata membuka celah peserta untuk curang. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat ada 202 aduan kecurangan selama Ujian Nasional 2019 tingkat SMA/SMK/MA berlangsung.

Inspektur Jenderal Kemendikbud Muchlis R. Luddin mengatakan jumlah kecurangan tersebut menyusut menjadi 126 kasus setelah diverifikasi.

Menurut Muchlis, laporan yang masuk paling banyak melalui WhatsApp dengan jumlah 90 laporan, email sebanyak 5 laporan, Posko Itjen dengan 18 laporan, media sosial dengan 13 laporan, sementara yang datang langsung serta menelepon tidak ada sama sekali.

"Memang ada yang mengaku memotret," ujar Muchlis di kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).

Tren Kecurangan Meningkat

Muchlis berkata jumlah aduan kecurangan terus meningkat dari tahun ke tahun: 71 peserta mengadu pada 2017, 79 peserta mengadu pada 2018, dan 126 peserta yang mengadu pada 2019. Untuk tahun ini, kecurangan yang terjadi yakni memotret soal dari komputer dengan handphone untuk dibagikan ke siswa lain.

Para peserta yang kedapatan curang ini bakal diberi nilai 0 untuk mata pelajaran yang bersangkutan. Tak hanya itu, peserta yang curang pun tidak diperkenankan mengikuti ujian susulan. Mereka hanya boleh ikut ujian perbaikan pada Juni mendatang.

"[Ujian] susulan untuk mereka yang tidak ikut ujian karena sakit, dll," kata dia.

Meningkatnya tren kecurangan ini, kata Muchlis, memperlihatkan masih ada kelemahan dalam pengawasan pelaksanaan UNBK. Ia mengakui Kemendikbud kurang jeli melihat perkembangan zaman karena peringatan yang sebelumnya dibuat luput memerhatikan perkembangan gawai.

"Siswa ada yang membawa smartphone [berbentuk jam tangan]. Itu yang tidak pernah kami hitung. Jadi semakin canggih, kami lupa sehingga yang dikumpulkan hanya handphone saja," dalihnya.

Hal semacam ini bakal dijadikan bahan evaluasi untuk pengawasan UNBK yang lebih baik ke depannya.

"Kami sudah minta ke dinas pendidikan masing-masing wilayah dan kepala sekolah, untuk konsisten dengan SOP [Standar Operasional Prosedur]. Rata-rata yang ada kasus itu, karena SOP-nya tidak dipenuhi dengan baik," kata dia.

Evaluasi Sistem Pengawasan

Peneliti sekaligus Pendiri Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Elin Driana menilai indikasi kecurangan pada pelaksanaan UNBK kali ini perlu didalami pemerintah. Menurutnya, laku curang tersebut bisa saja didorong untuk mendapatkan jawaban dari siswa lain yang berbeda ruangan.

"Tidak mudah juga untuk berbagi jawaban karena soal-soal yang diberikan melalui UNBK berbeda-beda," ujar Elin kepada reporter Tirto.

Terlepas dari itu, Elin justru skeptis terhadap sistem pengawasan yang berlaku ketika ujian berlangsung. Ia mengatakan perlu ada evaluasi terhadap sistem pengawasan UNBK.

Elin pun sepakat siswa yang terbukti curang untuk diberikan sanksi nilai 0 pada mata pelajaran yang ia curangi dan diberi kesempatan mengikuti ujian perbaikan.

"Agar tidak mengulangi hal yang sama," ujarnya.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji berpendapat kecurangan ini terjadi karena masih lemahnya sistem pengawasan. Celah tersebut dimanfaatkan peserta untuk curang.

Ubaid bahkan menilai kecurangan tersebut menjadi bukti penerapan pendidikan karakter terhadap siswa

tidak berjalan baiknya. Jika penerapannya sudah optimal, kecil kemungkinan siswa berbuat curang.

"Pendidikan karakter masih menjadi wacana tapi minim implementasi. Bahkan guru-guru yang tidak sepenuhnya paham bagaimana mengintegrasikannya," ujar Ubaid kepada reporter Tirto.

Namun, Ubaid tidak sependapat apabila siswa yang berlaku curang diberikan nilai 0. Menurutnya, peserta yang curang cukup diberikan ujian perbaikan saja, sehingga nilai yang dipakai sesuai dengan hasil ujian tersebut.

"Penting juga bagi sekolah untuk mendidik kembali anak-anak tersebut menjadi pribadi yang berkarakter dan berintegritas. Untuk menguatkan karakter mereka," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait UNBK 2019 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan