tirto.id - Tumblr akhirnya bersaudara dengan Wordpress. Platform blog yang didirikan David Karp pada 2007 dan dibeli Yahoo 6 tahun kemudian itu dijual oleh Verizon—yang membeli Yahoo—sebelum beralih kepemilikan ke Automattic Inc. Sebagaimana diwartakan The Verge, perusahaan di balik platform Wordpress itu disebut-sebut membeli Tumblr dengan harga $3 juta. Nilai itu teramat kecil dibandingkan saat Yahoo membeli si blog dengan harga $1,1 miliar.
“Tumblr adalah mereka yang sukses bergerak, memungkinkan para pengguna berkembang. [Tumblr] telah menjadi rumah bagi banyak komunitas,” ucap Guru Gowrappan, pemimpin eksekutif Media Verizon. “Senang telah menemukan mitra yang sempurna di Automattic.”
Matt Mullenweg, mantan mahasiswa ilmu politik di University of Houston yang kemudian menciptakan Wordpress, mengaku pembelian Tumblr oleh perusahaannya adalah “sesuatu yang menyenangkan”. Setelah menguasai Tumblr, Mullenweg menjamin ia tidak akan mengubah apa pun.
Mungkinkah?
Pada Februari 2005, Tumblr mengujicoba diri muncul di internet. David Karp, si pendiri, sebagaimana ditulis Mason Sands di laman Forbes, menginginkan adanya platform blog yang dapat mewadahi segala ide, termasuk fan art, fotografi, pandangan politik, hingga fiksi. Namun, selain untuk memfasilitasi ide-ide biasa itu, Karp pun ingin platformnya menjadi tempat diskusi untuk tema-tema vulgar, semisal identitas, tubuh, seksualitas, hingga LGBTQ.
Pada 2007, Tumblr kemudian resmi meluncur. Saat itu, sebagai pemain baru, ia tampil biasa-biasa saya.
Namun, peruntungan nampaknya memihak Tumblr. Sebelum Tumblr hadir, dunia mengenal LiveJournal alias LJ, platform blog yang telah ada sejak pertengahan 1999. Sama seperti isi kepala Karp, LJ merupakan platform bebas. Segala tema, termasuk yang vulgar, dapat tampil.
Sayangnya, pada 2007, SUP Media, perusahaan media asal Rusia, membeli LJ. Sebagai pemilik baru, mereka kemudian menerapkan aturan-aturan baru, salah satunya melarang pornografi di LJ.
Sebagaimana dilansir Daily Dot, masalah lainnya yang menimpa LJ ialah serangan siber yang menimpa mereka bertubi-tubi. LJ, misalnya, pernah lumpuh pada 2010 dan 2011 oleh DDOS, teknik yang menciptakan permintaan (request) pada server secara bertubi-tubi.
Dua hal itu menghadirkan berkah bagi Tumblr.
Penggarap konten porno, komunitas LGBTQ, hingga penikmat diskusi-diskusi vulgar, beralih ke Tumblr. Kehadiran mereka di Tumblr didukung penuh si pendiri. Masih merujuk tulisan Sands, “anti-sensor” telah menjadi prinsip inti Tumblr. Dan untuk sedikit berdamai dengan orang-orang yang anti terhadap langkah yang diambil Tumblr, mereka merilis fitur NSFW alias Not Safe For Work.
Tercatat ada kurang dari 1 persen konten pornografi di Tumblr. Namun, itu cukup jadi alasan utama menggiring hampir seperempat total penggunanya menggunakan Tumblr.
Pada 2016, menurut catatan yang dipacak di Statista, ada 23,2 juta pengguna Tumblr asal Amerika Serikat, dengan mayoritas ialah kaum laki-laki. Tumblr, di Amerika Serikat, hanya memiliki 9 persen pengunjung perempuan dari total datanya.
Sayangnya, masa jaya ini tak bertahan lama. Selepas Yahoo membeli Tumblr senilai $1,1 miliar dan Yahoo dibeli Verizon, segalanya berubah.
Sebagaimana diwartakan The Independent, tema-tema vulgar, khususnya pornografi, mulai diperangi pemilik baru. Verizon memang tidak suka ada konten dewasa di segala properti miliknya. Verizon, pada 2012 lalu, dalam argumentasinya di Pengadilan Amerika Serikat, menyatakan bahwa perusahaan “dapat memutuskan konten mana yang dapat naik (meskipun konten itu dibuat oleh pengguna alias user generated content).
Salah satu unjuk gigi pendapatan mereka ialah sukses memblokir dukungan-dukungan hak aborsi yang digaungkan melalui jaringan Verizon.
Kebijakan sensor yang dilakukan Verizon pada Tumblr sukses melorotkan nilai blog ini. Performa Tumblr, pada Januari 2016, adalah angka 555 juta pengunjung bulanan. Namun, pada 2019, pengunjungnya hanya menjadi 380 juta.
Tanpa konten vulgar, sukar bagi Tumblr kembali berjaya. Mullenweg pun menyatakan bahwa platform barunya itu akan dijadikan “pelengkap” semata bagi Wordpress.
Editor: Maulida Sri Handayani