Menuju konten utama
News Plus

Tren Kidult: Mainan Anak Jadi Hiburan Orang Dewasa

Mengkoleksi mainan bagi orang dewasa baik untuk menghadapi stres dan kecemasan. Mainan juga menghadirkan cara yang menyenangkan dan terapeutik.

Tren Kidult: Mainan Anak Jadi Hiburan Orang Dewasa
Pengunjung mengamati mainan yang dipasarkan dalam pameran The Jakarta 19th Toys and Comics Fair di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (2/3/2024).ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

tirto.id - “Boys will be boys” bukan sekadar ungkapan belaka. Hal itu setidaknya nyata dalam diri Reza. Pekerja swasta asal Jakarta Selatan itu, telah masuk usia 30 tahun, tahun 2025 ini, namun berburu miniatur replika mobil masih rajin dia lakukan.

Kecintaannya terhadap mainan berjenis diecast –replika kendaraan– sejak kecil tak memudar dimakan waktu, meski usianya jelas bukan anak-anak lagi. Beragam jenis, dari berbagai jenama, mulai dari Hot Wheels hingga Tomica, sudah tak terhitung lagi berapa banyak terpajang di lemari rumahnya.

Ia memperkirakan saat ini ada sekitar 100-an replika ‘mobil-mobilan’ yang dimilikinya saat ini. “Ngoleksi sejak kecil mungkin umur 9 atau 10 tahun, pas kelas 4 SD, terus sampai sekarang. Namanya hobi ternyata gak putus-putus sampai sekarang,” ujarnya saat bercerita melalui sambungan telepon dengan Tirto, Jumat (16/5/2025)

Reza bercerita, ketertarikannya dengan diecast tak bisa dilepaskan dari dunia otomotif. Berawal dari permainan video gim balap di playstation 2, dia kemudian dikenalkan dengan mainan replika mobil-mobilan.

Kedua orang tuanya memberikan hadiah replika mobil Hot Wheels ketika dia mendapat nilai ujian sekolah bagus, saat duduk di sekolah dasar. Berawal dari situ, kemudian mainan mobil-mobilan ini jadi motivasinya untuk berprestasi. Sebab ayah dan ibunya selalu menjanjikan memberikan hadiah serupa, dengan syarat ia mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran sekolah.

Usahanya berhasil. Hampir di tiap kenaikan kelas, mobil diecast baru mejeng di lemarinya sebagai koleksi baru, pemberian kedua orang tuanya.

“Memori itu yang bikin gue inget terus. Jadi sampai sekarang pas sudah gede, beli diecast itu ibarat gue kasih apresiasi ke diri sendiri buat ngilangin stress, sekaligus jadi ajang nostalgia masa kecil saja sih,” ujarnya menambahkan.

Hot Wheels

Hot Wheels. FOTO/Youtube

Faktor lain yang membuat Reza masih menggeluti dunia mainan diecast adalah keberadaan komunitas. Di komunitas ini, ia mengaku menemukan teman-teman, sesama orang dewasa, yang menemukan hobi serupa, koleksi replika mainan mobil-mobilan.

“Ketemu banyak teman dengan hobi serupa dan usia yang udah pada dewasa juga itu senang banget. Jadi sering ngumpul-ngumpul, tuker-tukeran barang. Ya itulah ada komunitas jadi sekalian bisa buat refreshing,” ceritanya.

Meski mengaku tidak punya target khusus dalam mengoleksi diecast, Reza masih aktif mencari model edisi khusus dan mobil-mobilan langka. Soal besaran pengeluaran, dia pernah membeli dari dari Rp30 ribu (paling murah), hingga paling mahal di angka jutaan rupiah.

MOBIL MAINAN BERGAMBAR CAPRES

Perajin menunjukkan mobil mainan yang dimodifikasi bergambar pasangan calon presiden di desa Singocandi, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (5/10/2018). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/18.

Bukan hanya sekali dua, membeli mainan dengan harga relatif tinggi sudah kerap dia lakukan. Bahkan Reza rela jauh-jauh ke luar negeri untuk memberi barang incarannya.

“Gak tentu berapa bulan sekali beli. Yang jelas tiap ada barang bagus, sikat. Kadang sebulan beli bisa beli bahkan tiga lebih. Belinya kadang di toko mainan di mall, lebih banyak di online dan komunitas sih, kalo sekarang buat nyari yang langka kadang dari luar negeri juga,” terangnya.

Reza juga menyadari dalam beberapa tahun terakhir, tren orang dewasa yang gemar mengoleksi barang yang identik dengan mainan anak-anak, juga cenderung meningkat. Menurutnya, hal ini bukanlah suatu yang aneh, karena masing-masing orang memiliki hobi dan kesenangan masing-masing.

“Mulai pas Covid-19 kemarin, kelihatan banget toko mainan di mall isinya bapak-bapak dan orang dewasa semua. Mungkin karena di situasi ini, kita yang sudah dewasa, kondisi ekonominya sudah stabil. Kan kalo mau beli, gak perlu nunggu dibeliin orang tua lagi,” ujarnya.

Tren Orang Dewasa Beli Mainan Anak

Fenomena orang dewasa yang membeli mainan anak-anak untuk dirinya sendiri, belakangan popular dengan istilah “kidult”. Dalam psikologi, "kidult" adalah istilah yang menggambarkan orang dewasa yang memiliki minat atau perilaku yang biasanya diasosiasikan dengan anak-anak. Mengoleksi mainan, menonton kartun, atau bermain video gim, beberapa di antaranya.

Sejumlah riset dan penelitian menunjukan peningkatan signifikan orang dewasa yang membeli mainan untuk dirinya sendiri ketimbang untuk anak-anak. Pada kuartal pertama 2024, Circana (firma pemasaran), menyebut untuk pertama kalinya tren ini tercatat. Angkanya bahkan melampaui pasar anak prasekolah, yang secara historis selalu dominan.

Riset tersebut mengungkap bahwa sebanyak 43 persen orang dewasa membeli mainan untuk diri sendiri dalam satu tahun terakhir. Alasannya beragam, untuk kesenangan pribadi, bersosialisasi, dan koleksi. Konsumen berusia 18 tahun ke atas menghabiskan 1,5 miliar dolar AS untuk pembelian mainan selama periode Januari hingga April 2024, melampaui demografi anak usia 3-5 tahun, kelompok usia terpenting bagi industri mainan.

Infografik Action Figure Termahal Dunia

Infografik Action Figure Termahal Dunia

Seperti yang dilaporkan CNN, Tren orang dewasa membeli mainan untuk diri sendiri menunjukkan arah positif, terutama dalam menghadapi penurunan penjualan mainan secara keseluruhan. Laporan Circana menyebut penjualan mainan secara nilai, menurun 1 persen hingga April 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, namun masih naik 38 persen jika dibandingkan tahun 2019.

Sementara artikel BBC menyoroti pentingnya orang dewasa yang membeli mainan anak ini. Meskipun penjualan mainan secara keseluruhan menurun akibat tekanan ekonomi, kelompok orang dewasa yang membeli mainan untuk diri sendiri justru menjadi penyelamat bagi industri mainan.

Pandemi COVID-19 dianggap menjadi katalis utama. Kala itu tren orang dewasa yang membeli mainan anak-anak meningkat. Mereka mencari cara untuk menghibur diri di rumah dan kembali ke mainan yang mereka nikmati saat kecil.

Gayung bersambut, dalam beberapa tahun terakhir industri pun menanggapi peluang ini. Industri mainan mulai merancang produk khusus untuk orang dewasa. Beragam action figure, diecast, dan model Lego yang lebih kompleks pun hadir untuk menyesuaikan minat orang dewasa.

The Jakarta 16th Toys

Pengunjung memilih mainan yang dijual pada pameran 'The Jakarta 16th Toys & Comics Fair 2020' di Kartika Expo, Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (29/2/2020). tirto.id/Andrey Gromico

Laporan Circana pada akhir 2024 menyebut sekitar 23 persen penjualan mainan di Inggris adalah orang dewasa yang membeli untuk dirinya sendiri. Artinya hampir satu dari lima orang pembeli mainan adalah orang dewasa untuk kebutuhannya.

Direktur divisi Mainan Inggris Raya Circana, Melissa Symonds menyebut manfaat mainan bagi orang dewasa untuk menghadapi stres dan kecemasan. Mainan juga menghadirkan cara yang menyenangkan dan terapeutik.

“Dengan memanfaatkan ekonomi berlandaskan kegembiraan, mainan semakin dikenal karena manfaatnya yang positif bagi kesehatan mental karena memicu nostalgia dan membawa pelarian dari kekacauan global ke dalam kehidupan konsumen,” ujarnya.

Secara keseluruhan, Circana juga melaporkan kinerja penjualan mainan tahun 2024 di 12 pasar global (G12); Australia, Belgia, Brasil, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Meksiko, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat. Secara global terjadi penurunan sebesar 0,6 persen pada tahun 2024 dibandingkan dengan 2023.

Pokémon mempertahankan posisinya sebagai merek mainan terlaris secara global, diikuti oleh nama-nama klasik seperti Barbie, Marvel Universe, Hot Wheels, dan Star Wars. Juli Lennett, Penasihat Industri Mainan Circana di AS, menyebut pasar orang dewasa turut membantu penjualan industri mainan di tengah tekanan ekonomi global saat ini.

Hot Wheels

Hot Wheels. FOTO/modernprimary.top

“Angin pendorong seperti pertumbuhan pasar mainan dewasa membantu menyeimbangkan tekanan ekonomi seperti harga bahan pokok yang naik dan meningkatnya utang konsumen. Pada tahun 2025, saya perkirakan industri mainan akan bergerak dari stabilitas menuju kreativitas; ada jajaran film mainan yang sangat dinanti di 2025 dan 2026 yang akan merangsang pertumbuhan industri,” ujarnya dikutip dari situs resmi Circana

Tren ini juga pernah diidentifikasi di AS oleh The Toy Association. Dalam laporan yang bertajuk ‘Not Just for Kids’ pada awal tahun 2021, sudah mulai terlihat pergeseran membeli mainan oleh orang dewasa. Hasil survei terhadap lebih dari 2.000 orang tua di seluruh AS, menemukan 58 persen responden membeli mainan dan permainan, untuk diri mereka sendiri, bukan hanya untuk anak-anak mereka.

Merawat Memori Masa Kecil

Peneliti Psikologi Sosial Universitas Indonesia (UI), Wawan Kurniawan, menyebut fenomena orang dewasa membeli mainan anak-anak mencerminkan momen nostalgia kolektif, yang berfungsi sebagai alat regulasi emosi dan pelarian dari tekanan hidup modern. Fenomena ini juga menunjukkan pergeseran norma sosial tentang usia dan kesenangan.

Dalam perspektif psikologi sosial, hal ini berkaitan dengan rekonstruksi identitas dewasa. Individu dewasa meredefinisi peran sosialnya, melalui konsumsi simbolik yang dulunya eksklusif untuk anak-anak.

“Selain itu, tren ini diperkuat oleh media dan komunitas daring yang menciptakan norma baru dan rasa afiliasi, menjadikan mainan bukan hanya objek hiburan, tapi juga alat pembentukan makna, status, dan solidaritas sosial,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (16/5/2025).

Lebih jauh, ia menjelaskan ada beberapa faktor psikologis yang mendorong orang dewasa untuk membeli mainan anak-anak. Kombinasi nostalgia, regulasi emosi, dan rekonstruksi identitas diri masuk di dalamnya.

Mainan menghadirkan pengalaman emosional masa kecil yang hangat dan sederhana, menjadi bentuk self-soothing dalam menghadapi tekanan dan ketidakpastian hidup modern.

“Dalam kerangka psikologi sosial, perilaku ini mencerminkan bagaimana individu dewasa mereposisi makna ‘kedewasaan’, menjadikan konsumsi simbolik terhadap objek masa kecil sebagai cara untuk merayakan otentisitas diri,” ujarnya.

POKEMON TRADING CARD GAME

Sejumlah pengunjung bermain kartu The Pokémon Trading Card Game usai peluncuran Pokémon Trading Card Game di Grand Atrium Kota Kasablanca, Jakarta Kamis (8/8/2019). tirto.id/Andrey Gromico

Aktivitas ini juga memperlihatkan resistensi terhadap norma maskulinitas atau kedewasaan tradisional yang kaku, dan justru memilih jalan ekspresi yang lebih cair dan individualistik. Wawan menambahkan, tren ini diperkuat oleh dinamika sosial digital, di mana komunitas online memberikan ruang validasi dan legitimasi terhadap minat tersebut.

Kebutuhan akan afiliasi sosial terpenuhi lewat interaksi dengan sesama kolektor, penggemar, atau konten kreator yang memiliki ketertarikan serupa.

“Ini menciptakan jaringan sosial dan rasa memiliki, menjadikan mainan bukan hanya benda hiburan pribadi, tetapi juga alat membangun koneksi sosial dan status simbolik dalam ekosistem budaya populer saat ini.” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERMAINAN atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto