Menuju konten utama

Tim KLHS Minta Penambangan CAT Watuputih Dihentikan

Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) akhirnya merekomendasikan penghentian penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang berdampak pada berhentinya proyek PT Semen Indonesia di Rembang.

Tim KLHS Minta Penambangan CAT Watuputih Dihentikan
Foto areal pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, di Gunem, Rembang, Jawa Tengah, Rabu (22/3). Pabrik tersebut selain mendapat penolakan juga mendapat dukungan dari warga sekitar. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/ama/17.

tirto.id - Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) akhirnya merekomendasikan penghentian penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang berdampak pada berhentinya proyek PT Semen Indonesia di Rembang sampai ada keputusan lebih lanjut.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Bina Graha Kantor Staf Presiden, Rabu (12/4/2017).

Teten hadir di pertemuan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Rembang Abdul Hafidz, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Ego Syahria dan Tim Komunikasi Presiden yakni Johan Budi, Ari Dwipayana serta Sukardi Rinakit.

“Kami mendengarkan laporan tim KLHS, yang dibentuk pada 2 Agustus 2016 atas perintah Presiden Jokowi kepada KSP dan Kementerian LHK setelah Presiden menerima para penolak kegiatan penambangan di CAT Watuputih,” kata Teten.

Tim KLHS berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Siti Nurbaya sebagai Ketua Pengarah, dan ketuanya dijabat Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata lingkungan San Afri Awang. Guru besar Institut Pertanian Bogor Soeryo Adiwibowo menjabat koordinator Tim KLHS yang beranggotakan 15 ahli dari berbagai perguruan tinggi.

Soal KLHS ini, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki menyatakan bahwa kajian KLHS memang menjadi rujukan utama untuk proyek pabrik Semen Indonesia. Selain TIM KLHS, ada juga Tim Panel Pakar yang dibentuk Kantor Staf Presiden, diketuai Sudharto P. Hadi, mantan Rektor Universitas Diponegoro, beranggotakan 11 ahli dari berbagai disiplin keilmuan dan universitas. Dua tim ini bekerja sama selama sekitar tujuh bulan, dari Oktober 2016 - April 2017, untuk menyusun dan menguji kualitas KLHS.

Tentang konflik pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng, baca laporan investigasi Tirto:

Serbuan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Utara.

Teten memaparkan, proses KLHS pertama ini berlangsung tujuh bulan dan diperkaya dengan dinamika selama kajian di lapangan. Selanjutnya, akan ada KLHS kedua untuk seluruh wilayah Pegunungan Kendeng yang melintasi tujuh kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“KLHS ini akan jadi rujukan Kementerian ESDM untuk lakukan penelitian lebih lanjut terhadap kegiatan penambangan di wilayah Kendeng,” ujar Teten.

Ditegaskan Teten, KLHS ini tidak hanya menyangkut mengenai kegiatan PT Semen Indonesia, tapi juga terkait 21 Izin Usaha Pertambangan (IUP) lain.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Gubernur Ganjar sudah meneken Surat Keputusan No. 660.1/30 tahun 2016 tentang izin lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Ganjar meneken izin itu pada 9 November 2016, sesudah warga memenangkan gugatan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.

Namun tekanan publik dan perlawanan yang intens dari para petani yang didukung banyak kelompok masyarakat sipil tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi setelah salah seorang pemrotes, Patmi, meninggal pada 21 Maret lalu karena serangan jantung setelah mengikuti aksi protes dengan mengecor kaki di depan Istana Merdeka Jakarta.

Pada 26 Maret lalu, Ganjar sudah mengatakan bahwa operasional PT Semen Indonesia dihentikan sementara waktu untuk menunggu hasil KLHS ini.

“Dengan keputusan ini, PT Semen Indonesia harus mengikuti,” kata Ganjar.

Baca juga artikel terkait KONFLIK SEMEN REMBANG atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri