tirto.id - Tersangka kasus e-KTP Markus Nari mengaku tidak mengenal Irvanto Hendra Pambudi alias IHP, keponakan Setya Novanto yang juga telah ditetapkan tersangka dalam kasus yang sama.
Markus mengaku hanya tahu Irvanto semasa dirinya sering hadir dalam acara Partai Golkar. Hal itu diungkapkannya usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka Masagung (MOM) di KPK, Selasa (5/6/2018).
"Saya baru-baru terakhir saja dikasih tahu kalau itu namanya tapi saya enggak kenal kan," ucap Markus Nari.
Ia juga mengatakan tak tahu kalau Irvanto adalah keponakan Setya Novanto.
Saat menjabat sebagai anggota DPR RI Komisi II Fraksi Golkar, Markus pun mengaku tidak pernah melihat bahkan bertemu dengan tersangka Irvanto sehingga tidak mungkin dirinya menerima aliran dana korupsi e-KTP dari Irvanto.
"Enggak ada buktinya enggak ada ini," kata Markus.
Hal serupa juga dikatakan oleh anggota DPR RI Komisi VI Fraksi PAN Teguh Juwarno.
"Saya tidak kenal tidak pernah berurusan tidak berhubungan," ucap Teguh usai diperiksa KPK pada Selasa (5/6/2018).
KPK pada hari ini memeriksa para anggota dan mantan anggota DPR RI sebagai saksi kasus e-KTP dengan tersangka IHP dan MOM. Salah satu saksi yang dipanggil adalah Markus Nari yang telah ditetapkan tersangka kasus e-KTP pada 2 Mei 2017.
Markus selaku anggota DPR RI periode 2014-2019 diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap tersangka Miryam S Haryani (MSH) dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus e-KTP.
Atas perbuatan tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Dipna Videlia Putsanra