tirto.id - Tensi perang dagang tampak mereda usai Amerika Serikat-Cina membubuhkan sejumlah kesepakatan pada Konferensti Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Jepang.
Presiden AS Donald Trump berjanji untuk sementara tidak menaikkan tarif tambahan bagi produk impor dari Cina meskipun tidak menghapus pengenaan tarif yang sudah terlanjur diberlakukan.
Bersamaan dengan itu, AS juga ingin mengizinkan perusahaan AS untuk kembali menjual produknya kepada Huawei.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah masih harus mewaspadai perkembangannya, sebab sejumlah efek dari kesepakatan ini sifatnya temporer. Ia memperkirakan perang dagang masih memiliki risiko eskalasi sampai 2020 nanti.
“Ini bisa meredakan tensi, tapi sifatnya temporer. Perang dagang masih berisiko mengalami eskalasi,” ucap Bhima saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (1/7/2019).
Bhima menjelaskan, saat ini pokok masalah utama adalah bea tarif masuk. Persoalannya, pembahasan kesepakatan ini masih cukup alot apalagi Trump mengatakan masih ada potensi AS untuk tetap melanjutkan kenaikan bea masuk dan pajak yang jumlahnya mencapai 350 miliar dolar AS.
“Pembahasan tarif bea masuk masih cukup alot. Pembahasan yang lebih detail masih ditunggu investor,” ucap Bhima.
Selain itu, Bhima juga memprediksi pemilihan presiden AS tahun 2020 nanti juga menjadi faktor yang bisa membuat perang dagang tak kunjung mereda.
Ia menyebutkan, Trump masih akan memainkan strategi politiknya menjelang pilpres nanti. Belum lagi, Cina sendiri masih mengambil posisi bertahan dari berbagai kebijakan yang diterapkan AS.
“Ini bisa menyulitkan AS untuk menghasilkan kesepakatan yang win-win solution,” tukas Bhima.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno