tirto.id - Sejarawan JJ Rizal dan Komunitas Sejarah Depok memberikan tanggapan atas pernyataan Juru Bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Husain Abdullah yang mempertanyakan perhatian sejarawan terhadap Rumah Cimanggis bertepatan dengan pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Disebutkan di pemberitaan beberapa media, Husain mengatakan Rumah Cimanggis sebelumnya kurang mendapatkan perhatian dari para sejarawan. Belakangan, setelah akan dihancurkan untuk pembangunan UIII mendadak banyak sejarawan yang meminta pemerintah mempertahankannya.
Menanggapi pernyataan itu, anggota Komunitas Sejarah Depok, Ratu Farah Diba mengatakan upaya pelestarian Rumah Cimanggis sudah dimulai sejak 2011.
“Kami sebutkan itu di petisi Selamatkan Situs Sejarah Rumah Cimanggis Depok Abad 18 yang umumkan Komunitas Sejarah Depok di Change.Org (23 Desember 2017) dan siaran pers Jalan dan Gowes Bareng #SelamatkanRumahCimanggis (7 Januari 2018),” jelasnya melalui rilis yang diterima Tirto, Sabtu (20/1/2018).
Selain itu, dikatakan Ratu, pihaknya juga berupaya mendaftarkan Rumah Cimanggis ke kantor BPCB (Badan Pelestari Cagar Budaya) Serang yang mendapat No. 007.02.24.04.11. Pendaftaran ini tindak lanjut dari aktivitas menginventarisasi situs sejarah di Depok yang sudah dilakukan pada 2012.
“Jadi tujuh tahun lebih sebelum heboh UIII, kami para sejarawan dan masyarakat Depok tentu tidak perlu repot melakukan upaya-upaya mendaftarkan situs sejarah jika pemerintah menjalankan amanah UU Cagar Budaya,” tegasnya.
Seperti dijelaskan di UU Cagar Budaya No. 10 tahun 2011, yaitu “bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya”.
Hal lain yang diklarifikasi terkait dengan Husain yang mempertanyakan mengapa baru sekarang saat akan dibangun pusat peradaban Islam (UIII) barulah Rumah Cimanggis diributkan. Salah satu anggota Komunitas Sejarah Depok, Heri Syaefudin, mengatakan warga Depok justru bertanya-tanya tanpa ada sosialisasi lalu tiba-tiba ada rencana pembangunan UIII.
Menurut Heri, dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Depok, wilayah RRI itu adalah ruang terbuka hijau. “Ini (RTH) diperlukan sekali oleh Depok untuk memenuhi 30 persen kewajiban RTH yang saat itu baru bisa dipenuhi 9 persen RTH publik. Sekaligus bisa difungsikan sebagai kawasan resapan yang menahan run off jika musim hujan tiba dan dengan demikian mengurangi kemungkinan banjir ke Jakarta,” jelasnya.
Sejarawan JJ Rizal menambahkan gerakan #SelamatkanRumahCimanggis lebih konsentrasi pada soal bagaimana agar situs sejarah itu selamat, bukan pada upaya menolak keberadaan UIII.
“Sebab bagi kami tidak perlu membenturkan apalagi mempertentangkan atau malah menghilangkan antara dua hal yang sebenarnya sama fungsinya, yaitu medium pendidikan. Seperti juga universitas, bagi kami “situs sejarah” juga medium pendidikan,” jelasnya.
JJ Rizal juga memperjelas soal konteks sejarah Adriana sebagai istri kedua Gubernur Jenderal VOC Petrus Albertus van der Parra yang disangsikan oleh Jubri JK, Husain Abdullah. Dari literatur mengenai sejarah Batavia, JJ Rizal menjelaskan pada abad ke-18, terutama pasca tahun 1730-an, banyak pejabat kaya yang menepi ke luar kota benteng Batavia dengan sengaja. "Niatnya untuk mencari lingkungan yang lebih sehat, jadi bukan dibuang atau dikucilkan," ujarnya.
Ia menambahkan Adriana dan van der Parra pun tidak tiap hari di Rumah Cimanggis sebab itu rumah peristirahatan atau landgoed. Namun, biasanya seminggu dua kali mereka datang. "Plesiran sambil periksa kebun dan pasarnya di Cimanggis. Sisanya tinggal di istananya—bukan istana Bogor—melainkan istana mereka sendiri yang jauh lebih mewah di Weltevreden sekitar Senen kini," pungkasnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri