tirto.id - Tanggal 20 Mei setiap tahunnya memiliki makna penting, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Di Indonesia, tanggal ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), sementara dunia internasional memperingatinya sebagai World Bee Day atau Hari Lebah Sedunia.
Kedua peringatan ini mengusung nilai yang sangat penting, yakni kebangkitan semangat nasionalisme dan pelestarian lingkungan.
Hari Kebangkitan Nasional
Hari Kebangkitan Nasional ditetapkan setiap 20 Mei untuk memperingati berdirinya Boedi Oetomo (BO) pada tanggal yang sama di tahun 1908. Organisasi ini menjadi pelopor pergerakan nasional yang sebelumnya bersifat kedaerahan menjadi bersatu demi tujuan kemerdekaan Indonesia.
Boedi Oetomo yang didirikan oleh pelajar-pelajar STOVIA, termasuk tokoh Dr. Soetomo, merupakan organisasi sosial, ekonomi, dan kebudayaan, yang tidak berpolitik. BO yang lahir dari gedung asrama mahasiswa STOVIA lebih banyak mendiskusikan persoalan nasionalisme priayi Jawa dan persoalan adat kolot mereka.
Namun, dampaknya sangat besar dalam membangkitkan kesadaran nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. Presiden Soekarno menetapkan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional pada tahun 1948, saat Indonesia tengah menghadapi ancaman disintegrasi.
Penetapan ini kemudian dikuatkan melalui Keppres No. 1 Tahun 1985 untuk menumbuhkan rasa bangga, semangat persatuan, dan cinta tanah air di seluruh lapisan masyarakat. Latar belakang Harkitnas tentu saja berkaitan erat dengan Budi Utomo.
Budi Utomo 1908-1918 sebenarnya merupakan perkumpulan cendekiawan Jawa dan memiliki ikatan kuat dengan kebudayaan Jawa (B.J.O. Schrieke seperti dikutip Akira Nagazumi dalam Bangkitnya Nasionalisme Indonesia hlm. 230-231)
Beberapa faktor penting yang mendorong Kebangkitan Nasional antara lain penderitaan akibat penjajahan, kesadaran pentingnya pendidikan, pengaruh pergerakan nasional di luar negeri, serta munculnya media massa dan organisasi kepemudaan.
Hari Lebah Dunia
Tak hanya di Indonesia, tanggal 20 Mei juga diperingati secara global sebagai World Bee Day oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dunia akan pentingnya lebah dan penyerbuk lainnya dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan ketahanan pangan.
Lebah bertanggung jawab atas penyerbukan 75% tanaman pangan dunia, termasuk buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Namun, populasi lebah terus menurun akibat perubahan iklim, penggunaan pestisida, dan hilangnya habitat alami mereka.
Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya penyerbuk, ancaman yang mereka hadapi, dan kontribusinya terhadap pembangunan berkelanjutan, PBB menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Lebah Sedunia.
Tahun ini, tema World Bee Day adalah "Bee Inspired by Nature to Nourish Us All", yang menekankan peran penting lebah dalam mendukung sistem pangan global yang berkelanjutan dan menjaga keanekaragaman hayati.
Dilansir dari laman resmi United Nations, dalam rangka memperingati Hari Lebah Sedunia, ada sejumlah aktivitas yang bisa dilakukan, antara lain:
- Menanam bunga lokal yang mekar di berbagai musim.
- Menghindari pestisida di taman.
- Membeli madu lokal dari peternak lebah.
- Menyediakan air untuk lebah.
Jadi, tanggal 20 Mei bukan sekadar hari biasa. Di Indonesia menjadi simbol kebangkitan bangsa. Sedangkan di dunia menjadi peringatan penting untuk menyelamatkan lebah yang menjaga masa depan pangan dan planet kita.
Hari Bakti Dokter Indonesia
Peringatan Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) Tahun 2025 mengusung tema "Dokter Berbakti Untuk Negeri". Tema ini memiliki makna mendalam mengenai kontribusi dokter Indonesia dalam melayani masyarakat dan membangun bangsa.
Peringatan HBDI 2025 bertujuan untuk menghormati peran para dokter kaitannya dengan perjuangan kebangkitan nasional, khususnya sejak berdiri organisasi Budi Utomo pada tahun 1908.
Dikutip dari situs Ikatan Dokter Indonesia, terdapat sejumlah rangkaian kegiatan dalam rangka Hari Bakti Dokter Indonesia yang ke-117. Dengan puncak acara akan dilaksanakan pada Minggu, 29 Juni 2025 di Bundaran HI, Gelora Bung Karno (GBK), dan Monas.
Penulis: Lita Candra
Editor: Indyra Yasmin