Menuju konten utama

Tak Ada Nagabonar di Sukamulya

Nagabonar bersikeras menolak perkebunan miliknya dijual untuk membangun proyek resort. Tapi "Sang Nagabonar" telah berubah. Ia tak mampir di Sukamulya.

Tak Ada Nagabonar di Sukamulya
Ratusan polisi dikerahkan untuk mengamankan pembebasan lahan terkait rencana pembangunana Bandara Internasional Jawa Barat (BIBJ) di Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka, Kamis (17/11). FOTO/Jaja

tirto.id - Bonaga seorang pengusaha muda menunjukan peta kepada bapaknya, Jendral Nagabonar, seorang veteran pejuang kemerdekaan. Peta itu adalah peta perkebunan milik bapaknya. Perkebunan itu diincar investor luar negeri untuk dijadikan resort.

“Kau bilang buat apa tadi?” tanya Nagabonar.

“Resort. Nanti akan ada hotelnya, rumah, lapangan olahraganya. Nanti orang-orang yang menginap di sana, para turis itu akan berdarma wisata ke desa-desa. Nah, orang-orang desa itu nanti akan mendapatkan penghasilan dari para turis itu. Nah satu lagi pak, pohon kepala sawit kita itu kan sudah tua, sudah tidak produktif, iya kan? Itu akan kita biarkan saja sebagai hiasan,” terang Bonaga.

“Bonaga, pohon kelapa sawit itu kutanam dengan tanganku sendiri di tanah nenekmu, dan di sana itu ada kuburan makmu, nenekmu, dan pamanmu si Bujang yang bengak itu. Sudah ku bilang jangan bertempur, dia bertempur juga, sekarang mati dia, dimakan cacing dia. Lupa kau Bonaga?” bentak Nagabonar.

“Itulah yang membuat aku bingung,” kata Bonaga sambil menggaruk kepala.

“Tidak perlu bingung, kau bilang saja tidak!” tegas Nagabonar setengah berteriak.

Adegan di atas berasal dari film Nagabonar Jadi 2 yang dirilis pada 2007. Film itu bercerita tentang konflik antara bapak dan anak. Sang bapak, Nagabonar, diperankan Deddy Mizwar. Si anak, Bonaga, diperankan Tora Sudiro.

Konflik dimulai ketika Bonaga mendapatkan peluang proyek pembangunan resort di perkebunan milik bapaknya. Di tanah itu juga ada makam ibu, nenek dan pamannya. Bonaga bermaksud membujuk bapaknya agar mau menjual kebun untuk proyek tersebut. Tanpa kompromi, Nagabonar menolak!

Film bergerak dalam kerangka usaha Bonaga membujuk bapaknya. Humor gelap, ironi dan satire, melela di sekujur film. Terutama ketika Nagabonar diboyong Bonaga ke Jakarta. Sang veteran tidak menikmati kehidupan serba lengkap dan mewah yang disediakan anaknya. Jakarta, juga modernisasi, membuat Nagabonar gelagapan. Ia masih hidup di zaman lampau, dihantui kenangan yang liat dengan masa perjuangan kemerdekaan, sehingga masa kini terasa begitu sulit ia mengerti.

Sosok Nagabonar sangat baik diperankan oleh Deddy yang kini menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat. Peran ini memang sudah melekat kental pada politikus yang naik menjadi orang kedua di Jawa Barat karena diusung Partai Keadilan Sejahtera. Dia pula yang memerankan sosok Nagabonar dalam film berjudul sama yang rilis pada 1987.

Saat rilis pada 1987, Nagabonar berhasil meraih popularitas yang tinggi. Laris di bioskop, digemari saat tayang di televisi. Enam penghargaan dalam Festival Film Indonesia 1987 semakin menabalkan pencapaian film Nagabonar. Hal yang sama juga diraih Nagabonar Jadi 2 yang didapuk sebagai film bioskop terbaik tahun 2007 oleh Festival Film Indonesia.

Nagabonar sendiri merupakan karakter rekaan yang ceritanya diambil dari sejarah lisan tentang perjuangan rakyat di Sumatera Utara pada masa revolusi kemerdekaan. Banyak yang percaya, “tulang rusuk” karakter Nagabonar berasal dari sosok Timur Pane, mantan pencopet yang berhasil mengumpulkan pasukan sendiri untuk mempertahankan republik.

Dalam semesta film Nagabonar, karakter itu digambarkan berwatak nasionalis, tegas, nekat dan dekat dengan rakyat kecil. Dalam film Nagabonar Jadi 2, tokoh utama bergaul dengan orang-orang kecil, seperti sopir bajaj dan anak-anak di pemukiman kumuh. Dia bahkan berkali-kali meminta anaknya untuk membuat lapangan sepak bola di kompleks perumahan yang akan dibangun Bonaga.

Sayangnya, Deddy Mizwar bukanlah Nagabonar. Ia hanya memerankan Nagabonar, memang bukan Nagabonar, dan sepertinya tak akan pernah menjadi Nagabonar. Alih-alih menentang investasi yang akan membabat lahan milik penduduk, sebagaimana terjadi pada Nagabonar Jadi 2, Deddy malah mendukung sepenuhnya pengambilalihan lahan milik rakyat untuk kepentingan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Majalengka.

Proses pengambilalihan lahan, atau dalam istilah yang sudah menjadi lazim: pembebasan lahan, tidak berjalan mulus. Salah satu kawasan yang warganya menolak menjual lahan sawahnya untuk pembangunan bandara adalah Desa Sukamulya. Ribuan petani Sukamulya menolak ganti rugi bukan karena alasan uangnya tidak cukup besar, melainkan karena mayoritas memang tidak bersedia meninggalkan sawah dan menanggalkan profesi sebagai petani.

Pembebasan lahan memang menjadi tanggungawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika pemerintah pusat bertanggungjawab dalam pembangunan sisi udara, maka sisi darat menjadi kewenangan Provinsi Jawa Barat.

Negosiasi yang alot, intimidasi aparat, dan birokrasi yang dianggap tidak berpihak pada petani membuat warga Sukamulya memutuskan terus bertahan. Puncaknya, dua hari lalu, pecah insiden kekerasan yang melibatkan aparat gabungan (TNI, Polri dan Satpol PP) dan warga Sukamulya. Insiden dipicu oleh proses pengukuran lahan secara sepihak.

Akibatnya belasan petani mengalami luka-luka dan delapan orang ditangkap polisi. Delapan petani yang ditangkap yakni Darman, Zainudin, Carsiman, Sudarman, Lamri, Torjo, Darmi dan Sunardi. Tiga petani ditetapkan sebagai tersangka yaitu Carsiman, Darni dan Sunardi.

Tak hanya itu, aparat juga mengepung desa. Warga harus bertahan di balai desa. Banyak perempuan, orang tua, anak-anak harus meninggalkan rumahnya. Pada malam pertama setelah pecah insiden, aparat menduduki rumah-rumah warga dengan duduk-duduk di teras rumah.

Pasca serangan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun banjir kecaman. Salah satunya datang dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA). Sekjen AGRA Mohamad Ali mengatakan semula warga yang menolak pengukuran melakukan aksi damai menolak pembebasan lahan.

"Kami meminta Pemprov dan Polda Jabar untuk menghentikan pengukuran lahan, dan menarik ribuan pasukan mereka dari Desa Sukamulya. Militer tak boleh mencampuri persoalan konflik agraria," tegas Ali, dikutip tribunnews.com.

INFOGRAFIK Penolakan Bandara Internsaional Jawa Barat

Namun apa yang dilakukan sang “Nagabonar” melihat insiden di Sukamulya?

Sejauh ini belum terlihat isak tangis Deddy terkait beredarnya banyak foto dan video insiden Sukamulya, seperti yang terjadi saat ia menemui para demonstran terkait isu penistaan agama di Gedung Sate (18/11/2016). Alih-alih membela, sebagai orang nomor dua di Jawa Barat Deddy justru menuding para petani yang ditangkap adalah pembuat onar.

"Perusuh sudah diamankan. Mereka membuat senjata tajam, yang berniat untuk merusak harus diamankan. Agar tidak jatuh korban, baik dari kepolisian atau masyarakat," kata Deddy dikutip dari JPNN.com.

Tidak hanya itu, Deddy pun menuding ada aktor intelektual yang menghasut warga untuk tidak menjual tanah mereka untuk pentingan pembangunan bandara. Pasca insiden itu Deddy justru lebih gencar menggejot pemerintah agar segera menyelesaikan proses pembebasan lahan.

Pemerintah menargetkan proses pembebasan lahan harus selesai tahun. Diharapkan dengan selesainya proses pembebasan tanah pada 2016, pencairan dana pembangunan bisa dilaksanakan pada 2017 mendatang.

Percepatan proses pembebasan lahan ini ditengarai terkait dengan investor yang akan masuk ke PT BIJB selaku BUMD yang memegang proyek tersebut. Sebelum ada kepastian pembebasan lahan, investor tidak mau mengambil resiko untuk langsung melakukan tanda tangan kerjasama.

Perusahaan asal Cina, Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC) dan China Fortune Land Development (CFLD) sempat disebut berminat menanamkan modal dalam proyek tersebut. Namun sampai saat ini belum diketahui kepastian kerjasama antara PT BIJB dengan perusahaan tersebut.

Deddy Mizwar sendiri dalam beberapa kesempatan secara terbuka mengakui mengarahkan para investor Cina untuk menanamkan uangnya dalam proyek pembangunan bandara di Kertajati ini. "Mereka tertarik investasi, jadi kami langsung arahkan ke Bandara Kertajati, tapi kami minta serius. Dari pada ngawang-ngawang banyak perusahaan Cina yang ke sini (baca: Jawa Barat) gak jadi apa-apa juga, langsung kita arahkan (ke bandara Kertajati)," kata Deddy, seperti dikutip oleh Bisnis Indonesia.

Tentu tidak banyak yang bisa diharapkan dari Deddy Mizwar. Bagaimana pun juga Deddy hanya memerankan Nagabonar, semata aktor. Orang-orang yang telanjur percaya pada peran Deddy yang sangat menjiwai Nagabonar, yang sangat nasionalis dan membela rakyat kecil, mesti menyaksikan kenyataan yang lain: Nagabonar yang berani mempertahankan lahan perkebunan rakyat hanyalah cerita dalam film Nagabonar Jadi 2.

Tidak ada Nagabonar di Sukamulya. Apa kata dunia!

Baca juga artikel terkait BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Hukum
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Zen RS