tirto.id - Bank Indonesia (BI) memperkirakan terjadi inflasi sebesar 0,44 persen pada minggu ketiga Desember 2022 secara bulanan atau month to month (mom). Proyeksi itu didasari hasil survei pemantauan harga dilakukan bank sentral secara mingguan.
"Perkembangan harga sampai dengan minggu ketiga Desember 2022 diperkirakan terjadi inflasi sebesar 0,44 persen (mtm)," ujar Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, Sabtu (7/12/2022).
Erwin menuturkan komoditas utama penyumbang inflasi Desember 2022 sampai dengan minggu ketiga yaitu telur ayam ras sebesar 0,08 persen (mtm). Diikuti beras, tomat dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,03 persen (mtm).
Kemudian cabai rawit, daging ayam ras, minyak goring, dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm), serta kangkung, tarif air minum PAM, bensin, dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).
Sementara itu, sejumlah komoditas yang menyumbang deflasi pada periode ini yaitu cabai merah dan bawang merah masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm).
"Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait dan terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," kata Erwin.
Sebelumnya, Presiden Peternak Layer Indonesia, Ki Musbar Mesdi mengungkapkan beberapa penyebab harga telur meningkat belakangan ini. Pertama akibat harga acuan diatur untuk daging dan telur dinaikan dari dasar awal Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
"Pada tahun 2022 agak khusus (kenaikannya), karena pertama untuk daging dan telur harganya dinaikan 14,76 persen dari basic awal Permendag 07 tahun 2020," kata Mesdi kepada Tirto, Jumat (16/12/2022).
Mesdi mengatakan faktor kedua adalah krisis geopolitik dunia yang berdampak dalam kondisi dalam negeri. Kondisi tersebut berdampak keada tingkat inflasi akibat kenaikan beberapa harga komoditas.
"Mau bagaimana lagi jadinya hantaman yang terjadi saat ini berbeda dengan kondisi tahun 2018 - 2019," jelasnya.
Ditambah lagi, kata dia, kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Biosolar dan Pertalite pada awal September lalu. Kebijakan tersebut membuat ongkos logistik beberapa komoditas pangan terkerek naik.
"Nah ini yang menambah beban transportation an logistic cost di sektor hilirnya. Dan dampak ini juga berpengaruh pula ke sektor beras dan harga bibit dan pupuknya," kata dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan