Menuju konten utama

"Surat Tuhan" Albert Einstein Terjual Rp41 Miliar: Apa Isinya?

Surat tulisan tangan fisikawan Albert Einstein pada 1954 yang dikenal sebagai "Surat Tuhan" laku terjual sekitar 41 miliar rupiah.

Ini file foto Juni 1954, portait fisikawan terkenal Albert Einstein di Princeton. Menurut Einstein, perselingkuhan teman seorang teman bukanlah masalah besar. Ini dan refleksi lainnya, termasuk pendapat pribadi tentang Tuhan dan politik, terkandung dalam 27 surat yang ditawarkan oleh seorang kolektor pribadi di lelang minggu ini. AP PHOTO

tirto.id - Berjudul "Pilih Hidup: Panggilan Alkitab untuk memberontak" "Kata Tuhan bagi saya tak lebih sekadar ungkapan dan produk kelemahan manusia, [sementara] Alkitab adalah sekumpulan kisah-kisah mulia, tapi masih primitif dan sangat kekanak-kanakan," tulis fisikawan besar abad ke-20, Albert Einstein.

Pernyataan itu muncul dalam tulisan tangan Einstein pada 1954 yang kemudian dikenal sebagai "Surat Tuhan".

Pada Selasa (4/12) surat asli buah tangan ilmuwan besar yang mengembangkan teori relativitas dan memenangkan Nobel Fisika itu laku 2,9 juta dolar AS atau senilai sekitar Rp41 miliar di rumah lelang Christie's New York, AS. Sang pembeli tak mau identitasnya dipublikasikan.

Bukan kali pertama surat Einstein yang berbahasa Jerman itu terjual. Saat pertama kali muncul ke publik pada 2008, surat tersebut laku sekitar 404 ribu dolar AS dalam sebuah lelang di London, Inggris, pada tahun yang sama.

Dalam surat tersebut, Einstein tidak cuma menyinggung soal Tuhan dan kitab suci. Ia juga menyinggung identitas etnisnya sebagai seorang Yahudi. Meski ia bangga menjadi seorang Yahudi, namun Yudaisme yang diklaim murni sebenarnya tak ada bedanya dengan agama lain; sama-sama wujud dari takhayul primitif. Menurut Einstein, orang Yahudi tidak berbeda dengan manusia lainnya dan tak bisa disebut sebagai "bangsa pilihan".

Tapi, apa maksud dan konteks surat tersebut? Kepada siapa "Surat Tuhan" ditujukan?

Infografik Mozaik Albert Einstein

Tanggapan Einstein untuk Gutkind

"Surat Tuhan" ditulis untuk menanggapi sebuah buku berjudul Choose Life: The Biblical Call to Revolt karya filsuf Yahudi-Jerman bernama Eric Gutkind (1877–1965)

Menurut ulasan di majalah Commentary yang ditulis Emil L. Fackenhei, buku Gutkind menyinggung 'superioritas' bangsa Yahudi. Gutkind mengatakan jiwa orang Yahudi sempurna secara intelektual dan spiritual. Untuk memperkuat klaimnya itu, nama Einstein dicomot sebagai contoh superioritas intelektual orang Yahudi.

Namun, rupanya Einstein tidak senang dan akhirnya menulis surat untuk memaparkan keberatan-keberatannya terhadap klaim Gutkind.

"Orang Yahudi adalah satu-satunya kelompok di mana dia (Einstein) masih merasa sebagai anggota," kata Diana L. Kormos-Buchwald, profesor sejarah di California Institute of Technology dan direktur Einstein Papers Project. "Tapi, dia seperti itu karena dilahirkan sebagai orang Yahudi, bukan lantaran menganggap orang Yahudi sebagai bangsa terpilih," jelas Kormos-Buchwald kepada The New York Times.

Lewat "Surat Tuhan", Einstein hendak bilang kepada Gutkind bahwa ia tidak sepemikiran dengannya dan tak menyukai klaim-klaim sang filsuf meski Choose Life: The Biblical Call to Revolt menyebut nama Einstein 11 kali dan mengusungnya sebagai fisikawan maha hebat.

Surat tersebut nampaknya juga menggambarkan pandangan final Einstein tentang agama dan Tuhan. Setahun setelah surat itu ditulis, Einstein menghembuskan nafas pada 18 April 1955 di Princeton, New Jersey, AS.

Dari kehidupan Einstein sebagai ilmuwan yang paling berpengaruh di abad ke-20, hal yang sering membuat publik penasaran adalah pandangannya sang fisikawan soal Tuhan dan agama. Tak sedikit orang yang menanyakannya langsung pada Einstein.

Biografi Einstein: A Life (1996) karya Denis Brian mencatat bahwa Einstein sempat jadi anak saleh hingga usianya menyentuh 13 tahun. Tepat di usia remaja tanggung itulah Einstein merasa telah diperdaya untuk mempercayai kebohongan, dilansir dari The Guardian.

Saat ditanyai tentang Tuhan, Einstein berkelakar bahwa ia mengimani "Tuhannya Spinoza", merujuk pada Baruch Spinoza (1632-1677), filsuf yahudi Portugal yang tinggal di Belanda. Bagi Einstein, "Tuhannya Spinoza" adalah sosok yang menyingkap dirinya selaras dengan dunia" alih-alih "Tuhan yang selalu gelisah dengan nasib dan perbuatan manusia.

Spinoza dikenal sebagai salah satu pelopor filsafat rasionalis pada abad ke-16. Karya-karyanya masuk dalam daftar buku terlarang Gereja Katolik, khususnya karena ia dituduh menyebarkan ateisme.

Dilansir dari Big Think, Einstein tampaknya terpesona pada panteisme Spinoza. Panteisme adalah gagasan yang menempatkan Tuhan sebagai sesuatu yang identik dengan alam semesta. Posisi Tuhan dalam hal ini impersonal dan tidak tertarik pada urusan manusia. Kebahagiaan manusia lahir dari pemahaman akan alam semesta alih-alih dari doa pada Tuhan.

Einstein pernah bilang bahwa ia bukan seorang ateis. Pada kesempatan lain, Einstein mengatakan ateis fanatik sama intolerannya dengan kaum fundamentalis agama.

Menurut Rebecca Newberger Goldstein, pengajar filsafat dan penulis buku Plato at the Googleplex: Why Philosophy Won’t Go Away (2014), apa yang dikatakan Einstein tentang Tuhan lazim diungkapkan fisikawan.

"Banyak fisikawan melakukan ini. Pernyataan seperti itu membuat orang berpikir bahwa para fisikawan ini adalah orang yang percaya pada Tuhan. Ini sekadar perumpamaan kebenaran absolut," ujar Goldstein kepada New York Times.

Hingga 2008, "Surat Tuhan" rupanya ada di tangan ahli waris Gutkind.

Baca juga artikel terkait FISIKAWAN atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Mild report
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf