tirto.id - Kementerian Perhubungan memutuskan memberikan subsidi tarif untuk Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodebek. Hal tersebut dilakukan demi menarik minat masyarakat agar lebih menggunakan transportasi umum.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota MTI Pusat, Aditya Dwi Laksana menilai, tarif LRT yang disubsidi masih terbilang mahal apabila dibandingkan dengan transportasi umum lain dengan rute yang sama.
"Tarif LRT Jabodebek tergolong lebih tinggi bila dibandingkan dengan angkutan massal lain yang lebih dulu ada seperti BRT Transjakarta, KRL Commuter Line, MRT Jakarta, LRT Jakarta, bisa jadi karena kecanggihan teknologi yang digunakan serta karena hadir belakangan dengan biaya yang relatif lebih tinggi," ucap Aditya saat dihubungi Tirto, Jakarta, Senin (21/8/2023).
Ada berbagai cara mengajak masyarakat menggunakan LRT Jabodebek. Pertama, menentukan tarif tetap selama 5 tahun. Hal ini dilakukan agar LRT bisa membentuk pasarnya dan juga ketika ada kenaikan harga bahan bakar, para pengguna LRT tidak langsung berpaling ke transportasi pribadi.
"Tarif dipertahankan setidaknya selama 5 tahun ke depan tidak mengalami penyesuaian, ini penting untuk bisa membentuk pasar pengguna yang stabil, sehingga ketika ada kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) ataupun kenaikan harga BBM, membuat pengguna tidak berpaling dari LRT Jabodebek," jelasnya.
Langkah selanjutnya adalah, tarif LRT tidak berdiri sendiri dalam konteks biaya perjalanan masyarakat. Jadi, perlu adanya dukungan dari tarif yang murah seperti, tarif yang terjangkau untuk angkutan umum menuju stasiun LRT dan juga pengembangan lainnya seperti fasilitas parkir.
"Tarif LRT tidak berdiri sendiri dalam konteks biaya perjalanan masyarakat, jadi harus didukung juga dengan tarif yang terjangkau untuk angkutan umum menuju stasiun LRT dan tarif di area parkir perpindahan moda (park and ride) yang terjangkau dan diterapkan secara tetap (flat) selama beberapa jam," bebernya.
Ke depan, tarif LRT Jabodebek diharapkan bisa lebih terintegrasi seperti program pemerintah yaitu Jaklingko. Pengintegrasian tersebut dilakukan agar biaya perjalanan masyarakat menjadi lebih ekonomis bila beralih moda pada sistem transportasi Jaklingko.
"Secara umum, saya melihat tarif LRT Jabodebek ini masih wajar bila dibandingkan dengan besarnya biaya dan waktu yang diperlukan bila menggunakan angkutan jalan ataupun transportasi pribadi dari Bekasi dan Cibubur ke pusat kota Jakarta," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan telah merumuskan pemberian subsidi tarif Lintas Raya Terpadu atau LRT Jabodebek. Perumusan ini telah memperhatikan daya beli masyarakat serta untuk mendorong minat publik beralih ke angkutan massal.
Formulasi perhitungan tarif LRT Jabodebek telah tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Kereta Api Ringan (LRT) Terintegrasi Jabodebek (ditetapkan pada 8 Juni 2023).
Besaran tarif bersubsidi LRT Jabodebek juga telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 67 tahun 2023 tentang Tarif Angkutan Angkutan Orang dengan Kereta Api Ringan (LRT) Terintegrasi Jabodebek untuk melaksanakan kewajiban pelayanan publik yang ditetapkan pada 14 Juli 2023.
Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, pemerintah menetapkan tarif LRT melalui Public Service Obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik, dengan membiayai selisih dari biaya yang diusulkan oleh operator LRT Jabodebek, agar biayanya lebih terjangkau bagi masyarakat banyak.
"Perumusan itu telah memerhatikan kemampuan atau daya beli masyarakat serta untuk mendorong minat masyarakat untuk beralih ke angkutan massal," kata Risal dalam pernyataan resminya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (19/8/2023).
Sejumlah kajian dilakukan dalam penghitungan tarif tersebut di antaranya kemampuan untuk membayar, kemauan untuk membayar, berapa tarif moda transportasi lainnya sebagai pembanding, dan berapa biaya operasional yang dikeluarkan oleh operator.
Menurut Risal, dari hasil kajian tersebut, ditetapkan bahwa besaran tarif LRT Jabodebek yaitu Rp5 ribu untuk 1 km pertama dan Rp700 untuk km selanjutnya. Tarif itu berdasar Keputusan Menhub Nomor 67 tahun 2023.
Risal lantas mencontohkan perbandingan tarif usulan dari operator (belum disubsidi) dengan tarif bersubsidi di beberapa rute, yaitu: untuk rute Stasiun Dukuh Atas-Jatimulya sepanjang ± 28 km, tarif usulan operator sebesar Rp37.268, sementara tarif bersubsidinya yaitu sebesar Rp23.900 (PSO sebesar 36%).
Kemudian, untuk rute Stasiun Dukuh Atas-Harjamukti sepanjang ± 25 km, tarif usulan dari operator sebesar Rp33.275, sementara tarif bersubsidinya sebesar Rp21.800 (PSO sebesar 34%).
Selanjutnya, untuk rute Stasiun Harjamukti-Jatimulya sepanjang ± 33 km, tarif usulan operator sebesar Rp43.923, sementara tarif bersubsidinya sebesar Rp27.400.
Beberapa rute dengan tarif bersubsidi lainnya di antaranya, Stasiun Dukuh Atas-Stasiun Cawang sepanjang ± 10 km (tarif Rp11.300), Stasiun Dukuh Atas-Stasiun Halim sepanjang ± 13 km (tarif Rp13.400), Stasiun Harjamukti-Stasiun Cawang sepanjang ± 15 km (tarif Rp14.800), Stasiun Harjamukti-Stasiun Halim sepanjang ± 19 km (tarif Rp17.600), Stasiun Jatimulya-Stasiun Cawang sepanjang ± 18 km (tarif Rp16.900), Stasiun Jatimulya-Stasiun Halim sepanjang ± 15 km (tarif Rp14.800), dan Stasiun Cawang-Stasiun Halim sepanjang ± 4 km (tarif Rp7.100).
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang