tirto.id - Kecelakaan Bus Trans Putera Fajar terjadi di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat menewaskan 11 murid dan guru SMK Lingga Kencana Depok, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) malam. Kecelakaan bus yang menimpa rombongan pelajar bukan kali ini saja terjadi.
Pada 9 Januari 2024, bus karyawisata pelajar yang ditumpangi rombongan siswa SMAN 1 Sidoarjo mengalami kecelakaan di Tol Solo-Ngawi, Jawa Timur. Insiden ini menewaskan dua orang dan menyebabkan tiga orang luka-luka.
Bus tertabrak oleh sebuah truk yang mengalami pecah ban dan terguling. Kecelakaan itu terjadi setelah para siswa usai melakukan kunjungan selama tiga hari kedua kampus di Yogyakarta, yakni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Seni Indonesia (ISI).
Insiden kecelakaan lain menimpa rombongan karyawisata SMPN 3 Mojosongo, Kabupaten Boyolali, pada 18 Oktober 2023. Salah satu bus rombongan mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Tol Trans Jawa di Desa Banaran Wetan, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk.
Rombongan sekolah itu hendak kembali ke Boyolali usai melakukan karyawisata ke Bali, dan bus menabrak truk. Sebanyak enam siswa dan satu guru yang mengalami luka ringan, sementara satu kernet bus dilaporkan tewas dan sopir menderita luka parah.
Kecelakaan yang memakan korban terbanyak pernah dialami oleh rombongan murid SMK Yayasan Pembina Generasi Muda (Yapemda), Berbah, Sleman DIY pada 8 Oktober 2003. Kejadian ini menewaskan 54 murid. Kecelakaan itu terjadi di Kawasan Banyuglugur, Situbondo, Jawa Timur, saat rombongan yang menggunakan tiga bus (AO Transport) akan kembali ke Yogyakarta.
"Polanya selalu sama. Terjadi pada saat akan menuju pulang," ujar pemerhati pendidikan dan transportasi, Darmaningtyas, Tirto, Selasa (14/5/2024).
Darmaningtyas menuturkan, kecelakaan yang terjadi diduga karena pengemudi sudah lelah sehingga kehilangan konsentrasi atau fokus. Kedua, rombongan study tour juga sudah lelah sehingga mereka tidak peduli lagi dengan kondisi pengemudi maupun kondisi lalu lintas.
"Mereka beranggapan semua baik-baik saja, sehingga tidak ada yang care terhadap pengemudi maupun kendaraan yang mereka tumpangi," ujar Darmaningtyas.
Tidak hanya itu, dia juga menuturkan, kecelakaan bisa terjadi karena kendaraan sudah kelelahan dan tidak mendapatkan perawatan dari perusahaan otobus.
"Wajar apabila setelah dijalankan oleh pengemudi diketahui ada masalah. Ini terjadi pada hampir semua bus yang digunakan untuk wisata," ujar Darmaningtyas.
Darmaningtyas menduga apa yang dialami oleh rombongan SMK Lingga Kencana Depok tidak jauh dari itu. Tidak hanya itu, bus yang mengalami perubahan bentuk agar terlihat lebih modis sehingga memicu kestabilan armada. Lebih lanjut, dia menilai, kecelakaan bus tidak dibebankan kepada pengemudi saja tetapi kepada teknisi dan pemilik armada.
"Saya sendiri berharap program study tour bagi pelajar jarak jauh lebih baik disetop karena lebih banyak mudaratnya untuk pendidikan daripada manfaatnya," tegas Darmaningtyas.
Dia menjelaskan, program study tour adalah bagian dari kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan. Program tersebut tidak meningkatkan kualitas pendidikan, tapi cenderung menimbulkan beban baru bagi orang tua murid, terutama bagi murid yang tidak mampu.
Pisau Bermata Dua
Pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji, melihat kegiatan study tour bagaikan pisau bermata dua. Alasannya, kegiatan tersebut dilakukan untuk komersial oleh sekolah atau institusi pendidikan.
"Buktinya apa? Kenapa mereka mencari bus yang murah. Ini kan kejadian di Subang ini kan seperti itu," ujar Indra saat dihubungi Tirto, Selasa (14/5/2024).
Indra menjelaskan, komersialisasi sudah menjadi pola pikir banyak sekolah. Ini juga menjadi keluhan masyarakat karena setiap sekolah selalu memiliki program study tour. Kegiatan ini kadang membebani para orang tua karena biayanya mahal.
"Memang cenderung biayanya mahal tapi pelayanannya minim. Ini kita baru ngomong dari masalah transportasi. Belum nanti ada penginapan, belum nanti makan," ujar Indra.
Indra pun mengecam kepada seluruh sekolah yang tidak memiliki pola pikir untuk mendidik tapi mencari keuntungan. Dia menekankan, sekolah bukan tempat berdagang, melainkan tempat mendidik.
"Jadi kalau ada oknum di sekolah berpikirnya dagang sudah tidak cocok tempatnya. Dagang itu di pasar jangan dagang di sekolah," ungkap Indra.
Sementara itu, Indra mengakui, kegiatan study tour penting dalam proses pendidikan. Karena para siswa butuh merasakan pengalaman di luar sekolah.
"Sehingga wawasan mereka tumbuh cara berpikirnya semakin luas, toleransi semakin tinggi dan tentunya punya pengalaman-pengalaman yang mengena di hati yang berkesan," ujar Indra.
Lebih lanjut, Indra berharap kegiatan karyawisata dilakukan di setiap sekolah dan menjadi sebuah program yang rutin. Alasannya, pelaksanaan karyawisata ini menjadi bagian dari proses pendidikan.
"Selalu ada program yang seperti itu karena mengenal pentingnya kondisi study tour ini bagian dari proses pendidikan," ujar Indra.
Indra berharap untuk sekolah negeri kegiatan ini menjadi desain dari program pemerintah. Karena kegiatan study tour secara tidak langsung berhubungan dengan kementerian terkait lainnya atau Dinas Pariwisata.
"Jadi bisa kerja sama antarkementerian antardinas yang tujuannya untuk mendidik," kata Indra.
Indra menuturkan pemerintah seharusnya memberikan anggaran lebih untuk program study tour. Harapannya sekolah tidak lagi berpikir komersial.
"Jangan lagi tuh ada iuran-iuran study tour itu kan memberatkan kan. Udah iuran yang mahal layanannya yang parah," ungkap Indra.
Sementara, untuk sekolah swasta juga harus didesain dari awal dengan orang tua dan pihak sekolah. Jangan tiba-tiba sekolah mengeluarkan informasi kegiatan study tour dengan biaya yang mahal.
"Karena orang tua seakan-akan gak bisa punya pilihan lagi. Itu harusnya didesain dari awal, mau kemana, biayanya berapa, atau juga bisa prosesnya adalah menabung sekaligus anak belajar menabung," pungkas Indra.
Perlu Adanya Pengaturan Pelaksanaan Karyawisata
Pengamat pendidikan, Edi Subkhan, menilai pelaksanaan study tour seharusnya segera dievaluasi. Alasannya, kegiatan tersebut tidak menjadi kewenangan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) secara langsung.
"Sejauh ini belum ada peraturan menteri dan sejenisnya yang mengatur study tour," ungkap Edi kepada Tirto, Selasa (14/5/2024).
Kebijakan study tour hanya diatur di level pemerintah daerah dan sekolah langsung. Pada akhir masa pandemi COVID-19 misalnya, ada pemda yang mendorong sekolah untuk menyelenggarakan karyawisata dengan tujuan mengembalikan kembali pertumbuhan ekonomi.
"Ada juga yang mengambil kebijakan karyawisata atau study tour di daerah atau kabupaten sendiri dengan tujuan untuk pengembangan wisata di situ," ujar Edi.
Edi menilai study tour dapat dijadikan media untuk mengakrabkan antarsiswa dan guru. Kegiatan ini dapat juga memperkaya materi pelajaran yang telah dipelajari.
"Contohnya, pelajaran Biologi study tour-nya ke Kebun Raya Bogor dan lainnya. Namun, kalau sekadar jalan-jalan saja, relevansinya jadi berkurang," kata Edi.
Sebab itu, dia berharap pelaksanaan karyawisata perlu dirancang dengan baik. Alasannya, agar ada manfaat untuk para siswa.
"Jadi bisa saja ditiadakan [study tour] kalau mudharatnya lebih besar dan manfaatnya. Kasus terakhir kecelakaan di Subang untuk acara perpisahan bisa jadi pelajaran," kata Edi.
Lebih lanjut, Edi berharap pemda bisa membuat kebijakan kegiatan karyawisata dengan baik yaitu mendukung capaian pembelajaran hingga konsep yang dituju. Tidak hanya itu, pembiayaannya harus transparan, akuntabel, dan tidak memaksa siswa tidak ikut karena alasan ekonomi.
Tidak lupa transportasi yang digunakan para peserta harus aman serta mendapatkan jaminan asuransi hingga Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
"Jika tidak memenuhi, maka jangan diperbolehkan," tegas Edi.
Sementara itu, Inspektorat Jenderal Kemendikbud, Chatarina Girsang, mengakui pihaknya memang tidak bertugas mengawasi pelaksanaan study tour. Sebab itu, dia menilai pelaksanaan karyawisata tidak perlu dilarang jika bertujuan baik untuk para siswa.
Chatarina menuturkan, sekolah perlu mempertimbangkan aspek kehati-hatian. Misalnya, dalam pemilihan armada atau kendaraan yang digunakan, kondisi cuaca, jalan yang harus dilalui hingga lokasi sehingga pelaksanaannya berjalan dengan baik dan aman untuk semua.
"Namun kegiatan study tour bukanlah hal yang wajib dilakukan jadi tidak boleh ada pemaksaan jika ada siswa atau orang tua yang tidak ingin anaknya ikut," kata Chatarina kepada Tirto, Selasa (14/5/2024).
Gubernur Jawa Barat Keluarkan SE Study Tour
Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) izin pelaksanaan Study Tour pada satuan pendidikan setelah kejadian kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Jawa Barat.
Dalam surat edaran Nomor : 64/PK.01/Kesra Tentang Study Tour yang terbit pada 12 Mei 2024 ini, sekolah diminta memperhatikan kondisi kendaraan yang bakal digunakan. Bey mengimbau satuan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan study tour di dalam kota wilayah Jabar.
Namun aturan ini, mengecualikan bagi satuan pendidikan yang sudah merencanakan dan melakukan kontrak kerja sama study tour yang dilaksanakan di luar Provinsi Jawa Barat dan tidak dapat dibatalkan. Selain itu, kegiatan karyawisata yang akan dilakukan di satuan pendidikan lebih memperhatikan asas kemanfaatan dan keamanan.
“Memperhatikan kesiapan awak kendaraan, keamanan jalur yang akan dilewati, serta berkoordinasi dan mendapatkan rekomendasi dari dinas perhubungan kabupaten atau kota terkait kelayakan teknis kendaraan," ujar Bey.
Bey juga mengatakan agar satuan pendidikan atau yayasan penyelenggara study tour untuk lakukan koordinasi dengan surat pemberitahuan ke dinas pendidikan sesuai kewenangannya. Dia mengingatkan di masa musim liburan seperti saat ini agar sekolah yang melakukan wisata ataupun study tour untuk memastikan kelaikan kondisi bus.
Tidak hanya itu, Bey mengimbau perusahaan bus untuk selalu rutin memeriksa kelaikan kendaraan dan pengemudi dipastikan dalam keadaan fit dan prima.
Surat edaran tersebut pun disambut baik oleh pemerhati pendidikan, Edi Subkhan. Ia menuturkan, sah-sah saja apa dilakukan Bey, untuk menunjang pertumbuhan dunia pariwisata setempat.
"Tapi, kata dia, yang paling penting tetap terkait nilai edukatif, transparansi, tidak memaksa, dan keamanan," ujar Edi.
Edi menekankan, soal keamanan ini penting karena terkait nyawa siswa dan guru. Sebab itu, Edi menilai hal itu harus jelas siapa yang bertanggung jawab jika ada apa-apa hitam di atas putih.
"Kalau ada peraturan daerah setingkat Kabupaten/Kota perlu ditegaskan tentang siapa di dinas pendidikan yang berwenang membolehkan atau melarang karyawisata siswa dengan pertimbangan seperti saya jelaskan di atas," pungkas Edi.
Jadi Momentum Evaluasi Bersama
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menilai kecelakaan tersebut seharusnya menjadi momentum bersama sebagai perbaikan. Dia juga mengapresiasi niat baik berbagai daerah yang akhirnya membuat ketentuan-ketentuan memperketat dari izin atau kegiatan karyawisata oleh sekolah.
"Sejumlah daerah memang mengatur kegiatan study wisata seperti Yogyakarta atau yang terbaru surat Edaran Gubernur Jawa Barat," ujar Retno.
Terkait dengan SE dari Gubernur Jawa Barat, menurutnya perlu ada evaluasi. Pertama, soal mengenai adanya pembatasan wilayah kegiatan study tour. Mengingat Jawa Barat sendiri merupakan provinsi luas yang terdiri dari puluhan kabupaten/kota.
"Wilayah Jawa Barat luas. Banyak perbukitan jalan berliku sehingga untuk wilayah Jawa Barat dibutuhkan kendaraan sehat," ujar Retno.
Kemudian terkait kendaraan juga perlu perhatian dan diperjelas kendaraan seperti apa akan digunakan. Misal, Perusahaan Otobus harus resmi, kendaraan sehat, administrasi hidup termasuk izin KIR.
"Bagi kami sulit bagi dinas pendidikan tidak memberikan izin kegiatan ini namun dinas pendidikan bisa lindungi anak anak dengan memastikan kendaraan dipakai sehat dan administrasi memenuhi syarat," kata dia.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, FSGI juga meminta ada yang mengawasi pelaksanaan study tour. Mengingat surat edaran tidak disertai pada hukuman atau sanksi bagi sekolah yang melanggar.
"Ini menjadi penting untuk melindungi anak-anak kita. Jangan lagi ada korban, kita sedang berbicara nyawa manusia. Satu saja tentu sangat berharga. Apalagi berpuluh-puluh. Mari kita semua aware keselamatan anak anak," pungkas Retno.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin