tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, adanya permintaan barang dan pemulihan ekonomi menyebabkan banyak harga komoditas yang meningkat melonjak tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan beberapa pasokan bahan pangan dan bahan energi yang tidak mulus karena adanya kondisi geopolitik Rusia-Ukraina.
“Kenaikan komoditas ini mendorong inflasi tinggi di berbagai negara. Kenaikannya adalah the worst in 40 years,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Menurutnya, inflasi yang saat ini terjadi merupakan inflasi terburuk yang dialami sejumlah negara. Kondisi ini terjadi di Amerika, Eropa, dan Jepang yang selama berdekade-dekade berjuang dengan deflasi.
“Suddenly, mereka punya inflasi. Ini adalah di satu sisi tadinya para policy maker di negara-negara maju itu mikir, oh ini inflasi sementara karena tadi demand-nya lari duluan [sementara] supply-nya telat di belakang,” jelasnya.
Namun nyatanya, inflasi terus menerus naik. Hal ini menyebabkan negara-negara maju tersebut menaikkan suku bunga dengan tajam.
Bendahara negara itu mengatakan, biasanya bank sentral menaikkan suku bunga 25 basis poin atau 0,25 persen. Sekarang menjadi sudah biasa melihat bank sentral menaikkan 50 basis sampai 75 basis sekali naik.
“Kenaikan sebuah suku bunga policy seperti ini bukanlah sesuatu yang sepele. Di seluruh dunia, di negara maju ini akan menimbulkan dampak dan memang itu yang diinginkan, yaitu dampak untuk melemahkan demand supaya supply-nya bisa kerja dulu. Ini supaya inflasinya turun,” jelasnya.
Meski demikian, kenaikan suku bunga yang menyebabkan dan menciptakan potensi terjadinya pelemahan demand perlu dicermati. Karena kondisi itu dapat menyebabkan resesi.
“Kalau resesinya datang lebih dulu tapi inflasinya belum turun, maka yang terjadi ekonominya adalah resesi tambah inflasi. Namanya stagflasi. Itu yang tidak diinginkan,” pungkas Menkeu.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang