Menuju konten utama

SPBU Swasta Tercekik, Mengapa Impor BBM Tetap Harus Satu Pintu?

Kebijakan impor BBM secara satu pintu dinilai berisiko bikin minat investasi di Indonesia lesu.

SPBU Swasta Tercekik, Mengapa Impor BBM Tetap Harus Satu Pintu?
Pengendara motor membeli makanan yang dijual petugas SPBU di depan SPBU Shell, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah terus memantau situasi di lapangan, termasuk potensi dampak terhadap tenaga kerja, agar kelangkaan di sejumlah SPBU swasta dapat segera diatasi melalui koordinasi dan pasokan bersama Pertamina. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU

tirto.id - Sejak tiga pekan terakhir, Arief Lassa (23) mengaku kesulitan mencari bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Shell. Pria yang berdomisili di kawasan BSD, Tangerang Selatan, itu mengaku sudah berkeliling ke sejumlah SPBU Shell yang berada di dekat rumahnya, tapi tak kunjung menemukan produk BBM yang biasa dia gunakan.

Biasanya, Arief mengisi mobilnya dengan produk Shell V-Power Nitro+ setiap tiga hari sekali. Dia memilih produk BBM itu untuk mobilnya karena rekomendasi dari bengkel langganannya. Sang montir menyarankan Arief menggunakan BBM dengan nilai research octane number (RON) minimal 98 dan Shell V-Power Nitro+ memenuhi rekomendasi itu.

“Udah tiga minggu nih susah nyari [produk] Shell. Biasanya di dekat rumah ada, ini kosong terus. Harus pakai yang [RON] 98 soalnya,” tutur Arief kepada Tirto, Kamis (18/9/2025).

Bukan hanya Arief, keresahan serupa juga dialami oleh para konsumen Shell lainnya. President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Inggrid Siburian, pun mengonfirmasi bahwa beberapa produk BBM, seperti Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+, memang mengalami kekosongan stok sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

"Shell Indonesia ingin menginformasikan bahwa produk bahan bakar minyak (BBM) Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+ tidak tersedia di beberapa jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU Shell hingga waktu yang belum dapat dipastikan," ujarnya dalam keterangan resminya, Rabu (27/8/2025) lalu.

Meski demikian, Inggrid memastikan bahwa SPBU Shell tetap melayani para konsumen dengan menyediakan produk BBM Shell V-Power Diesel dan layanan lainnya. Termasuk, kata dia, Shell Select, Shell Recharge, bengkel, dan pelumas Shell.

SPBU Shell

SPBU Shell Indonesia Cipondoh 1, Buaran Indah, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Senin (03/02/2205). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

Tak hanya Shell, para konsumen SPBU British Petroleum-AKR Corporindo (BP AKR) juga mengeluhkan kelangkaan stok serupa. PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) tak menampik bahwa ketersediaan BBM jenis BP Ultimate dan BP 92 di beberapa SPBU BP AKR masih mengalami kekosongan.

Namun, pihak AKRA terus mengupayakan agar jaringan SPBU tetap beroperasi untuk melayani konsumen dengan produk dan layanan lainnya yang masih tersedia.

"Ya, stok kesediaan BBM BP Ultimate dan BP 92 di beberapa jaringan SPBU BP itu belum kembali normal. Namun BP AKR mengupayakan jaringan SPBU BP tetap beroperasi untuk melayani produk yang tersedia," kata Director and Corporate Secretary AKRA, Suresh Vembu, dalam agenda public expose melalui Zoom Meeting, Selasa (9/9/2025).

Pemerintah Enggan Tambah Kuota Impor BBM bagi SPBU Swasta?

Usai ramai konsumen yang mengeluhkan kelangkaan stok BBM di SPBU swasta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, lantas buka suara. Bahlil mengatakan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab atas kebutuhan pasokan BBM masyarakat. Karena itu, Bahlil menyebut pemerintah akan memperbanyak suplai BBM untuk masyarakat melalui Pertamina.

"Saya ingin mengatakan bahwa hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Jadi, Pertamina, kita yang akan memperkuat," tuturnya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025) lalu.

Menurutnya, pemerintah telah menyalurkan kuota impor suplai BBM kepada perusahaan pengelola SPBU swasta dalam jumlah yang sama dengan tahun kemarin. Selain itu, perusahaan pengelola SPBU swasta disebutnya juga telah menerima tambahan kuota impor sebesar 10 persen tahun ini.

"Saya ingin mengatakan bahwa semua perusahaan-perusahaan swasta itu telah mendapatkan kuota impor yang jumlahnya sama dengan 2024 ditambah dengan 10 persen," ucapnya.

Hingga Rabu (17/9/2025) kemarin, Bahlil masih teguh pada keyakinannya bahwa SPBU swasta yang hendak menambah pasokan BBM di luar kuota yang telah diberikan harus melakukannya secara satu pintu lewat Pertamina. Sebab, Pertamina disebutnya merupakan representasi negara dalam urusan impor BBM.

Bagi Bahlil, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti sektor minyak dan gas bumi (migas), tidak bisa dilepas sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Dia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan tambahan kuota impor kepada SPBU swasta, di luar dari yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurutnya, seluruh SPBU swasta hingga saat ini sudah mendapatkan tambahan kuota hingga secara total menjadi 110 persen.

Ketua Umum Partai Golkar itu mencontohkan, apabila pada 2024 lalu perusahaan SPBU swasta mengimpor BBM hingga 1 juta kiloliter, pada tahun ini setelah mendapatkan tambahan kuota dari pemerintah, total impor yang bisa dilakukan mencapai 1,1 juta kiloliter.

“Kuotanya sudah kita kasih. Jadi, setiap swasta sudah kita kasih 110 persen. Kalau mereka bilang stoknya sudah habis, silakan berkolaborasi dengan Pertamina," jelas Bahlil kepada para wartawan di Kementerian ESDM, Rabu (17/9/2025).

Presiden undang pimpinan partai politik

Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia memberikan keterangan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/9/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan Kementerian ESDM setelah ditugaskan untuk membantu proses impor pasokan BBM untuk kebutuhan SPBU swasta. Simon bilang, saat ini rencana pembelian tersebut masih dalam tahap pembahasan.

"Kemarin masih dalam tahap pembicaraan. Kemarin, dipimpin oleh Kementerian ESDM untuk tentunya berkomunikasi antara badan usaha SPBU swasta dengan Pertamina," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (11/9/2025).

Simon juga menekankan bahwa tidak ada praktik monopoli pasar dalam pendistribusian BBM di Indonesia. Sebab, menurutnya, kuota impor BBM sudah diberikan secara proporsional oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM.

"Apalagi, ada yang sempat [beredar isu] seolah-olah ada monopoli, tidak. Tidak ada sama sekali monopoli. Jadi, Kementerian ESDM, BPH Migas, semua tentunya memberikan kuota impor sesuai dengan kebutuhan pada saat itu," tegas Simon.

Kebijakan Pemerintah Jauh dari Semangat Liberalisasi Sektor Migas

Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menganggap kebijakan Kementerian ESDM yang mengatur agar impor BBM dilakukan secara satu pintu sebagai kemunduran dari semangat liberalisasi pasar di sektor hilir industri migas.

Usai Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terbit, badan usaha swasta memang diperbolehkan melakukan kegiatan usaha pada hulu dan hilir sektor migas, termasuk di antaranya membuka SPBU.

Regulasi dengan tata kelola liberal itu disebut Fahmy membuat perusahaan swasta—terutama perusahaan asing—bersedia untuk melakukan investasi dengan mendirikan SPBU di Indonesia. Terlebih, mereka dijamin untuk dapat melakukan pengadaan BBM sesuai kuota yang ditentukan, serta bebas dalam menentukan harga jual BBM sesuai mekanisme pasar.

Namun, kebijakan impor BBM satu pintu membuat perusahaan pengelola SPBU swasta tak lagi dapat melakukan impor secara bebas. Karena kebijakan itu pula, perusahaan SPBU swasta berpotensi merugi, mengingat margin keuntungan yang mereka peroleh jadi kian mengecil.

“Dalam kondisi tersebut, margin SPBU asing akan semakin kecil, bahkan pada saatnya SPBU asing akan merugi. Dengan kerugian yang berkelanjutan, tidak menutup kemungkinan SPBU asing akan tumbang hingga menutup SPBU,” kata Fahmy dalam keterangan pers resmi yang diterima Tirto, Kamis (18/9/2025).

Apabila skenario tersebut sampai kejadian, dampak yang ditimbulkan akan meluas dan dirasakan tidak hanya oleh sektor industri migas, tapi juga iklim investasi secara umum.

“Memburuknya iklim investasi sudah pasti akan berdampak terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan Presiden Prabowo sebesar 8 persen per tahun. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya membatalkan rencana kebijakan Impor BBM satu pintu,” tegas Fahmy.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa. Dia menegaskan bahwa Kementerian ESDM seharusnya tidak melarang aktivitas impor BBM yang dilakukan oleh SPBU swasta. Pasalnya, banyak dari perusahaan SPBU swasta yang memasok BBM dari kilang-kilang minyak yang berlokasi di luar Indonesia.

Apalagi, pemerintah sendiri yang memutuskan untuk membuka kesempatan bagi SPBU swasta melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

“Memberikan izin mereka untuk mengimpor [BBM] itu adalah konsekuensi logis dari kita memberikan izin penjualan BBM kepada pihak swasta,” kata Fabby saat dihubungi Tirto, Kamis (18/9/2025).

Fabby menyebut bahwa keputusan pemerintah untuk membuka pasar bagi perusahaan SPBU swasta pada awal dekade 2000-an ditujukan agar tercipta persaingan usaha yang sehat di sektor migas. Oleh karenanya, menjadi wajar bila SPBU swasta melakukan impor secara mandiri karena mereka akan mencari sumber pasokan BBM yang termurah.

Dengan mendapatkan pasokan BBM yang termurah, SPBU swasta mampu menekan harga jualnya di pasar Indonesia. Selain karena faktor harga jual, impor secara mandiri juga dilakukan agar mereka bisa tetap menjaga kualitas BBM sesuai dengan preferensinya masing-masing.

“Kalau [ada kebijakan impor satu pintu] begitu, mereka akan sangat sulit untuk bisa menjual harga dengan harga yang bersaing,” sebutnya.

Produksi minyak PHE ONWJ Semester I

Foto aerial Anjungan Central Plant (depan) dan Anjungan Bravo Flow Station (belakang) Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Laut Jawa, Jawa Barat, Sabtu (17/8/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wpa.

Kementerian ESDM Harus Fokus Urus Hal yang Lebih Penting

Alih-alih mengeluarkan kebijakan yang melemahkan persaingan usaha secara sehat di sektor migas, Fabby menegaskan, Kementerian ESDM seharusnya bisa lebih berfokus untuk memastikan kualitas BBM yang beredar di Indonesia memiliki standar tinggi.

Fabby menjelaskan bahwa Kementerian ESDM seharusnya bisa lebih fokus mendorong kualitas BBM di Indonesia mampu memenuhi standar emisi Euro 4. Euro 4 diketahui merupakan standar emisi gas buang kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Uni Eropa dengan tujuan untuk mengurangi polutan berbahaya.

Menurut Fabby, BBM yang beredar di Indonesia hingga saat ini belum memenuhi standar itu. Padahal, menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diterbitkan pada 2017 lalu, semua kendaraan bermotor wajib memenuhi standar tersebut.

“Ketimbang begitu, lebih fokus aja, kalau sekarang kan kita sudah lama mendorong agar BBM yang dijual di Indonesia itu memenuhi standarnya Euro 4 ke atas. Hari ini kan BBM yang dijual di Indonesia masih belum Euro 4,” terangnya.

Dengan kebijakan kontroversial itu, Fabby juga khawatir pasokan BBM di Indonesia akan terdampak, terlebih melihat kesulitan konsumen dalam mendapatkan BBM di SPBU swasta. Kondisi itu menurutnya bertentangan dengan kehendak Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan keamanan dan kemandirian energi.

“[Lewat kebijakan impor BBM satu pintu] Menteri ESDM itu justru menimbulkan ketidakpastian pasokan BBM dan bertentangan dengan maunya Presiden. Presiden bilang keamanan energi, energy security, kemandirian energi. Nah, kalau kayak begini malah nggak secure loh BBM-nya,” ujar Fabby.

Kebijakan impor BBM satu pintu juga dikatakan Fabby lebih banyak membawa kerugian, terutama dari sisi konsumen karena membuat mereka kesulitan mendapatkan BBM. Kebijakan itu juga rentan membuat risiko investasi di Indonesia menjadi meningkat dan membuat para investor enggan menaruh modal.

“Dengan kondisi kayak begini, lebih buruk lagi, lama-lama tuh [perusahaan SPBU swasta] semua keluar dari Indonesia,” pungkasnya.

Kontrol Impor BBM Satu Pintu Demi Kepentingan Negara

Di sisi lain, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menilai bahwa langkah Kementerian ESDM mengeluarkan kebijakan impor BBM satu pintu sudah tepat.

Menurutnya, pemerintah sejak awal telah memberikan kuota impor BBM kepada perusahaan SPBU swasta hingga 110 persen pada 2025 ini. Dengan habisnya stok BBM sebelum tahun berakhir, Trubus mengatakan seharusnya sedari awal SPBU swasta bisa melakukan perencanaan logistik dengan lebih matang.

“Mereka [SPBU swasta] telah diberikan ruang ekstra dari pagu awal. Fakta bahwa stok bisa habis sebelum akhir tahun seharusnya menjadi pelajaran penting bagi industri untuk melakukan perencanaan logistik yang lebih baik, bukan sekadar mendesak pemerintah membuka keran impor lebih lebar,” tulis Trubus dalam tulisan opininya yang tayang di Tirto, Rabu (17/9/2025).

Trubus menilai bahwa kebijakan itu bertujuan agar pengelolaan energi tidak lepas kendali dan tidak terlalu bergantung pada impor. Itulah urgensi impor BBM dilakukan lewat satu pintu.

Bagi Trubus, kebijakan impor satu pintu itu bukan bagian dari diskriminasi terhadap SPBU swasta, apalagi upaya monopoli pasar BBM. Kebijakan itu hanya sebatas langkah pemerintah untuk mengendalikan pasokan, kualitas, dan pembiayaan BBM secara efisien.

“Pendekatan ini juga menghindari fragmentasi impor yang bisa menimbulkan inefisiensi dan potensi disparitas harga di lapangan,” katanya.

Trubus juga menjelaskan bahwa SPBU swasta saat ini telah menguasai 11 persen market share. Apabila kuota impor diberikan tanpa ada kontrol dari pemerintah, menurutnya, besaran market share itu bisa makin meluas dan mengurangi kemampuan negara untuk menjaga cadangan strategis nasional.

Oleh karenanya, Trubus berpandangan bahwa sektor migas ini tidak bisa dikendalikan oleh kekuatan pasar tanpa arah yang jelas. Dengan menerapkan kontrol, pertumbuhan SPBU swasta disebutnya akan tetap pada koridor persaingan usaha yang sehat.

“Terus memantau pangsa pasar dan perilaku badan usaha swasta agar pertumbuhan mereka tetap berada dalam koridor persaingan yang sehat, tanpa mengorbankan peran strategis negara,” tutupnya.

Baca juga artikel terkait SPBU ASING atau tulisan lainnya dari Naufal Majid

tirto.id - News Plus
Reporter: Naufal Majid
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fadrik Aziz Firdausi