Menuju konten utama
Joko Driyono

Soal Pemilik Riil Persija: "Saya Hanya Sendiri"

Joko Driyono, yang mengaku tak punya uang, enggan terbuka soal sosok para pengusaha di belakang PT Jakarta Indonesia Hebat yang membeli Persija.

Joko Driyono, plt ketum PSSI, ingin Pesija dimiliki dengan skema kolektif. Tirto/Sabit

tirto.id - Saya menemui pelaksana tugas ketua umum PSSI, Joko Driyono, pada 21 Februari 2018 di Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga. Ia baru saja dipanggil Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk membahas jadwal kickoff Liga 1 yang terancam molor.

Saat itu Jokdri—demikian panggilan akrabnya—baru usai berbincang dengan awak media. Ketika hendak meninggalkan kantor Kemenpora, tanpa berbasa-basi, saya menyodorkan pertanyaan di depan lobi.

“Kami ingin bertanya soal kepemilikan Anda di PT Jakarta Indonesia Hebat yang mengakuisisi Persija dan jadi pemilik saham mayoritas di Persija?"

Jokdri diam sejenak, lalu bertanya balik: “Dari media mana?" Setelah menjelaskan saya wartawan Tirto, ia mengajak saya menepi. Perbincangan kami berlangsung 15 menit. Kalimat pertama yang dilontarkan Jokdri: "Sebenarnya Tirto terlambat tahu.”

Namun, segelintir orang yang sadar bahwa Jokdri adalah pemilik mayoritas saham Persija Jakarta. Lewat PT Jakarta Indonesia Hebat, ia mengakuisisi 80 persen saham klub.

Bagaimana orang sekelas Jokdri, yang tidak memiliki latar belakang bisnis cukup bonafit, mampu menguasai mayoritas saham klub sebesar Persija? Terlebih saat proses ini situasi Persija terancam bangkrut dengan meninggalkan utang mencapai Rp90 miliar.

Beberapa kali saya mengajukan pertanyaan yang sama soal utang dan siapa orang di balik Jokdri. Setiap kali pertanyaan diajukan, setiap kali pula jawaban berbeda diucapkan Jokdri. Berikut hasil wawancaranya—dengan penyuntingan minor supaya ramah dibaca.

Bagaimana awal mula keterlibatan Anda di Persija Jakarta lewat PT Jakarta Indonesia Hebat?

Persija itu mencanangkan program besar mentransformasi ownership-nya dari centralized ownership menjadi collective ownership. Seperti konsorsium. PT JIH itu seperti mengantarkan proses itu. Dan kami punya target pada 2020 dan 2021 transformasi ini sudah paripurna.

Komitmen kami hanya mengantarkan. Sehingga kami tidak menyentuh di level manajerial, semua kewenangan penuh ada di presiden klub yakni Pak Ferry Paulus dan Pak Gede Widiade selaku direktur utama klub.

"Kami" di sini siapa? Apakah Anda mewakili PSSI?

Bukan PSSI, tapi kami sebagai personal. Spirit kami mengantarkan proses transformasi.

JIH secara legal mentransformasi saja dari kepemilikan Ferry Paulus agar bisa collective share karena Persija terlalu besar dimiliki orang per orang. Sesederhana itu.

Sistem collective share atau konsorsium ini sudah dilakukan di Persib lewat PT Suria Eka Persada. Tapi di Persib, pemilik PT Suria Eka Persada dipenuhi banyak pengusaha, kenapa di JIH hanya Anda dan Kokoh Afiat yang muncul di akta kepemilikan?

Enggak. enggak. Tadi yang saya bilang, komitmen kami hanya transisi. Reformasi di Persija ada tiga tahap: pertama, ownership reform; kedua management reform. Dulu, bayangkan Persija diambil Pemda-lah, Jakpro-lah, enggak pernah jadi-jadi. Nah, kami—Jakarta Indonesia Hebat—menyiapkan proposal bagi Persija agar klub ini transform menjadi public ownership.

Tapi siapa sosok di belakang JIH?

Hanya saya dan Pak Kokoh Afiat.

Tapi dengan anggaran dan utang yang besar dan profil Anda yang biasa saja, bagaimana Anda melakukannya?

Itu effort-nya tentu kami dengan partner, investor, dan sebagainya. Tapi mereka muncul dalam konteks bukan kepemilikan yang tercatat di akta perusahaan.

Gede Widiade mengatakan ada investor di balik semua ini, tetapi mereka enggan muncul. Bagaimana pendapat Anda soal pernyataan tersebut?

Secara legal saya dan Pak Kokoh enggak bisa sembunyi.

Soal utang Persija, siapa yang bayar?

Soal utang, kami punya adjustment dengan orang. Ini utangmu, installament-nya gimana? Sistemnya barter. Kami bicara dengan pemilik utang. Utangmu dikonversi jadi saham.

Tapi siapa di balik pembelian ini, Anda tentu tidak akan mungkin maju sendiri.

Enggak ada uang yang kami keluarkan.

Kalau pembicaraan utang?

Semua punya komitmen dengan para debitor. Kami sekarang menyiapkan proposal agar value Persija pas. Kami tidak buru-buru. Kalau kami jual sekarang, stadion enggak ada, homebase enggak jelas, dan sebagainya. Kami ingin proteksi Persija: jangan sampai menjual Persija saat undervalue. Kami ingin kapitalisasi di Persija besar.

Kami” ini siapa? Kami ini Anda dan Kokoh atau “kami” merujuk PSSI?

PSS... [mendadak menghentikan ucapan]. Enggak ada PSSI. Saya hanya sendiri. Itu spiritnya.

Mengapa mesti menempuh rumusan seperti yang Anda terapkan? Mengapa bukan investornya saja yang datang ke Persija.

Kami sudah tunggu berapa tahun, sampai Pak Ahok juga mau ikutan. Tapi, kan, engak jadi-jadi.

Selentingan kabar di balik Anda ada Nirwan Bakrie dan Glenn Sugita?

Belum ada sama sekali. Jadi kami sedang memfinalisasi proposal. Enggak ada yang deal untuk transaksi sekarang. Kami masih lock semua. Menunggu momen yang tepat dan value yang pantas.

Label PT Jakarta Indonesia Hebat ini motif politis. Dekat dengan tagline salah satu parpol.

Semua orang boleh berspekulasi. Yang saya terangkan apa adanya. Selebihnya spekulasi. Bagaimana komunitas Persija bisa masuk—itulah yang jadi pekerjaan kami. Pada saat nanti mentransformasi dari sentral (Ferry Paulus) menjadi komunitas.

Sentral dari Ferry Paulus? Sekarang Persija tersentralisasi pada PT JIH. Sama saja, dong.

Tapi komitmen kami hanya men-transform. Kan, saya enggak kuat bayar utang-utang Persija. Enggak punya uang. Kami memastikan ke yang punya utang, "Eh, utangmu kami beresin, biar manajemen fokus urusin tim."

Anda bilang enggak punya uang. Jadi siapa yang menyelesaikan urusan utang Persija?

Saya enggak punya uang. Yang lunasi Pak Gede Widiade dan sponsor Persija.

Namun kenapa Gede tak muncul dalam komposisi saham? Dia yang mengeluarkan uang, tapi tidak dapat saham sepeser pun di klub... Ini, kan, janggal.

Lho enggak ada, karena dia memang muncul di manajemen. Terkait uang, treatment-nya loan. Jadi bukan dalam pengertian bahwa uang itu dibuang.

Siapa yang awal mula ajak Anda ke Persija?

Enggak ada. Ini murni panggilan jiwa. Beberapa klub yang dulu juga begitu.

Hasil dari rumusan yang Anda terangkan ini dikembalikan ke Persija atau dijual ke investor?

Siapa pun nanti, komitmen saya men-transform. To the point: kami sedang menjual terobosan. Jadi tidak boleh saldo Persija minus.

Target program Anda di Persija berapa tahun?

Kami punya proteksi lima tahun, tapi juga berharap Persija punya stadion sendiri, deh. Stadion milik Pemda disuruh pakai juga enggak apa-apa. Please itu dimengerti. Bukan dalam arti, saya mau beli. Punya uang apa saya?

Kenapa mau ambil risiko mengambilalih Persija kalau tidak punya uang?

Kalau saya mau, terus kenapa? Ya karena saya tahu potensinya. Tapi saya tidak ingin centralized ownership.

Sekarang juga terlalu bergantung pada PT Jakarta Indonesia Hebat karena 80 persen saham dimiliki konsorsium. Sebagai pemilik saham terbesar, tentu harus setor modal juga.

Tidak-tidak. PT JIH itu kecil. Persija itu hidup dari komitmen pembiayaan Pak Gede dari manajemen. Setiap pengeluaran dari Pak Gede, treatment-nya loan pada buku keuangan Persija.

Menurut Gede Widiade, dia hanya operator, semua uang dari investor—pemegang saham terbesar yang berkumpul di Jakarta Indonesia Hebat.

JIH komit. Support artinya Pak Gede mengeluarkan uang bukan pengeluaran lost, tapi loan.

Target Anda menjadikan Persija bisa menjual saham perdana ke lantai bursa (IPO)--menjadi perusahaan publik. Setelah itu berhasil, Anda enak, dong, sebagai pemilik saham mayoritas dan bisa menjual harga saham dengan nilai tinggi.

Saya enggak ingin cerita terlalu detail soal hal ini. Lihat saja nanti.

Baca juga artikel terkait PERSIJA atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam
-->