Menuju konten utama

Soal Krisis Ciliwung, LSM Lingkungan akan Somasi Anies Pekan Ini

Usai Khofifah, Ganjar & Ridwan Kamil, pekan ini Gabungan LSM Lingkungan akan mensomasi Anies terkait pengelolaan sampah hingga buruknya tata kelola sungai.

Soal Krisis Ciliwung, LSM Lingkungan akan Somasi Anies Pekan Ini
Petugas membersihkan sampah yang mmenumpuk di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Selasa (26/2/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) telah melayangkan somasi atau teguran kepada para gubernur di Jawa yaitu Gubenur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi menyebut bahwa rencananya pekan ini mereka akan melayangkan somasi juga kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Somasi dilayangkan karena para gubernur tersebut salah urus pengelolaan sampah hingga buruknya tata kelola sungai, di mana telah mengakibatkan pencemaran hingga kontaminasi mikroplastik di sungai Pulau Jawa seperti Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, Sungai Brantas, dan Sungai Bengawan Solo.

“Kalau Anies belum [disomasi]. Yang sudah itu Khofifah, Ganjar, sama Ridwan Kamil. Untuk yang Anies itu mungkin minggu ini, kami usahakan minggu akan kita kirim ke Pak Anies untuk mensomasi karena kami masih mengolah data dulu kan untuk menyiapkan beberapa bukti-bukti gitu,” ucap Prigi kepada Tirto saat dikonfirmasi, Kamis (19/5/2022).

Indonesia Darurat Sampah & Pencemaran Sungai

Melansir dari rilis WALHI baru-baru ini, Indonesia sudah dalam kondisi darurat sampah, dengan sebagian besar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah penuh dan masyarakat pasti akan menolak kalau daerahnya dijadikan lokasi TPA baru. Menurut mereka, penanganan sampah yang saat ini tersentralisasi dengan cara kumpul angkut buang ke TPA terbukti bukan cara yang tepat menangani sampah.

“Buruknya tata kelola sampah tersebut tidak terlepas dari budaya kumpul-angkut-buang yang sampai saat ini masih berjalan. Dengan skema ini, sampah yang dihasilkan dari sumber tidak terpilah dengan baik, sehingga menumpuk di satu tempat. Hal tersebut diperparah dengan minimnya upaya pengurangan sampah dari hulu juga menjadi faktor permasalahan sampah,” kata Co-Cordinator Aliansi Zero Waste Indonesia, Rahyang Nusantara.

Sementara di Jakarta, berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh WALHI, timbunan sampah harian Jakarta dari tahun 2015-2020 cenderung mengalami peningkatan. Dari tahun 2015 yang hanya sekitar 7.000 ton, menjadi 8.300 ton per hari pada tahun 2020.

Peningkatan tersebut diperparah dengan rendahnya jumlah sampah yang berhasil dikelola guna mengurangi beban TPA Bantargebang. Seperti yang terjadi pada tahun 2020 misalnya, dari 8.369 ton timbulan sampah harian, hanya 945 ton sampah yang berhasil dikelola. Sementara 7.424 ton sisanya dibuang ke Bantargebang.

“DKI Jakarta sudah memiliki cukup banyak produk hukum yang mengatur soal sampah. Sayangnya, produk hukum tersebut belum ditunjang oleh pelaksanaan yang maksimal. Alhasil, situasi ini mengakibatkan kondisi eksisting Sungai Ciliwung yang tercemar sampah sulit dibenahi dan bahkan semakin mengkhawatirkan,” tutur Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta, Suci Fitriah Tanjung.

Di sisi lain, kondisi sungai-sungai besar di Pulau Jawa tercemar sampah plastik yang terdegradasi menjadi mikroplastik dan telah mengontaminasi rantai makanan di sungai dan laut.

Hasil penelitian Ecoton menemukan ikan di Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, Sungai Brantas, dan Sungai Bengawan Solo telah terkontaminasi mikroplastik.

Berdasarkan riset Ecoton di 4 lokasi perairan meliputi sungai dan laut, ditemukan hasil kelimpahan rata-rata mikroplastik pada ikan sebesar 20 partikel per ikan (sampel Sungai Bengawan Solo), 42 partikel per ikan (sampel Brantas), 68 partikel per ikan (sampel Citarum) dan 167 partikel per ikan (sampel Kepulauan Seribu). Kontaminasi mikroplastik ini sudah masuk ke dalam tubuh manusia.

Mikroplastik tersebut ditemukan di dalam tinja manusia, plasenta ibu hamil, paru-paru, dan di dalam darah. Ecoton menguji 102 sampel tinja manusia dan menemukan mikroplastik dalam 100 persen sampel tinja masyarakat serta pemimpin daerah di Jawa dan Bali.

Pendiri Ecoton Daru Setyorini menuturkan, kerusakan sungai di Jawa dikarenakan pemerintah tidak memprioritaskan pengendalian pencemaran air. Pengawasan pembuangan limbah cair industri tidak dilakukan dengan serius, sehingga industri tetap saja membuang limbah dengan pengolahan ala kadarnya.

“Sementara institusi yang memiliki kewenangan pengelolaan sungai dan pengendalian pencemaran seperti Balai Besar Wilayah Sungai [BBWS], Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga kepala daerah masih saling lempar tanggung jawab atas situasi krisis kualitas air sungai dan sampah,” tandasnya dia.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN SUNGAI atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri