tirto.id - “Boikot Dunkin Donuts!”. Seruan itu datang dari Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia, selaku induk organisasi dari Serikat Pekerja PT Dunkindo Lestari (SP KENTARI). Bukan tanpa alasan. Ajakan boikot perusahaan makanan dan minuman itu, akibat manajemen yang dianggap buruk.
Dewan Pimpinan Pusat ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat menyatakan, manajemen Dunkin Donuts telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap pekerjanya. Para pekerja tidak mendapatkan hak Tunjangan Hari Raya (THR) selama dua tahun beruntun yakni 2021-2022.
“THR tahun 2021 dan 2022, sampai saat ini belum dibayarkan oleh manajemen Dunkin Donuts," kata Mirah dalam pernyataannya, Rabu (18/5/2022).
Mirah membuka fakta THR pada 2020 yang seharusnya diterima oleh pekerja maksimal tujuh hari sebelum datangnya Hari Raya Idulfitri, ditunda secara sepihak dan baru dibayarkan pada Maret 2021. Pembayaran ini pun dilakukan setelah mediasi dilakukan oleh pihak Kementerian Ketenagakerjaan.
“Akhirnya manajemen Dunkin Donuts, pada Maret 2021, baru membayarkan THR tahun 2020, namun tidak mau membayar denda keterlambatan THR kepada para pekerja,” kata dia.
Padahal, kata Mirah, mediator Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Anjuran yang pada butir 1 dinyatakan: agar pengusaha PT Dunkindo Lestari membayar denda keterlambatan THR kepada para pekerja Adi Darmawan dkk (92 orang pekerja) sebesar 5 persen dari total THR keagamaan. Denda ini wajib dibayar oleh pengusaha untuk selanjutnya dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja/buruh.
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No 6 tahun 2016, tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, Pasal 10 ayat (1), dinyatakan bahwa; Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai denda sebesar 5 persen (lima persen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
Sementara THR periode 2021 dan 2022 belum ada kejelasan dari manajemen. Berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/1/HK.04/IV/2022 6 April 2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, dinyatakan bahwa pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban pengusaha sebagai upaya memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaannya. Namun hingga kini THR belum belum masuk ke rekening pekerja.
Atas dasar itu, pihaknya mendesak Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah untuk memberikan sanksi tegas kepada manajemen Dunkin Donuts, atas ketidakpatuhan dalam pembayaran THR. Sanksi diberikan baik administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.
“Faktanya sampai hari ini Dunkin Donuts masih beroperasi dan memiliki cabang/branch yang tersebar di berbagai wilayah," katanya.
Di sisi lain, manajemen Dunkin' Donuts juga dinilai Mirah tidak pernah menunjukkan iktikad baik untuk mempekerjakan kembali para pekerja sempat dirumahkan. Pada Mei 2020, melalui memo internal, secara sepihak manajemen telah merumahkan pekerja tanpa kepastian batas waktu dan menghentikan secara sepihak hak atas upah/gaji pekerja sampai dengan hari ini, termasuk THR.
“Faktanya para pekerja secara sah masih terikat hubungan kerja dan tidak bekerjanya disebabkan mengikuti instruksi dari manajemen Dunkin Donuts untuk dirumahkan dan tidak bekerja,” kata dia.
Hasil mediasi dilakukan beberapa waktu lalu, mediator juga telah menerbitkan surat anjuran kepada perusahaan. Pada butir 4 dinyatakan: Agar pengusaha PT Dunkindo Lestari menempatkan kembali para pekerja Sdr Adi Darmawan dkk (92 orang pekerja) yang dirumahkan untuk aktif kembali bekerja di lokasi kerja yang masih beroperasi tanpa persyaratan pelatihan dan lulus pelatihan yang diadakan pengusaha.
Kemudian butir 5 juga menyebutkan: Agar pekerja menerima penempatan yang dilakukan oleh pengusaha PT Dunkindo Lestari untuk aktif kembali bekerja di lokasi kerja yang masih beroperasi tanpa persyaratan pelatihan dan lulus pelatihan yang diadakan pihak pengusaha.
Penjelasan Manajemen Dunkin Donuts
Manajer HRD Dunkin Donuts, Junaidi menjelaskan, bahwa sebagian besar THR para pekerja sudah dibayarkan oleh perusahaan. Namun masih terdapat 35 orang yang sampai saat ini masih dilakukan proses pembayaran. Hal ini bukan tanpa alasan, karena 35 orang yang merupakan anggota ASPEK tersebut menuntut denda tidak masuk akal.
“Sisa 35 orang. 35 orang ini istilahnya backup-nya serikat pekerja mereka menuntut hal tidak masuk akal, contohnya mereka meminta denda THR 5 persen per hari," kata Junaidi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (18/5/2022).
Junaidi mengatakan permintaan tak masuk akal itu membuat pemilik Dunkin Donuts meradang. Padahal manajemen sudah ada itikad baik untuk menyelesaikan pembayarannya kepada karyawan. "Ini jadi miskomunikasi karena denda tuntutan THR tidak masuk akal per hari," imbuhnya.
Kementerian Ketenagakerjaan sendiri, kata Junaidi, mengaskan bahwa denda 5 persen itu dari keseluruhan total gaji bukan per hari. Misal, THR pekerja mendapatkan Rp4,4 juta, maka lima persen dari total gaji tersebut adalah sebesar Rp220.000. Maka besaran itulah akan dibayarkan perusahaan kepada karyawan.
“Kami kalau wajar saja tidak masalah," imbuh Junaidi.
Jika ditarik ke belakang, duduk perkara kasus pembayaran THR ini, kata Junaidi, bermula ketika pandemi COVID-19 pada awal 2020. Saat itu pemerintah melakukan pembatasan kegiatan masyarakat hingga jam operasional usaha akibat kasus aktif sedang tinggi-tingginya di Indonesia. Kebijakan pemerintah itu, membuat manajemen mengatur ritme kerja karyawannya.
"Jadi kami tidak bisa beroperasi secara ful. Jadi dulunya 2 shift dari jam 6 pagi sampai jam 2 sore, dari jam 2 sore samai jam 10 malam itu tidak bisa dilakukan. Kami beroperasi hanya diizinkan satu shift," katanya.
Dengan keadaan seperti itu, pihak manajemen duduk bersama karyawan untuk membagi waktu kerja mereka. Dari sebelumnya mendapatkan 26 hari kerja, kini hanya dijatah 20-20 hari kerja. Pembagian waktu kerja ini tentu berdampak kepada gaji mereka. Namun sebagian karyawan memahami dan dapat menerimanya.
“Sebagian besar karyawan itu menerima karena mereka menyadari COVID ini akan berdampak kepada penjualan perusahaan yang berakibat kepada pendapatan perusahaan yang menurun," katanya.
Meski demikian, diakui ada beberapa karyawan mengelak dengan sistem pembagian kerja tersebut. Mereka beranggapan adalah pekerja bulanan, bukan harian. Sehingga para karyawan itu tetap menuntut gaji mereka secara penuh tanpa pemotongan.
"Iya terpaksa sebagian besar menuntut gaji full, kami rumahkan," katanya.
Junaidi menjelaskan, pada pertengahan 2020 mereka tidak bekerja karena dirumahkan tetap mendapatkan THR-nya. Sementara pada 2021 mereka juga belum bekerja karena masih terdampak pandemi COVID-19.
“Sedangkan di 2022 juga mereka juga tidak bekerja. Namun demikian kami, kan, istilahnya mulai recovery perusahaan mulai ada uang. Saya berinisiatif mengirimkan surat ke mereka minta nomor rekening baru, alamat tinggal di mana," jelasnya.
Selang seminggu, Junaidi justru mendapatkan data-data pekerja dirumahkan bukan langsung dari pekerja melainkan dari serikat. Setelah mendapatkan data tersebut, perusahaan secara bertahap mengambil langkah untuk memberikan kompensasi kepada mereka.
“Sebetulnya kami mau jelasin komunikasi dengan pekerja langsung supaya kita bisa selesaikan masalahnya. Apakah kami pekerjakan kembali atau kompensasi. Dari 93 orang itu sekitar 60 orang sudah kami tawarkan kompensasi dan mereka terima,” kata dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz