tirto.id - Calon Wakil Presiden Mahfud MD menyatakan pengungkapan beking tambang ilegal seharusnya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih, awal mula dugaan itu disebutnya keluar dari mulut Ketua KPK, Nawawi Pomolango.
"Kalau mau tanya itu lebih gampang tanya ke Ketua KPK, karena itu pidato resmi Ketua KPK di dalam acara Paku Integritas kepada calon presiden dan cawapres," kata Mahfud di Posko Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa (23/1/2024).
Menurut Mahfud, saat itu Nawawi menyatakan bahwa di Indonesia banyak mafia-mafia tambang dibekingi oleh aparat pejabat. Oleh karenanya, banyak sumber korupsi dari tambang ilegal itu.
Lebih lanjut dijelaskan Mahfud, selama kepemimpinannya sebagai Menko Polhukam juga telah dilakukan upaya pengungkapan. Namun, memang diakuinya belum semua dapat diselesaikan.
"Ya kita sudah mulai bongkar-bongkar, tapi tidak belum semua," ungkap Mahfud.
Mahfud pun setuju dengan usulan Nawawi mengenai Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dapat dijadikan landasan pengungkapan kasus korupsi. Bahkan, LHKPN juga bisa menjadi acuan seorang pejabat dipilih.
"LHKPN itu harus dijadikan dasar untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat, itu bagus. Artinya orang sebelum menjabat itu laporkan dulu LHKPN-nya, misalnya 5 tahun terakhir bener tidak nih LHKPN-nya. Kalau tidak bener, tidak boleh jadi pejabat," ucap Mahfud.
Pengontrolan LHKPN juga dapat dilakukan apabila dalam laporan rutinnya aset yang dimiliki pejabat itu tidak wajar. Sehingga, dugaan kebohongan yang berujung korupsi bisa terdeteksi.
Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak merespons pernyataan calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD, yang menyebut bahwa ada aparat dan pejabat yang menyokong (beking) pertambangan ilegal.
Maruli menyebut pernyataan Mahfud soal aparat belum lengkap. Pasalnya, menurut dia, istilah "aparat" bisa merujuk ke banyak hal, sehingga ia mempertanyakan aparat mana yang dimaksud Mahfud.
“Jadi, ya saya bilang begitu, aparat itu yang mana?” kata Maruli dikutip Antara, Jakarta, Selasa (23/1/2024).
“Aparat bisa juga aparatur sipil, ya, belum lengkap itu,” sambungnya.
Menurut Maruli, TNI AD telah menerapkan asas hukum kepada setiap prajurit. Ia meyakini pihaknya tidak berani melakukan sesuatu yang melanggar hukum, termasuk menyokong pertambangan ilegal.
“Jadi, kita sulit juga lah di zaman sekarang ini, terus terang saja, kalau misalnya kita begitu-begitu, masuk video kita takut sekarang ini. Jadi, enggak seberani itu lagi kita. Kita sudah mulai. Memang kadang-kadang hukum itu akan taat setelah ada pemaksaan,” ujarnya.
“Kalau kita bermain-main dengan tambang begitu menjaga-menjaga, difoto, saya yakin responsnya cepat ini,” sambung KSAD.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang