Menuju konten utama

Siswa Bunuh Diri Harus Jadi Cambuk Evaluasi Total PJJ Kemdikbud

Seorang siswa diduga bunuh diri karena stres belajar online. Kemdikbud didesak mengevaluasi program tersebut.

Siswa Bunuh Diri Harus Jadi Cambuk Evaluasi Total PJJ Kemdikbud
Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/03/2020). . ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz

tirto.id - MI (16), siswi kelas 2 di SMA Negeri 18 Gowa, Sulawesi Selatan ditemukan terbujur kaku oleh sang adik, Iren (8), Sabtu 17 Oktober 2020 sekitar pukul 08.30. Mayatnya ditemukan di bawah tempat tidur di rumah yang terletak di Dusun Bontote'ne Desa Bilalang, Manuju. Mulutnya keluar busa. Di sampingnya ditemukan beberapa gelas dan sisa racun pembasmi serangga merek Dangke.

Sang adik langsung bergegas memanggil tantenya, Ngasi (45), yang tinggal tak jauh dari rumah. Setelah melihat MI sudah tak bernyawa, Ngasi lekas meminta bantuan ke warga dan menghubungi kepolisian setempat.

"Kami langsung menuju TKP (tempat kejadian perkara)," kata Kasubag Humas Polres Gowa AKP M Tambunan kepada reporter Tirto, Selasa (20/10/2020). Ia memastikan MI meninggal karena menenggak racun. "Korban sempat merekam dirinya dengan video saat meminum racun menggunakan gelas," katanya.

Saat kejadian, orang tua MI sedang pergi ke kebun.

Tambunan mengatakan MI bunuh diri karena stres. "Diduga banyak beban tugas sekolah," katanya, berdasarkan keterangan keluarga.

Keluarga bilang MI kerap mengeluh banyak tugas selama pembelajaran jarak jauh (PJJ)--metode belajar yang diselenggarakan selama pandemi Corona. Ia makin stres karena sulit mengirim tugas. Rumahnya ada di daerah pegunungan dan sulit mengakses jaringan.

MI juga bilang kerap bermimpi dimandikan seperti orang meninggal. Ia sempat menyampaikan ke rekan-rekannya akan meninggal pada Sabtu atau Minggu.

MI dimakamkan pada Sabtu 17 Oktober di TPU Desa Bilalang, Manuju, Gowa, Sulawesi Selatan.

Evaluasi PJJ

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan kasus ini semestinya jadi cambuk agar pemerintah mengevaluasi PJJ, apalagi ini sudah terjadi untuk kali kedua.

Selain pemerintah, KPAI juga meminta peran sekolah dalam membantu anak-anak yang mengalami masalah mental atau psikologis akibat pandemi COVID-19. "Kerap kali anak-anak hanya butuh didengar, ada saluran curhat selain ke sahabatnya. Bisa juga ke guru BK dan wali kelas agar dapat diberikan solusi yang tepat," kata Retno melalui keterangan tertulis, Senin (19/10 2020)..

Tentu saja peran orang tua tak boleh diabaikan. Suasana yang tidak nyaman mungkin tampak sederhana bagi orang dewasa, namun berbeda jika kondisi tersebut dialami oleh remaja. Jika dibiarkan berlarut-larut, ini bisa berbahaya. "Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berlanjut dan menyebabkan munculnya keinginan untuk menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri," katanya.

KPAI juga mendorong kepolisian Polres Gowa untuk terus mendalami apakah ada motif lain di samping permasalahan PJJ. "Hal ini penting diungkap," katanya. Kasubag Humas Polres Gowa AKP M Tambunan sendiri mengatakan "saat ini kami masih melakukan penyelidikan," termasuk memeriksa kepala sekolah dan guru.

Dinas pendidikan setempat mengatakan setelah berkoordinasi dengan sekolah, alasan MI bunuh diri karena tugas dianggap "tidak masuk akal." Ada indikasi motif lain, yaitu perkara asmara.

Terlepas dari apa motivasinya, dalam PJJ memang guru kerap kali memberikan beban tugas berlebih bahkan dibanding sebelum pandemi. Guru melakukan itu karena interaksi saat belajar online minim dan kurang efektif.

Karena terlalu banyak, bahkan kadang tugas dikerjakan oleh orang tua, kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.

Oleh karena itu sama seperti KPAI, ia juga mengatakan "harus ada perbaikan supaya tidak ada lagi korban berjatuhan," kepada reporter Tirto, Selasa.

Pemerintah menurutnya tidak boleh memukul rata materi dan metode pembelajaran di seluruh daerah. PJJ harus menyesuaikan kebutuhan dan ketersediaan sarana dan prasarana di daerah tersebut, terutama memperhatikan daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) yang masih minim infrastruktur teknologi.

Evaluasi dan penyempurnaan formulasi pembelajaran yang relevan di daerah tersebut harus dilakukan secara berkala. Lalu juga harus menyesuaikan dengan kompetensi guru yang ada di wilayah itu.

Dengan evaluasi, pemerintah mampu mengetahui kebutuhan di daerah tersebut. "Daerah mana, sekolah apa, kebutuhannya apa, itu harus dijawab oleh pemerintah dengan kebijakan-kebijakan afirmasi, supaya ada pemerataan mutu sekolah dan mengurangi kesenjangan," katanya.

Kemdikbud Evaluasi

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf telah meminta Kemdikbud mengurangi beban tugas hingga 50 persen. Masalahnya, katanya kepada reporter Tirto, Selasa, "masih banyak [sekolah] yang belum memahami, sehingga tugas-tugas diberikan terus-menerus sehingga siswa terbebani."

Perihal sarana dan prasarana, politikus dari Partai Demokrat itu meminta agar Kemdikbud berkoordinasi dengan Kemkominfo untuk memasang tower di daerah yang tak terjangkau. "Agar pelajar tidak kesulitan mendapatkan jaringan internet dan bisa mengikuti PJJ dengan baik," katanya.

Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (Kepala BKHM) Kemdikbud Evy Mulyani mengatakan institusinya menyatakan "keprihatinan mendalam" terhadap peristiwa ini. Ia pun mengatakan Kemdikbud akan melakukan evaluasi, sebagaimana setiap kebijakan dan program lain.

"Semua pihak termasuk seluruh kepala daerah, kepala satuan pendidikan, orang tua, guru, dan masyarakat tentunya harus bergotong-royong mempersiapkan pembelajaran di masa pandemi ini," kata Evy kepada reporter Tirto, Selasa.

Ia bilang pada dasarnya PJJ tidak membebani siswa untuk menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Aktivitas dan tugas pembelajaran pun bervariasi, dengan memperhatikan kondisi psikologi, sesuai minat, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses dan fasilitas belajar.

==========

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait BELAJAR ONLINE atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino