tirto.id - Kementerian Perhubungan melarang seluruh moda transportasi darat termasuk kereta api, laut, dan udara sepanjang 6-17 Mei 2021 beroperasi sebagai tindak lanjut dari putusan pemerintah melarang mudik Lebaran di 2021. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idulfitri 1442 Hijriah/Tahun 2021 Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Meski ada larangan, bukan berarti transportasi umum tidak boleh angkut penumpang. Salah satu maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia tetap memastikan ketersediaan konektivitas udara bagi masyarakat yang harus melakukan perjalanan dalam periode tersebut.
"Garuda Indonesia memastikan ketersediaan konektivitas udara bagi masyarakat yang harus melakukan perjalanan dalam periode tersebut, atau masyarakat yang termasuk dalam kategori dikecualikan dari ketentuan larangan mudik yang tentunya dengan tetap mengacu pada syarat perjalanan dan regulasi yang berlaku,” kata Irfan menjawab pertanyaan Tirto dalam keterangan tertulis, Kamis (15/4/2021).
Selain Garuda Indonesia, maskapai lain juga menyiapkan langkah antisipasi agar bisa terbang pada tanggal larangan mudik, contohnya Sriwijaya Air.
"Untuk itu kami telah menyiapkan beberapa strategi guna mengantisipasi hilangnya potensi revenue selama masa mudik Lebaran 2021 ini," kata Direktur Niaga Sriwijaya Air, Henoch Rudi Iwanudin, dalam keterangan resmi, Kamis (15/4/2021).
Begitu pula Citilink Indonesia yang akan tetap melakukan penerbangan dengan rute domestik dengan syarat dan protokol kesehatan yang ketat selama periode larangan mudik.
"Citilink masih beroperasi dan diperuntukkan bagi masyarakat yang memenuhi kriteria untuk melakukan perjalanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata VP Corporate Secretary & CSR PT Citilink Indonesia Resty Kusandarina, dalam keterangan resmi, Senin (12/4/2021).
Langkah antisipatif maskapai tersebut cukup dapat dipahami. Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja menjelaskan, selama masa pandemi industri transportasi yang paling terpukul, bahkan masa pemulihan bagi industri penerbangan baru terlihat pada akhir 2020.
“Q1 kan 2021 sudah mulai membaik dari Desember 2020. Kalau saya lihatnya berangsur membaik itu dari jumlah pergerakan penumpang dan pergerakan pesawat. Artinya, bahwa transportasi udara ini sudah dipercaya lagi oleh masyarakat untuk bisa digunakan untuk jarak perjalanan yang jauh,” kata dia kepada Tirto, Kamis (15/4/2021).
Belajar dari tahun lalu, pihak maskapai pun masih berharap ada kelonggaran yang dilakukan jelang H Lebaran. Karena, momen Lebaran akan sangat membantu proses pemulihan perusahaan maskapai penerbangan.
Masih segar dalam ingatan, terpuruknya industri penerbangan yang tampak pada Laporan Keuangan Garuda Indonesia pada 7 November 2020. Garuda Indonesia membukukan rugi bersih senilai 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp16,5 triliun asumsi kurs 1 dolar AS = Rp15.000 per kuartal III atau Q3 2020.
Selain itu ada pula PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) yang hanya mencatat pendapatan Rp1,40 triliun sampai September 2020. Pendapatan tersebut merosot 71% dari Rp 4,83 triliun pada periode Januari-September 2019. Bahkan saat ini Air Asia tengah sibuk menggarap bisnis layanan jasa antar makanan sebagai strategi untuk bertahan di tengah pandemi.
Momen Lebaran Bisa jadi Harapan
Menurut data Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI menunjukkan selama tahun 2019, momen Lebaran yang jatuh pada Q2 ikut mengerek kegiatan usaha di bidang pengangkutan. Dari 0,3% di Q1 2019 menjadi 2% di Q2 2019. Pada tahun 2020, kondisinya agak berbeda lantaran terjadi larangan mudik. Kegiatan dunia usaha bidang pengangkutan memburuk dari minus 0,57% Q1 2020 menjadi minus 2,56% Q2 2020.
SKDU BI juga merekam tren penggunaan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja juga terpengaruh pada musim lebaran. Misalnya tahun 2019 yang meningkat dari 9,12% Q1 2019 menjadi 9,22% Q2 2019.
Berbeda halnya dengan tahun 2020 ketika momen lebaran dengan larangan mudik akibat COVID-19. Penggunaan tenaga kerja yang sudah berada di zona minus 0,06% pada Q1 2020 turun lebih dalam menjadi minus 1,14% Q2 2020.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penumpang seharusnya mengalami kenaikan setiap ada momen Lebaran. Contohnya lebaran 2019 yang jatuh di 3-4 Juni menyebabkan jumlah penumpang naik dari 5,25 juta orang Mei 2019 ke 7,03 juta orang Juni 2019.
Pada tahun 2020 ketika lebaran jatuh di 23-24 Mei, jumlah penumpang malah mengalami penurunan tajam Mei 2020 sebagai imbas pelarangan mudik 2020. Dari 840.000 penumpang April 2020 menjadi 90.000 penumpang Mei 2020 meski naik lagi ke Juni 2020 menjadi 620.000 penumpang.
Adanya potensi pemulihan industri penerbangan di balik momen Lebaran turut ditanggapi Pengamat Penerbangan Alvin Lie. Ia mengatakan, meski ada larangan mudik maskapai penerbangan tetap harus menyediakan layanan penerbangan.
Apa lagi ada kebijakan pengecualian perjalanan pengecualian tersebut berlaku untuk penerbangan pimpinan lembaga tinggi dan tamu kenegaraan serta operasional kedutaan besar, konsulat jenderal, dan konsulat asing serta perwakilan organisasi internasional. Angkutan penerbangan juga dapat melayani kepentingan repatriasi atau pemulangan warga negara.
“Larangan mudik itu kan masih ada pengecualian, karena ada sebagian masyarakat yang dikecualikan misalnya yang punya kepentingan kesehatan atau ada kepentingan lain misalnya yang sakit ada yang meninggal dan lain lain,” kata dia kepada Tirto, Kamis (15/4/2021).
Lagipula, ia menilai, larangan mudik yang dilakukan pemerintah pun tidak akan efektif untuk menekan angka pergerakan orang. Yang ada, hanya memindahkan jadwal mudik.
“Toh masyarakat akan tetap mudik juga, seharusnya hati-hati dengan diksi larangan, cukup Ini pembatasan pergerakan manusia aja,” kata dia.
Ke depan, Alvin meminta pemerintah konsisten dalam menerbitkan aturan. Tujuannya untuk menciptakan kepastian bagi dunia usaha.
“Saya menilai pemerintah kurang konsisten kalau mau mengendalikan manusia dalam rangka mengendalikan COVID ini. Ya sepanjang tahun ada aturan yang jelas kan dan konsisten sepanjang tahun. Enggak musiman gini dan kebijakan itu harus konsisten. Jangan dilarang gerak tapi promo pariwisata ada sana sini,” tandas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah & Vincent Fabian Thomas
Editor: Restu Diantina Putri