tirto.id - Kelompok Saracen menjadi sorotan setelah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri berhasil mengungkap sindikat penyebar konten ujaran kebencian yang bernuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) yang tergabung dalam grup "Saracen" di Facebook.
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap tiga pelaku yang diduga memiliki peran sentral dalam kelompok tersebut. Mereka antara lain: Jasriadi (ketua sindikat), Faizal Muhammad Tonong (ketua bidang media informasi), dan Sri Rahayu Ningsih (koordinator grup Saracen di wilayah).
Jaringan ini sangat luas, bahkan berdasarkan keterangan Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo, jumlah akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen ini lebih dari 800 ribu akun.
Mereka yang tergabung dalam kelompok Saracen ini kerap menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Mereka juga memiliki media online, yaitu saracennews.com. Situs tersebut masih belum diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sepak Terjang Jasriadi
Kasubdit 1 Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol. Irwan Anwar mengatakan, Jasriadi selaku ketua Saracen berperan sebagai perekrut anggota. Ia menarik minat warganet untuk bergabung dengan mengunggah konten yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial.
Unggahan tersebut berupa kata-kata, narasi, maupun meme yang tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap kelompok masyarakat lainnya. Menurut Irwan, Jasriadi juga memiliki kemampuan di bidang informasi teknologi dan bisa memulihkan akun anggotanya yang diblokir.
Selain itu, Jasriadi juga membuat akun anonim sebagai pengikut grup dan berkomentar provokatif di setiap unggahan mereka. Untuk menyamarkan perbuatannya, ia kerap berganti nomor ponsel untuk membuat akun Facebook anonim.
Baca juga: Grup Saracen, Sindikat Penyebar Konten SARA Pesanan
Lalu, siapa sosok Jasriadi yang berperan sebagai ketua sindikat Saracen tersebut?
Sehari-hari, pria kelahiran 28 Agustus 1985 ini berprofesi sebagai wirausaha. Menurut keterangan polisi, sehari-hari Jasriadi memiliki usaha rental mobil. Tirto menelusuri domain portal saracennews.com, dan mendapati nama Jasriadi digunakan sebagai nama pendaftaran domain saracennews.com. Selanjutnya, CV. Jadi Jaya, ditulis sebagai organisasi pemilik domain itu.
Baca juga:Mengulik Situsweb Saracen yang Dianggap Menyebar Kebencian
CV. Jadi Jaya adalah sebuah perusahaan yang berdiri sebagai penyedia jasa rental mobil, les privat ke rumah, dan jasa pembuatan situsweb yang berlokasi di kota Pekanbaru.
Selain itu, pria yang memiliki nama lengkap Jasriadi Yadi ini dipercaya sebagai Ketua Saracen Cyber Team atau lebih dikenal “Saracen” yang mulai memperkenalkan struktur mereka pada 27 Juli 2016. Jasriadi juga tercatat sebagai pemimpin redaksi atau penanggung jawab situs www.saracennews.com.
Penulusuran di internet juga mendapati nama Jasriadi dikutip dalam perkara mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ia mengatakan bahwa tindak kriminal penistaan terhadap agama Islam makin menjadi-jadi. Menurutnya, banyak akun-akun Facebook yang berkeliaran di dunia maya yang ia temukan merupakan pendukung dari Ahok tersebut.
Saat itu, Jasriadi pun meminta kepolisian dan kominfo untuk turun tangan mengatasi masalah “perang status agama” tersebut. “Sekarang ini penghinaan terhadap Islam sudah melampaui batas, saya minta pihak berwajib turun tangan untuk mengusutnya,” ujarnya, seperti dikutip kabarin.co, pada Oktober 2016 lalu.
Sebelum ditangkap Bareskrim Mabes Polri, pada 7 Agustus lalu, Jasriadi kerap memposisikan dirinya di Facebook sebagai “mahaguru” yang selalu memberikan ulasan dan trik soal penggunaan media sosial, mulai dari “cara membuat schedule posting di aplikasi share,” hingga “cara daftar di aplikasi share automatis ke group Facebook.”
Kini, Jasriadi telah ditangkap Bareskrim Mabes Polri karena diduga menjadi pelaku yang kerap menyebarkan ujaran kebencian bermuatan SARA di media sosial. Ia dijerat dengan Pasal 46 ayat 2 jucto Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Baca juga:
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maulida Sri Handayani