Menuju konten utama

Grup Saracen: Sindikat Penyebar Konten SARA Pesanan

Jumlah akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen ini lebih dari 800 ribu akun.

Grup Saracen: Sindikat Penyebar Konten SARA Pesanan
Aktivis yang tergabung dalam Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Aceh membentangkan spanduk dan poster saat menggelar aksi di Polda Aceh, Banda Aceh, Senin (5/9). ANTARA FOTO/Ampelsa/foc/16.

tirto.id - Divisi Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri berhasil mengungkap sindikat penyebar konten ujaran kebencian yang bernuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) yang tergabung dalam grup "Saracen" di Facebook.

Polisi telah menangkap tiga pelaku yang menjalankan "bisnis" ujaran kebencian berdasarkan pesanan melalui media sosial itu. Mereka adalah JAS (Jasriyadi) sebagai ketua sindikat ditangkap di Riau pada 7 Agustus, FTN (Faizal Muhammad Tonong) selaku Ketua Bidang Media Informasi ditangkap di Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017 lalu, dan seorang wanita berinisial SRN ditangkap pada 5 Agustus 2017 di daerah Cianjur, Jawa Barat.

Dalam kelompok Saracen ini, ketiga pelaku tersebut memiliki peran berbeda. Kasubdit 1 Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol. Irwan Anwar mengatakan, JAS selaku ketua berperan sebagai perekrut anggota. Ia menarik minat warganet untuk bergabung dengan mengunggah konten yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial.

Unggahan tersebut berupa kata-kata, narasi, maupun meme yang tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap kelompok masyarakat lainnya. Menurut Irwan, JAS juga memiliki kemampuan di bidang informasi teknologi dan bisa memulihkan akun anggotanya yang diblokir.

Selain itu, JAS juga membuat akun anonim sebagai pengikut grup dan berkomentar provokatif di setiap unggahan mereka. Untuk menyamarkan perbuatannya, JAS kerap berganti nomor ponsel untuk membuat akun Facebook anonim.

Sementara tersangka MFT berperan di bidang media informasi. Ia menyebar ujaran kebencian dengan mengunggah meme maupun foto yang telah diedit. MFT juga membagikan ulang unggahan di grup Saracen ke akun Facebook pribadinya. Sedangkan tersangka SRN merupakan koordinator grup Saracen di wilayah.

Baca juga: Polisi Ungkap Sindikat Bisnis Ujaran Kebencian

Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo mengatakan, kelompok Saracen ini menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, bahkan melalui situs sendiri, yakni saracennews.com. Ironisnya, situs tersebut masih belum diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Susatyo menjelaskan bahwa jaringan penyebar ujaran kebencian ini sangat luas. Tidak tanggung-tanggung, saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen berjumlah lebih dari 800 ribu akun.

“Yang perlu kami garisbawahi, ini adalah salah satu dari banyak kelompok yang masih kami cari dan kami kejar,” ujarnya, saat konferensi pers terkait penangkapan kelompok Saracen, di gedung Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Menurut Susatyo, sindikat ini cukup cerdas untuk melihat suatu tren media, tidak hanya mengerjakan ujaran kebencian lewat berita-berita hoax alias bohong, tapi mereka juga menggunakan “meme” untuk menyebarluaskannya. Kadang sajiannya juga berupa fakta yang dikemas dengan ditambahkan unsur SARA.

Baca juga:

Polisi menyebut grup Saracen sebagai sindikat karena mereka memiliki struktur yang lengkap dan terorganisir di berbagai wilayah. Artinya, penyebaran konten ujaran kebencian yang dilakukan oleh grup Saracen ini bukan oleh orang per orang, melainkan kelompok.

“Kami katakan sindikat karena ini memiliki struktur seperti organisasi pada umumnya,” kata Irwan.

Ketiga orang yang ditangkap tersebut bertindak sebagai kelompok yang menerima pesanan untuk menyebarkan kebencian dengan motif ekonomi. Menurut Susatyo, berdasarkan temuan proposal penawaran pembuatan konten ujaran kebencian Saracen dimulai dari Rp75 juta sampai dengan Rp100 juta.

“Ada proposalnya, tapi kan kami masih mendalami karena kami belum cek betul,” kata Susatyo.

Susatyo menjelaskan sehari-harinya, Jasriyadi memiliki usaha rental mobil, sedangkan kedua lainnya menjadi wirausaha yang kerjanya serabutan. Ketiganya terbiasa berkomunikasi melalui grup bernama ‘SARA Chat’.

“Judul grupnya saja sudah tidak baik,” kata Susatyo.

Baca juga artikel terkait UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz