tirto.id - Divisi Siber Bareskrim Mabes Polri memaparkan pengungkapan sindikat kasus penyebaran ujaran kebencian terkait SARA di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2017). Tiga tersangka yang sudah tertangkap saat ini, JAS (Jasriyadi), MFT (Muhammad Faizal Tonong), dan SRN ternyata merupakan bagian dari kelompok yang sama.
Ketiganya ditangkap dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda. Ketua sindikat itu, JAS (Jasriyadi) ditangkap di Riau, sedangkan Ketua Bidang Media Informasi MFT (Muhammad Faizal Tonong) ditangkap di Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017 lalu, dan terakhir wanita berinisial SRN ditangkap pada 5 Agustus 2017 lalu di daerah Cianjur, Jawa Barat.
Sehari-harinya, JAS memiliki usaha rental mobil, sedang kedua lainnya menjadi wirausaha yang kerjanya serabutan. Ketiganya menjadi anggota kelompok yang sama bernama ‘Saracen’, dan terbiasa berkomunikasi melalui grup bernama ‘SARA Chat’.
“Judul grupnya saja sudah tidak baik,” kata Kasubag Satgas Patroli Siber Bareskrim AKBP Susatyo Purnomo.
”Kami katakan sindikat karena ini memiliki struktur seperti organisasi pada umumnya,” jelas Kasubdit I Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol. Irwan Anwar
Dari barang bukti yang ada, polisi berhasil menyita 50 kartu prabayar, 5 HardDisk, 1 komputer, dan 1 laptop, gawai, 5 USB, dan 1 kartu memori dari tersangka utama JAS.
Dari tersangka kedua MFT, polisi menyita 1 gawai merek Lenovo, 1 kartu memori, 1 USB, dan 5 kartu prabayar.
Dari SRN, polisi mengambil 1 laptop, 1 Hard Disc, 1 gawai merek ASUS, 1 gawai merek Nokia, 1 kartu memori, dan 3 kartu prabayar.
“Terhadap kedua pelaku ini kami menjeratnya dengan dugaan melakukan tindak pidana ujaran kebencian atau hate speech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 juncto pasal 28 tahun 2016 UU ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara,” pungkas Irwan.
Sedangkan pimpinannya, JAS, disangkakan melakukan tindak pidana ilegal akses dalam pasal 46 ayat 2 juncto pasal 30 ayat 2 dan pasal 46 ayat 1 juncto pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman 7 tahun penjara.
Sindikat Ujaran Kebencian Bertebaran di Dunia Maya
Terkait dengan maraknya ujaran kebencian di media sosial, polisi mewanti-wanti masyarakat agar sadar dan berhati-hati karena berpotensi memecah integrasi bangsa.
Menurut AKBP Susatyo Purnomo, sindikat itu menyebarkan ujaran melalui Facebook, Twitter, dan bahkan melalui situs sendiri, yakni saracennews.com. Uniknya, situs tersebut masih belum diblokir oleh Kemenkominfo.
“Mereka juga mempunyai media sehingga rating-nya cukup tinggi,” jelas Susatyo.
Susatyo menjelaskan bahwa jaringan penyebar ujaran kebencian ini sangat luas. Tidak tanggung-tanggung, ketiga tersangka ini hanyalah sebagian dari 800 ribu dugaan pelaku ujaran kebencian.
“Yang perlu kami garisbawahi, ini adalah salah satu dari banyak kelompok yang masih kami cari dan kami kejar,” pungkas Susatyo Purnomo.
Menurut Susatyo, sindikat ini cukup cerdas untuk melihat suatu tren media, tidak hanya mengerjakan ujaran kebencian lewat berita-berita hoax alias bohong, tapi mereka juga menggunakan meme untuk menyebarluaskannya. Kadang sajiannya juga berupa fakta yang dikemas dengan ditambahkan unsur SARA.
“Mereka menggabungkan dengan fakta-fakta tidak benar dan menggiring opini publik untuk mempengaruhi ke arah opini tertentu,” jelasnya.
Postingan yang mereka buat dan mengandung ujaran kebencian kemudian disebarkan melalui 800 ribu komplotannya. Hal ini dilakukan demi memviralkan ujaran tersebut sehingga bisa mempengaruhi masyarakat.
Menurut Susatyo, keahlian JAS, ketua kelompok sindikat itu, selain menjadi administrator dalam grup tersebut, ia juga mempunyai kemampuan untuk mengembalikan email dan akun yang sudah diblokir. Hebatnya, Susatyo mengklaim bahwa JAS juga memiliki keahlian untuk mengakuisisi akun pihak lain yang dirasa menghambat penyebaran ujaran kebenciannya.
Penyebaran konten sampai saat ini terpantau banyak melalui Facebook. JAS sendiri memiliki 6 email aktif dan 8 akun Facebook. Ketiga pelaku ini berjalan secara otodidak dan demi menyukseskan ujaran kebenciannya menjadi viral, mereka saling berbalasan satu sama lain.
“Jadi kadang yang satu komen, kemudian pakai akun yang lain ikut komen juga,” terang Susatyo.
Larisnya Orderan Ujaran Kebencian
Sampai saat ini, kepolisian masih mendalami motif tindakan ketiga pelaku yang sudah tertangkap. Namun, sejauh ini polisi menduga kuat bahwa motifnya berasal dari faktor ekonomi. Banyak konten yang memuat ujaran kebencian bisa dibisniskan, bukan hanya terkait ras dan agama, tetapi ujaran kebencian kepada pemerintah juga menjadi salah satu langganan.
Susatyo menerangkan bahwa sampai sekarang sudah banyak produk ujaran kebencian yang dibuat oleh sindikat ini karena mudah untuk menyebarkan informasi.
“Sekarang grup-grup media sosial itu seperti pasar. Di mana pembuat-pembuat meme dan sebagainya itu di-posting di grup, kemudian pelaku ini menghilang,” imbuh Susatyo.
Sindikat ini membutuhkan dana untuk membuat konten dan situs. Sumber dana tersebut diduga kuat didapat dari pesanan-pesanan dari pihak tertentu untuk membuat konten ujaran kebencian. Tidak tanggung-tanggung, temuan proposal penawaran pembuatan konten ujaran kebencian dimulai dari Rp75 juta sampai dengan Rp100 juta.
“Pesanannya itu senilai Rp75 juta sampai Rp100 juta. Ada proposalnya, tapi kan kami masih mendalami karena kami belum cek betul,” tambahnya.
Tim Siber Bareskrim Mabes Polri sendiri belum bisa menemukan pihak mana saja yang mengajukan pesanan kepada sindikat ini. Namun Susatyo menegaskan bahwa hal tersebut masih dalam pendalaman, tetapi dari hasil pemeriksaan, ia menilai bahwa konten-konten ujaran kebencian sudah disiapkan bahkan sebelum pemesanan dilakukan.
“Dalam kehidupan kesehariannya, diselingi oleh pembuatan konten ini,” ujarnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto