tirto.id - Yofi Cahya Subangga selalu gelisah ketika sang istri, Dhitta F.P., harus berpergian sendiri. Pilihan transportasi memang banyak, termasuk yang disediakan beberapa aplikasi transportasi online. Namun, mayoritas pengemudi ojek online berjenis kelamin laki-laki. Hal itu bertentangan dengan ajaran yang dia yakini.
“Ojek online itu kebanyakan driver-nya laki-laki, kalau untuk muslim, khalwat itu dosa, kalau berdua dengan yang bukan muhrim,” ujar Yofi.
Setelah berdiskusi dengan Dhita dan teman-temannya, Yofi memberanikan diri merancang bisnis aplikasi ojek buat perempuan Shejek pada 2017. Ia mengoperasikannya pada April 2018 dan memilih kota tinggalnya, Kota Bandung, sebagai kota pertama Shejek mengaspal.
Meski enggan membeberkan modal awal usahanya, Yofi mengaku memulai bisnis itu dengan modal sangat kecil. Ia juga mengaku tak sedang mencari untung besar dari usahanya, sebab tujuan awal Shejek bukanlah bisnis, tapi membantu perempuan dalam mencari transportasi yang nyaman.
Di Shejek, Yofi menetapkan pembagian laba 90 persen untuk pengemudi dan 10 persen untuk aplikator.
Dalam merekrut pengemudi, Yofi mewajibkan beberapa aturan seperti muslimah berhijab, berkomitmen menggunakan pakaian longgar dan tidak ketat, sehat jasmani dan rohani, berusia maksimal 55 tahun, memiliki kendaraan bermotor layak, memiliki SIM C, serta mendapat izin dari wali/mahram.
Syarat-syarat tersebut relatif sederhana sehingga menarik Sujarwati untuk menjadi pengemudi Shejek. Perempuan asal Bandung ini mulai menarik penumpang sejak 8 bulan lalu. Sebelum mengojek, Sujarwati adalah penjahit rumahan.
“Alhamdulillah ada [penumpang setiap hari], ada yang udah tetap [langganan]. Tapi ada yang [pesan] dari grup, ada yang dari grup Whatsapp, ada yang dari aplikasi,” tutur Sujarwati.
Menjadi pengemudi ojek online membuat Sujarwati bisa melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga sekaligus mencari nafkah. Biasanya, ia bekerja setelah seluruh pekerjaan rumahnya selesai hingga pukul 20.00.
Sujarwati tak merasa takut menjadi pengemudi ojek online, sebab semua penumpangnya perempuan. Soal keamanan, Sujarwati biasanya memilih tempat yang ramai di malam hari.
“Kendalanya hanya kalau musim hujan, kan kalau kehujanan kasihan pelanggannya. Mau dibatalin juga enggak enak, tapi mau jalan hujan, mau dikonfirmasi sinyalnya juga enggak bagus,” ungkapnya.
Cerita serupa juga dikisahkan oleh pengemudi ojek Shejek lain: Dini. Setiap hari, ia menjadi pengemudi Shejek di jalanan Jakarta Selatan. Aktivitas ini ia lakoni untuk mengisi waktu luang usai melakukan pekerjaan rumah tangga.
“Kenapa mau jadi driver, pertama dari zaman kuliah suka nganter teman ke mana-mana. Lalu, kebetulan saya enggak ada kegiatan, tiba-tiba dengar Shejek buka lowongan jadi driver, saya langsung coba,” kata Dini.
Dini sadar bahwa sebelum Shejek lahir sudah banyak transportasi online lahir. Namun, menurutnya Shejek memiliki kekuatan karena seluruh penumpangnya adalah perempuan.
“Kalau aplikasi ojek online lain itu kan enggak ada batas laki-laki dan perempuan, nah kita dengan cara itu,” tuturnya.
Sama dengan Sujarwati, Dini tak melulu mengambil penumpang menggunakan aplikasi, sebab pemilik Shejek memperkenankan pengemudi untuk menerima pesanan melalui aplikasi pesan singkat seperti Whatsapp maupun Telegram.
Tingginya Minat Ojek Online Khusus Perempuan
Sebagai pendiri Shejek, Yofi mengakui hingga kini ia belum memiliki admin yang memadai untuk menjalankan Shejek. Padahal, Shejek mulai sibuk. Menurut Yofi, Shejek kerap menolak penumpang karena pesanan penuh sehingga sering tak bisa terlayani.
Saya pun beberapa kali mencoba memesan Shejek baik melalui aplikasi maupun grup Whatsapp, tapi tak berhasil. Bahkan ketika saya mencoba melalui pesan singkat, saya harus rela menunggu 200 antrian.
Yofi mengaku tak pernah melakukan promosi besar-besaran. Ia hanya mengandalkan sharing di media sosial dan dilakukan oleh sukarelawan.
“Ada beberapa pilihan [cara pemesanan], sih. Kenapa bisa order di grup, karena adminnya terbatas. Jadi kalau di grup, ketika admin belum membaca atau membalas, perwakilan driver bisa menyebarkan ke grup driver. Makanya kan suka slow response,” ungkap Yofi.
Tingginya permintaan ojek online khusus perempuan ini menurutnya bukan semata faktor agama. Beberapa penumpang menyampaikan kenyamananlah yang menjadi alasan utama.
Nita adalah salah satu contohnya. Bagi dia, ojek online merupakan transportasi andalan untuk mobilitas sehari-hari.
“Pas kemarin tahu ada Shejek, beberapa kali order, intinya sih nyaman karena sama-sama cewek. Jadi kalau mau pegangan enggak sungkan,” tuturnya. “Driver-nya sama karena sudah langganan, kebetulan rumahnya dekat sama kantor saya."
Meski begitu, Nita mengakui bahwa ia kerap menggunakan aplikasi ojek online lain saat pengemudi Shejek langganannya tak bisa menjemput. Beberapa penumpang Shejek memang memilih berlangganan dengan pengemudi pertama mereka karena panjangnya antrean.
Penumpang lain bernama Dewi juga mengaku ia kerap memakai jasa driver andalannya dari Shejek. Tak hanya mempercayakan Shejek untuk mobilitasnya, ia juga memakai jasa Shejek untuk mengantarkan anak perempuannya ke sekolah.
“Menjadi pelanggan sudah sejak ada Shejek. Alasannya karena Shejek driver-nya perempuan, lebih nyaman terutama buat nganter anak sekolah, kadang pulang les suka malam,” ungap Dewi.
Dewi mengakui memesan Shejek tak semudah memesan jasa ojek online lainnya. Maka, ia memilih untuk berlangganan dengan salah satu pengemudi driver.
“Pertama kali lewat WA, langsung dapat, ngobrol, terus dia bersedia [kalau saya langganan]. Jadi, akhirnya [melanggan] sampai sekarang. Karena memang masih jarang driver-nya, jadi saya kadang suka pakai aplikasi, [sering] enggak dapat-dapat,” tuturnya.
Pelanggan berhubungan langsung dengan driver tanpa lewat aplikasi? Tidakkah itu merugikan Shejek, atau dalam hal ini Yofi?
Menurut Yofi, ia tak mempermasalahkan konsumennya untuk berlangganan dengan sang pengemudi, sebab sistem yang ia bangun adalah kepercayaan antara Shejek dengan driver-nya. Namun, jika ada konsumen yang memesan melalui pesan singkat, pihak Shejek mewanti-wanti kepada konsumen agar meminta sang pengemudi menunjukkan identitasnya yang sesuai dengan identitas di aplikasi.
Kini, Shejek telah memiliki 700 pengemudi yang tersebar di Bandung, Jabodetabek, Padang, Makassar, dan Tasik. Tingginya minat masyarakat terhadap ojek khusus perempuan membuat Yofi berencana untuk mengembangkan usahanya itu ke kota-kota lainnya pada 2019.
Editor: Maulida Sri Handayani