tirto.id - Pemerintah Indonesia mengumumkan masuknya varian baru COVID-19 dengan kode B117 atau varian B.1.1.7 yang pertama kali muncul di Inggris. Perkembangan ini buruk karena bisa berdampak menurunkan kemanjuran vaksin.
Kabar kemunculan varian COVID-19 B117 disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono saat memberikan sambutan acara #InovasiIndonesia untuk pulih pasca-satu tahun pandemi, Selasa (2/3/2021). Hal tersebut berdasarkan laporan yang ia terima sehari sebelumnya.
Lebih detail, varian B117 itu menginfeksi dua buruh migran asal Karawang, Jawa Barat, kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Karawang Fitra Hergyana, Rabu (3/3/2021). Dua TKI tersebut berinisial M dan A, masing-masing berasal dari Kecamatan Lemahabang dan Kecamatan Pedes.
Keduanya kini telah dinyatakan negatif. "Semuanya sudah tertangani, jadi masyarakat kami imbau tidak panik," kata Fitra, seperti dilansir Antara.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan pada tahun ini strain atau varian baru COVID-19 memang berpotensi bermunculan. “Karena pandemi yang tidak terkendali akan melahirkan strain baru yang merugikan,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Rabu (3/3/2021).
Vaksinasi yang baru saja dimulai pun berpacu dengan dengan munculnya varian baru ini. Varian B117 ini menurutnya memang sebagian masih dapat dikenali oleh vaksin yang ada sekarang sehingga tak terlalu banyak memengaruhi efikasi. Namun, ketika varian baru terus bertambah seperti varian dari Afrika Selatan, situasinya akan sulit. Vaksin yang ada, katanya, “akan terbatas masa tahan dari imunitas yang terbentuk.” “Mungkin maksimal satu tahun,” kata Dicky.
Oleh karena itu penguatan di pintu masuk negara mutlak untuk dilakukan. Tak harus sampai menutup total, hanya saja pemindaian harus ketat. Sementara pemungutan 3T (tracing, testing, treatment) dan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi) juga tetap wajib.
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto, menjelaskan lebih jauh soal varian B117 ini dan kaitannya dengan pendeteksian di Indonesia. Menurutnya karena tes swab PCR selama ini belum dilakukan secara masif, dan apabila masif pun primer pendeteksi genetik virus yang digunakan masih sama--“hanya menggunakan satu atau dua primer saja”--maka tetap akan sulit mendeteksi varian baru.
Oleh karena itu “harus digunakan tambahan primer baru. Harus dimulai menggunakan dua sampai tiga primer kalau mau mendeteksi,” ujar Riza awal tahun lalu.
Riza berharap sekuens genom diupayakan lagi juga karena “seiring bertambahnya kasus maka ada potensi mutasi. Kalau kita tidak mengawali itu ya nanti mutasinya bisa ke mana-mana dan kita tidak tahu yang sebetulnya.”
Turunnya Efikasi Vaksin Saat Bertemu Varian Baru
Peneliti bioteknologi dari Universiti Putra Malaysia Bimo Ario Tejo menjelaskan bahwa vaksin bekerja untuk menghasilkan antibodi. Antibodi itu spesifik dan bisa bekerja pada satu virus. Ketika virus itu berubah sedikit seperti varian B117 ini, maka beberapa vaksin masih bisa merespons. “Tapi kalau mutasinya terlalu ekstrem, antibodi yang muncul dari vaksinasi tidak sanggup lagi,” katanya kepada reporter Tirto, Rabu.
Sinovac, sebagai produsen vaksin yang dipakai di Indonesia, telah mengeluarkan pernyataan pers yang menyebut bahwa vaksin mereka cukup efektif untuk melawan varian B117. Namun, kata Bimo, belum ada data yang sahih tentang itu.
Begitu juga dengan efektivitas vaksin lain seperti Pfizer dan Moderna. “Untuk Pfizer dan Moderna kita belum tahun jawabannya karena uji klinis vaksin ini dulu sebelum varian ini muncul. Efeknya bagaimana ke vaksinnya kita belum tahu,” kata Bimo
Dalam contoh Vaksin AstraZenaca, efikasinya turun drastis ketika berhadapan dengan varian baru COVID-19 di Afrika Selatan B.1.351 atau dikenal juga sebagai 501Y.V2. Penggunaannya pun dihentikan karena dianggap kurang manjur. Persis seperti itulah yang mungkin bakal terjadi di Indonesia.
“Jadi prinsipnya ketika ada varian baru yang mengancam kita, maka vaksinasi itu harus dipercepat. Vaksinasi lambat nanti kita kalah balapan sama varian baru. Nanti varian baru tersebar dan ternyata memengaruhi vaksin,” kata Bimo.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino