tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan bawah varian baru virus corona (Sars-CoV-2) asal Inggris, yang biasa disebut dengan B.1.1.7, telah ditemukan sebarannya di Indonesia.
Menurut Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono, hasil penelitian 426 spesimen dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan 2 di antaranya mengarah pada varian B117. Kata Dante, 2 kasus itu ditemukan pada Senin malam, 1 Maret 2021.
"Artinya kita akan menghadapi pandemi ini dengan tingkat kesulitan yang semakin berat," kata Dante dalam peringatan 1 tahun pandemi Covid-19 bertajuk "#InovasiIndonesia untuk Pulih Pascapandemi" pada Selasa (2/3/2021).
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito membenarkan bahwa kasus infeksi varian B117 telah ditemukan di Indonesia.
Dalam pernyataannya pada Selasa sore, Wiku memastikan akan dilakukan penelusuran dari kasus infeksi B117 untuk mencegah meluasnya penyebaran varian baru virus corona tersebut.
Sebaran Varian Baru Virus Corona Asal Inggris di Dunia
Pada 14 Desember 2020, pihak berwenang Inggris melaporkan kepada WHO bahwa mereka telah mendeteksi varian baru virus corona yang disebut B117 atau SARS-CoV-2 VOC 202012/01 (Varian of Concern, tahun 2020, bulan 12, varian 01).
Karena ditemukan pertama kali di wilayah Kent, Inggris bagian tenggara, B117 pun sering disebut dengan varian Kent.
Hanya dalam beberapa pekan setelah pertama kali ditemukan, varian B117 sudah menggantikan peredaran garis keturunan lain virus corona di Kota London dan kawasan Inggris bagian tenggara.
Kemudian, pada 26 Desember 2020, varian ini telah diidentifikasi dari pengambilan sampel rutin dan pengujian genomik yang dilakukan di seluruh Inggris Raya.
Hasil penelitian epidemiologi, pemodelan, filogenetik, dan klinis awal menunjukkan pula bahwa varian B117 meningkatkan kapasitas penularan Covid-19.
Penyebaran varian B117 memang terbukti cepat. WHO mencatat, hingga 30 Desember 2020 lalu, varian B117 dilaporkan menyebar di 31 negara dari enam regional.
Sementara dalam laporan WHO berdasarkan data per 23 Februari 2021, tercatat bahwa varian B117 sudah ditemukan di 101 negara. Belakangan, terlacak pula bahwa B117 telah muncul sejak 20 September 2020.
Sebagai perbandingan, varian baru virus corona asal Afrika Selatan (B1351) yang terdeteksi muncul sejak awal bulan Agustus 2020, sudah ditemukan persebarannya di 51 negara per 23 Februari lalu.
Pada periode yang sama, varian baru virus corona asal Brasil (P1) yang muncul sejak Desember tahun lalu sudah meluas persebarannya ke 29 negara.
Adapun berdasar data CDC, sampai 28 Februari 2021, tercatat sudah ada 2.400 kasus Covid-19 yang disebabkan oleh varian B117 di Amerika Serikat. Ribuan kasus itu tersebar di 46 negara bagian.
Gejala dan Dampak Infeksi Varian Baru Corona B117
Mengutip laporan epidemiologis WHO yang dirilis pada pekan terakhir Februari 2021, varian B117 asal Inggris diduga memiliki tingkat penularan lebih tinggi, sekaligus memperbesar potensi gejala berat hingga kematian. Namun, dugaan itu masih terus dikaji dalam serangkaian studi yang masih berjalan.
Masih merujuk laporan WHO, hasil studi sementara juga memperlihatkan varian B117 tidak terlalu berdampak kepada kualitas vaksin Moderna, vaksin Pfizer, dan vaksin AstraZeneca.
Sedangkan berdasarkan data laporan European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) keluaran 21 Januari 2021, varian B117 diperkirakan lebih menular 36-75 persen dibanding varian lainnya. Perkiraan itu merupakan hasil studi pemodelan di Inggris dan Denmark.
Namun, laporan ECDC menyebutkan belum ada indikasi bahwa infeksi B117 berhubungan dengan gejala klinis yang lebih parah dibandingkan dampak infeksi varian corona lainnya.
Dalam pemberitaan BBC akhir Januari 2021 lalu, Prof Lawrence Young, ahli virologi dan profesor onkologi molekuler di Universitas Warwick, mengatakan varian B117 memiliki 23 perubahan jika dibandingkan dengan virus asli Wuhan.
"Beberapa perubahan di berbagai bagian virus ini bisa mempengaruhi tanggapan kekebalan tubuh dan juga mempengaruhi berbagai gejala yang terkait dengan infeksi," kata Lawrence.
Dia menambahkan, karena orang yang terinfeksi varian B117 kemungkinan memiliki virus lebih banyak (viral load) maka infeksi lebih luas di tubuh bisa saja terjadi. "Mungkin menyebabkan lebih banyak batuk, nyeri otot, dan kelelahan," ujar dia.
Analisis Lawrence Young tersebut merupakan bagian dari studi jangka panjang untuk melacak virus corona di populasi Inggris, yang dilakukan bersama dengan Public Health England, University of Oxford, dan University of Manchester.
Mengenai ragam gejala yang diakibatkan infeksi varian B117 memang belum mengindikasikan ada jenis baru. Namun, hasil survei Badan Statistik Nasional (ONS) Inggris yang dirilis di akhir Januari lalu menyimpulkan ada gejala tertentu yang lebih sering muncul pada kasus infeksi B117.
Survei ONS menunjukkan mereka yang terinfeksi varian B117 lebih cenderung mengalami batuk terus-menerus, kelelahan, nyeri otot, sakit tenggorokan, dan demam dibandingkan dengan mereka yang terenfeksi varian awal virus corona.
Menariknya, tidak banyak pasien terinfeksi varian B117 yang melaporkan gejala hilangnya indera perasa atau penciuman.
Survei ONS melihat gejala yang dilaporkan oleh orang-orang hingga seminggu sebelum dinyatakan positif terinfeksi B117, dan membandingkannya dengan mereka yang terinfeksi varian lama.
Ada sekitar 3.500 orang yang terinfeksi varian B117 dan 2.500 lainnya terkena infeksi varian lama terlibat dalam survei ini. Mereka menjalani tes Covid-19 antara November 2020 dan Januari 2021.
Berikut daftar gejala Covid-19 pada 3.500 orang yang terinfeksi varian baru (B117):
- 35% mengalami batuk
- 32% mengalami kelelahan
- 25% mengalami nyeri otot dan nyeri
- 21,8% mengalami sakit tenggorokan
- 16% mengalami kehilangan indera perasa
- 15% kehilangan indera penciuman.
Adapun daftar gejala pada 2.500 orang yang terinfeksi varian lama ialah:
- 28% mengalami batuk
- 29% mengalami kelelahan
- 21% mengalami nyeri dan nyeri otot
- 19% mengalami sakit tenggorokan
- 18% kehilangan indera perasa dan penciuman.
Tony Moody, M.D, seorang spesialis penyakit menular di Duke Human Vaccine Institute di Duke University Medical Center, mengatakan tidak mengherankan bahwa varian baru akan menyebabkan gejala yang agak berbeda dibandingkan dampak infeksi varian lama.
"Varian baru memiliki perubahan dalam kode genetiknya yang akan menghasilkan protein yang dibangun secara berbeda, dan itu dapat mengubah cara virus berinteraksi dengan tubuh," katanya.
Moody mencatat hasil survei ONS di Inggris menunjukkan tidak ada gejala baru yang dilaporkan oleh pasien yang terinfeksi varian B117. Maka itu, masih terlalu dini menyimpulkan bahwa infeksi B117 memicu perubahan gejala yang signifikan, jika melihat data dari survei ONS.
"Jika tiba-tiba gejala baru muncul atau hilang sama sekali, barangkali itu lebih memprihatinkan,” ujar Moody, seperti dikutip dari laman AARP.
Editor: Agung DH