tirto.id - Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan nomor perkara 164/G/2024/PTUN.BDG pada 10 Desember 2024. Mereka mengklaim sebagai penerus Het Christelijk Lyceum (HCL) yang pernah memiliki tujuh Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di lokasi tersebut.
Namun, sertifikat itu telah berakhir sejak 23 September 1980, dan lahan tersebut kini berstatus Hak Pakai atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang digunakan oleh SMAN 1 Bandung.
"Awalnya pada bulan Desember lalu, kami menerima surat gugatan dari Perkumpulan Lyceum Kristen terkait pembatalan atas sertifikat lahan yang ditempati SMAN 1 Bandung," ujar Kepala Sekolah SMAN 1 Bandung, Tuti Kurniawati. Suaranya terdengar tegar, meski sorot matanya menyiratkan kekhawatiran.
Gugatan ini menempatkan dua pihak sebagai tergugat, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. PLK beralasan, penerbitan sertifikat hak pakai untuk SMAN 1 bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan dan Asas-Asas Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Namun, berdasarkan putusan hukum sebelumnya, keberadaan HCL telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 50 Prp 1960.
Meski situasi ini mengancam keberlangsungan sekolah, pihak sekolah Bandung tidak tinggal diam. Mereka berkoordinasi erat dengan Biro Hukum Pemprov Jawa Barat untuk mengumpulkan bukti-bukti kepemilikan lahan.
"Kami intens berkoordinasi dengan Biro Hukum. Mereka yang mengawal proses hukum ini agar bisa selesai dengan hasil terbaik," tutur Tuti kepada Tirto saat ditemui langsung.
Sengketa Lahan Ancam Pembelajaran
Meski persidangan berlangsung, aktivitas belajar di SMAN 1 Bandung tetap berjalan kondusif. Para guru dan siswa tetap berusaha menjalani rutinitas harian tanpa terganggu bayang-bayang sengketa hukum. Namun, ada kekhawatiran yang tak terucap.
"Kami (awalnya) lebih memilih diam dan tidak memberitahu anak-anak dulu, karena khawatir sekolah menjadi tidak kondusif," kata Tuti.
Menjelang sidang terakhir pada Februari 2025, sekolah menggelar doa bersama sebagai bentuk ikhtiar batin. Proses persidangan telah memasuki tahap pemanggilan saksi ahli dari bidang hukum tata negara, hukum pemerintahan, dan agraria.
Ini menjadi harapan terakhir bagi SMAN 1 Bandung untuk membuktikan hak mereka atas lahan yang telah menjadi rumah bagi ribuan pelajar selama lebih dari dua dekade.Ia juga mengajak seluruh keluarga besar SMAN 1 Bandung, para alumni, dan masyarakat untuk terus mengawal jalannya persidangan.
"Kami tidak ingin anak-anak kehilangan almamaternya," tegasnya.
Siswa Enggan Direlokasi
Bagi Tarisha, Ketua OSIS SMAN 1 Bandung, kabar sengketa tanah ini datang bagai petir di siang bolong. Ia melanjutkan, rasa kaget itu perlahan berubah menjadi kegelisahan.
“Sebenarnya untuk pertama kali aku dengar tentang berita ini, yang pasti sedikit kaget. Karena sebelumnya kasus sengketa tanah ini ada di sekolah tetangga kita. Dikira cuma sampai situ, nggak bakal kena ke kita, tapi ternyata tahun ini malah sampai digugat beneran ke pengadilan,” ujar Tarisha.
Di koridor-koridor sekolah, perbincangan tentang sengketa ini tak pernah sepi. Para siswa yang biasanya sibuk menghafal materi ujian atau berlatih untuk lomba, kini sering bertukar kabar soal perkembangan sidang.
“Di kalangan teman-teman aku sendiri banyak banget yang merasa resah karena belum ada kejelasan dari hasil sidang kemarin. Kita cuma pengen tahu, apakah bakal tetap di sini, atau harus pindah?” kata Tarisha.
Bayangan kehilangan sekolah tercinta menjadi momok yang mengganggu konsentrasi belajar mereka. Lebih dari sekadar bangunan, SMAN 1 Bandung adalah rumah kedua, tempat para siswa tumbuh dan bermimpi.
Tarisha mengungkapkan kekhawatirannya terkait rumor pemindahan sekolah ke wilayah Gedebage jika seluruh upaya yang telah dilakukan tidak membuahkan hasil. Jarak antara lokasi SMANSA saat ini ke Gedebage diperkirakan mencapai 16 kilometer dari lokasi saat ini. Tarisha merasa cemas, karena perpindahan ini berpotensi menyulitkan banyak siswa dan mengganggu ekosistem pembelajaran.
“Banyak teman-teman yang rumahnya sudah jauh dari sekolah saat ini, apalagi kalau harus pindah ke Gedebage,” ujarnya.
Semangat siswa SMAN 1 Bandung tak surut. Mereka terus belajar, berlatih, dan berprestasi, seolah ingin menunjukkan bahwa mereka layak memperjuangkan sekolah tercinta mereka, para siswa juga aktif menyuarakan keresahan mereka di media sosial dengan menggaungkan tagar #SAVESMANSABANDUNG. Unggahan dukungan pada Instagram resmi SMAN 1 Bandung @smansabandung hingga kini terpantau oleh Tirto dibagikan oleh lebih dari 6.700 warganet.
“Harapannya sih, kalau bisa cepat diselesaikan saja, dan semoga Smansa bisa menang di sidang terakhir ini,” tambahnya penuh harap.
Zul, salah satu guru di SMAN 1 Bandung menuturkan bahwa SMAN 1 Bandung telah berdiri selama lebih dari 75 tahun dan melahirkan banyak alumni yang masih menjalin hubungan erat dengan sekolah.
Para alumni kerap memberikan dukungan dan bantuan demi kelancaran proses pembelajaran. Sependapat dengan Tarisha, ia juga mengungkapkan keresahannya terkait isu pemindahan sekolah ke wilayah Gedebage.
“Ketika ada isu katanya mau dipindahkan ke Gedebage yang jaraknya 10 km atau mungkin lebih, tentu saja akan ada banyak keluhan. Itu menjadi sesuatu yang sangat menyedihkan bagi anak-anak,” ujar Zul.
Zul berharap proses hukum yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan adil dan menghasilkan keputusan yang bijaksana demi keberlangsungan sekolah serta kenyamanan seluruh warga sekolah.
“Mudah-mudahan proses hukum ini bisa berjalan dengan baik, dengan benar, dan hakim bisa memutuskan secara bijaksana. Karena yang terdampak adalah siswa, alumni, guru, hingga pensiunan yang masih memiliki ikatan kuat dengan sekolah ini,” tuturnya.
Tanggapan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Analis Hukum Ahli Madya Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jawa Barat, Arief Nadjemudin, memberikan klarifikasi terkait sengketa lahan yang melibatkan SMAN 1 Bandung. Ia mengonfirmasi bahwa sengketa tersebut benar adanya dan menjelaskan duduk perkara yang melatarbelakangi konflik ini.
Dalam berkas gugatan, pihak Penggugat, PLK, mengklaim sebagai penerus dari Het Christelijk Lyceum (HCL), yang dahulu memegang tujuh sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Gugatan tersebut dilayangkan terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung, dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat sebagai tergugat II intervensi.
PLK mengklaim sebagai pemegang hak prioritas dan menyatakan penerbitan sertifikat hak pakai bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan serta Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Oleh karena itu, mereka mengajukan pembatalan atas sertifikat tersebut.
Objek sengketa yang dimaksud adalah sertifikat hak pakai atas tanah seluas 8.450 m² di Kelurahan Lebak Siliwangi, yang saat ini digunakan sebagai SMAN 1 Bandung. Arief mengatakan jika tanah dan bangunan sekolah tidak ada pihak yang menggugat di pengadilan sebelumnya sejak sekolah berdiri.
“PLK ini mengaku punya SHGB, tapi berakhir di September tahun 80. (Tanah) kembali jadi tanah milik negara, dan itu diperuntukkan buat pendidikan,” kata Arief saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).
Arief menambahkan, meskipun PLK mengaku sebagai kelanjutan dari HCL, keberadaan organisasi tersebut telah dinyatakan terlarang.
"Larangan ini didasarkan pada pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 228/Pdt.G/2022/PN.Bdg tanggal 9 Mei 2023 juncto Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3551 K/Pdt/2024 tanggal 3 Oktober 2024 karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 50 Prp 1960," jelasnya.
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Anggun P Situmorang