Menuju konten utama
Newsplus

Sengketa Cluster Tambun, Pembelajaran Bagi Calon Pembeli Rumah

Calon pembeli rumah atau berupa tanah perlu mengecek kembali statusnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), terutama terkait riwayat sengketa.

Sengketa Cluster Tambun, Pembelajaran Bagi Calon Pembeli Rumah
Suasana cluster Setia Mekar Residence 2 pasca eksekusi pengosongan oleh PN Cikarang, Selasa (4/2/2025). Tirto.id/Dwi Aditya Putra

tirto.id - Konflik sengketa lahan yang terjadi di Cluster Setiamekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian sebelum membeli tanah atau rumah. Pasalnya, sertifikat tanah tidak sekedar dokumen biasa. Tetapi bukti hukum yang memastikan siapa pemilik sah dari tanah tersebut.

Dalam kasus sengketa perumahan di Tambun, developer awalnya membangun cluster yang berisi 27 bidang tanah usai mendapatkan sebidang tanah dari salah satu orang dengan sertifikat nomor 705 seluas 3.100 meter. Pembangunan cluster turut diperkuat dengan legalitas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) perumahan.

Selesai membangun, pihak developer pun menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan sebuah bank pelat merah. Tujuan kerja sama ini agar pihak bank memberikan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Sejumlah konsumen akhirnya tertarik dengan cluster tersebut. Akad kredit pun terjadi, antara pihak debitur dan kreditur.

Para debitur kemudian menempati sejumlah rumah dan ruko di Cluster Setia Mekar Residence 2. Sayangnya, setelah bertahun-tahun menempati area cluster, para penghuni dikejutkan dengan datangnya sebuah surat pemberitahuan eksekusi pengosongan lahan dari Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II pada Desember 2024. Setelah diusut, ternyata tanah dibeli oleh developer sebelumnya merupakan tanah sengketa.

Dari kejadian di atas, setidaknya ini bisa menjadi pembelajaran dan kehati-hatian bagi calon pembeli tanah atau rumah, menurut para pengamat. Untuk menghindari masalah sengketa kepemilikan atau praktik mafia tanah, calon pembeli harus pastikan mengecek nama yang tertera di sertifikat terlebih dahulu sebelum melanjutkan proses pembelian.

“Jadi harus tau riwayat tanah meski sudah punya sertifikat awal. Jadi sengketa di [perumahan Tambun itu] di awal antara pertemanan ahli waris itu panjang, sehingga sertifikat dikeluarkan pun ada sedikit cacat hukum karena ada sengketa tanah di atasnya,” ujar pengamat tata kota, Yayat Supriatna, kepada Tirto, Selasa (11/2/2025).

Yayat menyarankan, calon pembeli rumah atau berupa tanah perlu mengecek kembali statusnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), terutama terkait riwayat sengketa. Sebab, percuma jika seseorang memiliki sertifikat tanah, kemudian dibeli tanpa melihat riwayat persoalan di atas tanah tersebut, yang bisa berdampak di kemudian hari.

“Maka pertama, harus dilihat dari riwayat tanah dulu. Karena kalau sengketa tidak melihat apa yang di atas bangunan itu. Pembelajaran didapat, mari belajar untuk paham masalah pertanahan. Kadang-kadang dicek dulu BPN apakah tanah ini sengketa atau melihat riwayat tanah,” jelas dia.

Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, menambahkan, dalam membeli tanah atau perumahan, kehati-hatian memang menjadi hal yang sangat penting agar tidak terjebak dalam masalah hukum di kemudian hari. Maka, untuk memastikan keamanan dan keabsahan sebuah transaksi properti, memang harus mengacu pada data yang paling valid, yaitu tercatat di BPN.

“Terlebih, kini dengan adanya teknologi GPS dan data digital, keakuratan informasi pertanahan dapat dipastikan,” ujar dia kepada Tirto, Selasa (11/2/2025).

Dia mengatakan untuk membeli tanah yang bersertifikat, langkah pertama adalah memverifikasi sertifikat tersebut. Calon pembeli bisa langsung mengecek ke kantor BPN setempat. Di sana, akan diberikan resi dari BPN yang mengesahkan lokasi tanah tersebut.

Untuk tanah yang bersertifikat, kata Bambang, penting juga untuk mengecek sertifikat induk dari tanah tersebut. Dengan memeriksa sertifikat induk, pembeli dapat memastikan bahwa tanah tersebut memiliki hak hukum yang jelas dan tidak terikat masalah hukum yang mungkin muncul di masa depan.

Sementara untuk proyek perumahan atau tanah yang sedang dalam tahap pembangunan, penting untuk mengecek keabsahan site plan atau rancangan tata ruang lokasi yang ditawarkan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui kantor tata kota setempat. Pastikan bahwa proyek pembangunan tersebut sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dan tidak melanggar peraturan yang ada.

Tidak kalah penting juga, kata Bambang, bagi masyarakat yang ingin membeli rumah, harus memilih pengembang yang kredibel. Pembeli perlu memilih pengembang yang terdaftar di asosiasi pengembang yang diakui oleh pemerintah. Ini setidaknya menjadi jaminan tambahan bahwa pengembang tersebut mengikuti standar yang ditetapkan dan bertanggung jawab atas proyek yang dibangun.

Masyarakat yang ingin membeli rumah, harus memilih pengembang yang kredibel.

Selain itu, pastikan untuk selalu memeriksa kelengkapan izin sebelum membeli properti. Jika pengembang sudah memiliki izin yang lengkap, itu artinya lahan tersebut sudah melalui proses verifikasi dan sesuai dengan tata ruang yang berlaku di daerah tersebut.

Di sisi lain, bagi yang membeli properti dengan sistem KPR, ada keuntungan tambahan. Bank yang akan memberikan pendanaan biasanya sangat teliti dalam menilai dan memeriksa setiap proyek sebelum memberikan dukungan finansial. Dengan adanya bank sebagai pihak yang memeriksa legalitas dan kelayakan proyek, pembeli dapat merasa lebih aman.

“Jika sudah di-support bank lebih aman lagi,” pungkas dia.

Perlu Ada Perlindungan Hukum

Terlepas dari kehati-hatian di atas, pembelajaran lain bisa diambil dari konflik sengketa lahan di Cluster Setiamekar Residence 2 adalah perlindungan hukum terhadap konsumen atau pembeli. Menurut Yayat Supriatna, penting bagi konsumen untuk mengetahui hak perlindungannya, terutama apabila terjadi masalah atau sengketa di kemudian hari.

Konsumen yang merasa dirugikan atau menjadi korban sengketa terkait pembelian properti sebenarnya berhak meminta perlindungan hukum. Sayangnya, banyak konsumen yang tidak menyadari hal ini.

“Ke depan, jika ada sengketa, pemilik tanah bisa dilindungi hukum, karena dia tidak tahu sengketa sebelumnya,” ujar Yayat.

Dalam situasi ini, maka pemilik properti berhak mendapatkan perlindungan hukum yang memastikan hak mereka tetap dihormati, meskipun sengketa tersebut terjadi sebelum mereka membeli.

Meski begitu, semua ini tak hanya jadi tanggung jawab konsumen. Pemerintah dan pihak berwenang tetap harus memastikan adanya regulasi yang jelas dan tegas dalam melindungi konsumen, serta menyediakan saluran hukum yang dapat diakses dengan mudah, khususnya oleh konsumen yang mengalami sengketa properti. Dengan adanya kepastian hukum, diharapkan konsumen dapat merasa lebih aman dan terlindungi dalam setiap transaksi properti yang mereka lakukan.

“Indonesia butuh kepastian hukum yang lebih baik lagi ke depan,” timpal Chief Executive Officer Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, kepada Tirto, Selasa (11/2/2025).

Dalam konflik lahan di perumahan tambun, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, sebelumnya turun tangan untuk melihat konflik lahan tersebut. Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa SHM yang dimiliki warga tetap berlaku dan sah di mata hukum.

Hal ini, setidaknya menjadi kabar baik bagi warga yang merasa hak kepemilikannya terancam. Nusron juga menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan atau tumpang tindih sertifikat tanah yang dapat merugikan masyarakat.

Pihaknya juga tengah mencari solusi terbaik bagi warga yang terdampak. Salah satu langkah yang sedang dipertimbangkan adalah memberikan perlindungan hukum lebih lanjut bagi pemilik SHM yang terdampak keputusan pengadilan.

“Kami akan berusaha memperjuangkan pengganti rumah yang telah digusur karena warga ini membeli tanah secara sah dan tidak terlibat konflik yang ada,” kata Nusron dalam keterangannya.

Ke depannya, agar kejadian sengketa tanah ini tidak terulang, BPN juga dinilai perlu dilibatkan. Karena sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam administrasi pertanahan, BPN memiliki data yang lengkap dan valid yang dapat menjadi dasar dalam menyelesaikan sengketa properti.

Kepala BPN Kabupaten Bekasi, Darman Simanjuntak, mengatakan, pihaknya tunduk pada ketentuan yang berlaku dalam hal administrasi pertanahan. BPN memiliki data-data yang bisa digunakan untuk mendudukkan masalah secara benar, terutama ketika ada perlawanan hukum dari pihak yang merasa dirugikan. Data yang dimiliki oleh BPN dapat menjadi acuan utama dalam menentukan siapa yang berhak atas suatu lahan, serta memastikan bahwa segala hal terkait hak atas tanah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Maka dalam situasi sengketa tanah, sangat disarankan untuk melibatkan BPN sejak awal proses perlawanan atau klaim dilakukan,” jelas Darman kepada Tirto, Selasa (11/2/2025).

Pelibatan BPN sejak awal juga memungkinkan agar masalah yang berkaitan dengan legalitas tanah dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan efisien, serta memberikan rasa aman bagi semua pihak yang terlibat. Dengan peran aktif BPN, sengketa tanah dapat diselesaikan dengan lebih jelas, adil, dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Baca juga artikel terkait TANAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Farida Susanty