Menuju konten utama

Yusril Bahas Kasus Navayo saat Bertemu Menteri Kehakiman Prancis

Yusril keberatan atas keputusan Pengadilan Prancis yang membolehkan Navayo untuk mengeksekusi aset Indonesia tanpa memanggil pemerintah Indonesia.

Yusril Bahas Kasus Navayo saat Bertemu Menteri Kehakiman Prancis
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra dan Menteri Kehakiman Prancis, Gerald Darmanin, di Paris, Kamis (27/3/2025). (FOTO/Dok. Humas Kemenko Kumham Imipas)

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan protes langsung kepada Menteri Kehakiman Prancis, Gerald Darmanin, soal penyitaan aset milik Indonesia di Paris terkait kasus Navayo.

Dalam pertemuan dengan Gerald yang digelar Kamis (27/3/2025), Yusril menghormati putusan Pengadilan Prancis. Namun, Yusril menyoroti kekhawatiran prosedur yang telah diambil dalam penyitaan tersebut.

"Kami sangat memerhatikan keputusan ini, karena pengadilan Prancis telah menetapkan penyitaan terhadap aset-aset diplomatik tanpa terlebih dahulu memanggil Pemerintah Indonesia sebagai pihak dalam persidangan," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis (27/3/2025).

Sebagai catatan, kasus Navayo berawal ketika Kemhan RI enggan membayar sewa satelit untuk mengisi kekosongan slot orbit 1230 BT. Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance menggugat ke International Chambers of Commerce (ICC) Singapura dan dihukum membayar US$103.610.427.89.

Navayo lantas mengajukan permohonan eksekusi sita kepada Pengadilan Prancis pada 2022. Pada 2024 lalu, Pengadilan Prancis memberi wewenang kepada perusahaan Navayo untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris, Prancis. Aset yang disita salah satunya adalah rumah tinggal para pejabat diplomatik RI.

Pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam atas keputusan tersebut. Kejaksaan Agung RI tengah menyidik kasus tersebut, bahkan melibatkan penyidik koneksitas Jaksa Agung Tindak Pidana Militer (Jampidmil) untuk mengumpulkan bukti.

Menurut Yusril, aksi eksekusi Pengadilan Prancis bertentangan dengan asas-asas praktik pengadilan internasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan.

"Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Prancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional," tambahnya.

Selain itu, Yusril juga menegaskan bahwa aset-aset yang disita merupakan objek diplomatik yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Wina.

"Aset diplomatik suatu negara di luar negeri tidak boleh disita oleh pihak swasta. Jika penyitaan ini tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional," tuturnya.

Atas protes tersebut, Gerald, kata Yusril, turut menanggapi. Gerald menyatakan bahwa seluruh informasi yang disampaikan Yusril telah disampaikan kepada Pengadilan Prancis, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Prancis bahwa aset yang disita adalah properti diplomatik Pemerintah Indonesia.

Selain itu, Gerald mengatakan, pengadilan juga telah memberikan kesempatan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut, dengan sidang yang dijadwalkan pada bulan Mei mendatang.

"Kami akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan keberatan, sanggahan, dan bantahan atas keputusan pengadilan tersebut. Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya," tutur Yusril.

Lebih lanjut, Yusril mengatakan, dalam rangka menghadapi persidangan tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris telah menunjuk pengacara Prancis yang berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara. Yusril juga mengirimkan perwakilan untuk bersaksi dalam persidangan.

"Kami telah menunjuk pengacara yang pernah menangani kasus serupa bagi negara Kongo, dan saat ini kami yakin beliau dapat membantu membela kepentingan Pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis," jelasnya.

Yusril juga menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo Internasional.

"Kami sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menangani dugaan fraud dalam perjanjian antara Navayo dengan Kementerian Pertahanan RI. Dugaan fraud ini telah dikemukakan dalam persidangan Arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut," pungkasnya.

Selain membahas soal Navayo, pertemuan Yusril dengan Gerald juga membahas soal perjanjian ekstradisi, pertukaran serta pemulangan narapidana (exchange and transfer of prisoner), serta perjanjian bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/ MLA) antara kedua negara.

Baca juga artikel terkait PROYEK SATELIT atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher