Menuju konten utama

Sejarah Suksesi Kaisar Jepang: Perempuan Dilarang Naik Takhta

Sejarah mencatat, Akihito adalah Kaisar Jepang pertama dalam yang meletakkan takhta dalam 200 tahun terakhir.

Sejarah Suksesi Kaisar Jepang: Perempuan Dilarang Naik Takhta
Kaisar Akihito. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon/djo/16

tirto.id - Kaisar Akihito meletakkan takhtanya dengan alasan kesehatan, dilanjutkan oleh sang putra mahkota, Naruhito. Namun, suksesi peralihan singgasana Kekaisaran Jepang ke depannya bakal menuai polemik karena Naruhito tidak memiliki anak laki-laki. Sejarah telah menggariskan, perempuan tidak boleh menjadi Kaisar Jepang.

Akihito, yang kini berusia 83 tahun, secara resmi pensiun pada 30 April 2019. Ini pertama kalinya jabatan Kaisar Jepang dilepas dalam 200 tahun. Pewaris takhta wajib laki-laki dari garis keturunan kaisar. Lantaran Naruhito tidak punya anak lelaki, posisi putra mahkota akan dialihkan kepada keponakannya yang masih berusia 12 tahun, Hisahito. Hisahito adalah cucu laki-laki satu-satunya Akihito.

Dilansir Aljazeera, hukum Kekaisaran Jepang melarang perempuan menduduki singgasana. Maka, putri tunggal Naruhito, Aiko, tidak berada di urutan pewaris tahkta kekaisaran. Aturan ini ternyata tidak disepakati oleh sebagian rakyat Jepang.

Menurut sebagian rakyat di negeri matahari terbit itu, Putri Aiko layak menjadi pemimpin dan seharusnya urusan gender tidak menjadi persoalan lagi di era sekarang ini. “Saya bertanya-tanya kenapa Putri Aiko tidak dapat mewarisi takhta,” kata Mizuho, warga Tokyo.

“Kalau hanya karena dia perempuan, saya pikir itu sudah ketinggalan zaman. Kenapa kita tidak mengizinkan pewaris tahta perempuan seperti halnya Ratu Elizabeth di Kerajaan Inggris?” lanjutnya.

Hukum Kekaisaran Jepang itu juga membuat anggota kerajaan perempuan bisa kehilangan status bangsawan jika menikahi rakyat biasa, seperti yang terjadi pada Putri Mako pada 2017 silam, demikian dikutip dari BBC.

Saat itu, parlemen Jepang meminta agar kekaisaran tetap mengizinkan Putri Mako mempertahankan statusnya. Namun, diwartakan The Guardian, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menolak seruan untuk mengubah hukum itu.

Alih-alih menyerukan agar pemerintahan mempelajari cara mempertahankan kestabilan suksesi kekaisaran, termasuk membahas boleh tidaknya perempuan mewarisi takhta, beberapa politikus konservatif, termasuk Abe, menolak pandangan tersebut.

Kendati begitu, bukan berarti Jepang tidak punya sejarah dipimpin oleh perempuan. Riwayat mencatat, ada beberapa wanita yang pernah memimpin Jepang. Perempuan terakhir yang memegang kendali Kekaisaran Jepang adalah Permaisuri Shoutoku, bertakhta pada 764 hingga 770 Masehi.

Baca juga artikel terkait KEKAISARAN JEPANG atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Iswara N Raditya