Menuju konten utama

Sejarah Shalat Tarawih pada Masa Nabi Muhammad & Umar bin Khattab

Sejarah shalat tarawih pada masa Nabi Muhammad saw. dan khalifah Umar bin Khattab.

Sejarah Shalat Tarawih pada Masa Nabi Muhammad & Umar bin Khattab
Ilustrasi Salat. foto/istockphto

tirto.id - Salat tarawih adalah salat sunah yang hanya ada pada Ramadhan dan tidak ada pada bulan-bulan lain dalam kalender Hijriah. Keberadaanya mengiringi kewajiban puasa Ramadan dan dilaksanakan di awal malam. Hal ini berbeda dengan shalat tahajud yang disunahkan pelaksanaannya pada akhir malam.

Salah satu perbedaan salat tarawih dan tahajud ada di waktu pelaksanaannya. Salat tahajud dilakukan pada akhir malam ketika seseorang telah bangun dari tidur malam. Sementara salat tarawih sudah bisa dilakukan selepas salat isya tanpa perlu bangun dari tidur malam dahulu.

Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarh Al Bukhari menyebutkan, kata tarawih (تراويح) dalam salat tarawih adalah bentuk jamak dari kata tarwiihah (ترويحة), yang artinya sekali istirahat.

Salat berjamaah pada malam hari bulan Ramadan disebut tarawih karena pada awal mula pelaksanaannya, para sahabat Nabi istirahatsetiap kali menyelesaikan 2rakaat.

Sejarah Salat Tarawih

Salat tarawih hukumnya sunah. Dahulu, Nabi Muhammad saw. pernah mengerjakan salat ini di masjid, bersama dengan beberapa sahabat. Namun, beliau lantas tidak melaksanakan salat ini di masjid karena khawatir ini dianggap sebagai kewajiban. Pasalnya, saat itu makin banyak sahabat yang bermakmum kepada beliau.

Dalam sejarahnya, salat ini diawali dengan 3 kali kesempatan shaalat tarawih yang dilakukan pada Nabi Muhammad saw. pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriah. Muhammad Mahmud Nasution dalam Jurnal Fitrah Vol 1 No 2 (2015) mengatakan, salat tarawih pertama di masjid dilakukan Nabi pada 23 Ramadan tahun 2 H dan sahabat mulai mengikuti beliau.

Lalu, Nabi Muhammad kembali mengerjakan salat tarawih pada 25 Ramadhan. Saat itu, bertambah lagi sahabat yang mengikuti. Tarawih ketiga dilakukan Nabi pada 27 Ramadhan dan makin banyak lagi sahabat yang menjalannya dengan berjamaah bersama Nabi.

Namun setelah itu Nabi tidak kelihatan lagi salat tarawih di masjid, padahal pada 29 Ramadan para sahabat sudah menanti beliau.

Nabi Muhammad menyengaja hal tersebut karena khawatir bahwa nantinya salat tarawih menjadi diwajibkan. Setelah itu para sahabat mengerjakan salat sendiri-sendiri.

Rasulullah mengatakan di hadapan para sahabat usai salat fajar, "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya" (H.R Bukhari).

Semenjak saat itu, sampai Rasulullah meninggal, salat tarawih tetap dilangsungkan. Sampai sekarang pun shalat ini tetap lestari dilakukan usai salat isya sepanjang Ramadan.

Rasulullah melaksanakan shala tarawih ada kalanya sejumlah 8 atau 10 rekaat. Selanjutnya, beliau menutupnya dengan salat witir sehingga jika ditotal ada 11 rekaat yang dikerjakan.

Aisyah, istri Rasulullah, mengatakan, "Bahwasanya Nabi Saw.. tiada mengerjakan salat malam, baik di Ramadan, maupun di lainnya, lebih dari sebelas rakaat." (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Sementara itu sahabat Jabir mengatakan, "Bahwasanya Nabi Saw. mengerjakan shalat dengan mereka (para sahabat) 8 raka’at dan mengerjakan witir. Kemudian mereka menanti kedatangan Rasulullah pada malam berikutnya, maka Rasulullah tiada keluar masjid‛." (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)

Saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, pada suatu malam bulan Ramadan, ia pergi ke masjid bersama Abdurrahman bin Abdul Qari. Mereka mendapat masyarakat terbagi menjadi beberapa kelompok terpisah dalam melaksanakan salat tawarih.

Melihat hal ini, Umar berkata, "Menurutku akan lebih baik jika aku kumpulkan mereka pada satu imam.”

Selanjutnya Umar berketetapan dan mengumpulkan jamaah pada Ubay bin Ka'ab. Pada kesempatan malam yang lain, Abdurrahman bin Abdul Qari keluar lagi bersama Umar. Masyarakat melakukan salat secara berjamaah mengikuti imamnya. (H.R. Bukhari).

Dalam Fathul Bari oleh Ibnu Hajar al-'Asqalani, disebutkan, dalam riwayat di atas tidak disebutkan jumlah rakaat yang dikerjakan oleh Ubay bin Ka'ab. Oleh karenanya, terdapat perbedaan. Dalam kitab Al-Muwaththa' disebut jumlahnya 11 rakaat.

Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari jalur lain bahwa pada bagian akhir riwayat itu tercantum kalimat "Mereka membaca dua ratus ayat serta bertelekan pada tongkat karena lamanya berdiri). Muhammad bin Nashr Al Marwazi meriwayatkan melalui jalur Muhammad bin Ishaq dari Muhammad Yusuf bahwa jumlah rakaatnya adalah 13 rakaat.

Imam Malik meriwayatkan dari Yazid bin Khashifah, dari As-Sa'ib bin Yazid bahwa jumlahnya adalah 20 rakaat, selain salat witir. Sementara itu, dari Yazid bin Ruman dikatakan, Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Atha', bahwa "aku mendapati mereka pada bulan Ramadan salat 20 rakaat dan 3 rakaat witir)".

Di Indonesia, pada umumnya salat tarawih dikerjakan 8 rakaat ditambah dengan 3 witir atau 20 rakaat dengan tambahan 3 witir. Pelaksanaan dan jumlah rakaat salat tarawih tersebut sama-sama memiliki dalil yang kuat seperti disebutkan di atas.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2021 atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fitra Firdaus