Menuju konten utama
Pancasila

Sejarah & Penerapan Pancasila Masa Orde Baru Soeharto 1966-1998

Penerapan Pancasila pada masa Orde Baru membawa sejumlah kelebihan dan polemik sekaligus. Simak ulasan selengkapnya di sini.

Sejarah & Penerapan Pancasila Masa Orde Baru Soeharto 1966-1998
Presiden RI ke-2 Soeharto. FOTO/AP Photo

tirto.id - Penerapan Pancasila periode 1966 sampai 1998 berjalan di masa Orde Baru (Orba), ketika Soeharto menjadi Presiden RI. Lima bunyi Pancasila masih dijadikan sebagai landasan negara selama rezim Orba, kendati sempat terjadi polemik dalam sejarahnya.

Menurut Sandra Dewi dan Andrew Shandy Utama dalam tulisan yang terhimpun di Jurnal PPKn & Hukum (volume 13, nomor 1, 2018), terungkap, Pancasila dihasilkan dari berbagai pandangan dan nilai budaya bangsa Indonesia yang dilahirkan pada 1 Juni 1945. Di dalamnya termuat seperti adat istiadat, kebudayaan, agama, dan mencerminkan wujud pribadi bangsa Indonesia itu sendiri.

Penerapan Pancasila sebagai ideologi bangsa pun berproses sesuai dengan keadaan zamannya, termasuk pada masa Orde Baru. Lantas bagaimana sejarah penerapan ideologi Pancasila pada masa tersebut?

Sejarah Penerapan Pancasila di Masa Orde Baru

Penerapan Pancasila pada masa Orde Baru diawali dengan lengsernya Presiden Sukarno. Menurut Ai Tin Sumartini dan Asep Sutisna dalam buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2018:8), Soeharto mulai resmi menjadi presiden menggantikan Sukarno melalui TAP MPR No. XXXIII/MPRS/1967.

Era pemerintahan Indonesia yang semula dikenal sebagai Orde Lama (Orla) pada masa kepemimpinan Presiden Sukarno mulai disebut dengan nama masa Orde Baru (Orba) di bawah pimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Pemerintah Orde Baru mempunyai visi utama dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila dan UUD RI dalam kehidupan masyarakat serta bernegara.

Penelitian Muh. Arif Candra Jaya berjudul Implementasi Pancasila pada Masa Orde Baru (2012) menyebutkan, Pancasila yang merupakan cerminan nilai budaya bangsa Indonesia saat itu dikembangkan dengan mengutamakan asas kekeluargaan dan gotong royong (Demokrasi Pancasila).

Upaya penerapan Pancasila di rezim ini salah satunya adalah penyederhanaan partai politik. Partai politik dibatasi dan hanya berjumlah tiga, meliputi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Golkar.

Bukan hanya itu, rezim Orde Baru mewajibkan Pancasila sebagai asas tunggal. Oleh sebab itu, baik organisasi masyarakat hingga partai politik harus menjadikan Pancasila sebagai pedoman utama dalam menjalankan kegiatannya.

Penerapan Pancasila juga terjadi dalam bidang sosial politik. Militer juga ikut terlibat demi menjaga keutuhan Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Pada akhirnya, kegiatan bebas yang seharusnya diperbolehkan menjadi lebih dibatasi.

Atas nama Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara, kata Soeharto, maka ABRI (militer) dan Golkar harus bersatu, terutama dalam menjalankan pemerintahan yang kuat dari segala ancaman.

Selain itu, tidak jarang dilakukan pembreidelan surat kabar hingga majalah kala itu. Ada juga peristiwa penangkapan aktivis karena mengkritik pemerintahan Soeharto pada masa Orde Baru.

Dalam suatu kesempatan di depan para petinggi ABRI pada 16 April 1980 di Markas Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), Cijantung, Soeharto mengucapkan hal yang kemudian menuai polemik.

“Yang mengkritik saya berarti mengkritik Pancasila,” tegas Soeharto, dikutip dari harian Republika (11 November 2011).

Pada 5 Mei 1980, tidak kurang dari 50 tokoh bangsa berhimpun untuk membahas pernyataan Soeharto yang meresahkan itu. Mereka membubuhkan tanda tangan di atas pernyataan yang diberi nama “Ungkapan Keprihatinan”.

Penerapan Pancasila sebagai asas tunggal pada era Orde Baru dengan segala dampaknya menuai kritik. Beberapa kalangan menyebut Soeharto telah menyalahgunakan Pancasila untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya.

Menurut Thohir Luth dalam M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya (1999), orang-orang yang meneken “Ungkapan Keprihatinan” itu berasal dari lintas kalangan: tentara, polisi, anggota parlemen, akademisi, birokrat, pengusaha, aktivis, bekas pejabat, hingga ulama.

Pancasila yang murni akan terus mengalami perkembangan sesuai zamannya, kendati pernah disalahgunakan demi kepentingan penguasa. Dengan begitu, pasang surut akan selalu ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kelebihan Penerapan Pancasila pada Masa Orde baru Nilai-nilai Pancasila

Ada sejumlah kelebihan dan kekurangan penerapan Pancasila di era Orde Baru. Kelebihan Pancasila masa Orde Baru antara lain:

  • Indonesia memiliki lembaga negara yang selaras dengan konstitusi UUD 1945 sehingga terjaga stabilitas dan konsistensi Pancasila sebagai ideologi.
  • Tingkat kemiskinanan menurun dan kebutuhan pangan dapat dicukupinya. Salah satunya, swasembada beras terjadi di era Presiden Soeharto.
  • Pembangunan ekonomi cukup tinggi dan baik. Infrastruktur hingga berbagai sektor ekonomi turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
  • Rencana pembangunan berbagai sektor cukup berhasil. Masa Orde Baru turut membangun sektor pendidikan, infrastruktur, industri, sampai kesehatan sehingga kualitas hidup bangsa Indonesia lebih baik.
  • Pemilihan umum berlangsung teratur yang menunjukkan tegaknya kedaulatan negara. Masyarakat memiliki partisipasi politik lebih luas.

Kelemahan Penerapan Pancasila pada Masa Orde Baru

Di sisi lain, penerapan Pancasila pada masa Orde Baru juga memiliki kelemahan. Bentuk kelemahan tersebut seperti:

  • Muncul kesenjangan sosial di tengah masyarakat.
  • Ada ketimpangan sosial terutama berkaitan dengan kesempatan dan distribusi kekayaan.
  • Gaya kepemimpinan cenderung otoriter. Kebebasan berpendapat dibatasi.
  • Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) banyak dilakukan pemerintah hingga aparat keamanan.
  • Budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjamur di segala lini pemerintahan.
  • Demokrasi cenderung berjalan di tempat karena penggunaan Golongan Karya (Golkar) sebagai mesin politik untuk mendapatkan kestabilan yang diinginkan pemerintah Presiden Soeharto.

Baca juga artikel terkait PANCASILA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani & Ilham Choirul Anwar