Menuju konten utama

Sejarah dan Kontroversi Lirik Lagu Bagimu Negeri Karya Kusbini

Lirik lagu "Bagimu Negeri" ciptaan Kusbini pernah digugat dan dituding mengandung musrik oleh Taufik Ismail.

Sejarah dan Kontroversi Lirik Lagu Bagimu Negeri Karya Kusbini
Ilustrasi Kusbini, pencipta lagu nasional, “Bagimu Negeri”. tirto.id/Fiz

tirto.id - Padamu negeri kami berjanji

Padamu negeri kami berbakti

Padamu negeri kami mengabdi

Bagimu negeri jiwa raga kami

Itu adalah lirik lagu "Bagimu Negeri" ciptaan Kusbini yang kerap dikumandangkan pada hari-hari nasional, bahkan di acara keolahragaan. Kusbini, sebagaimana kita tahu, adalah orang dekat Presiden Sukarno yang menggeluti musik keroncong sebelum Indonesia merdeka.

Lagu "Bagimu Negeri" tercipta saat masa pendudukan Jepang, tepatnya pada 1942. Kala itu, Kusbini bersama Saridjah Niung atau yang kelak lebih dikenal dengan nama Ibu Sud, Kusbini secara rutin mengampu siaran musik di radio milik Dai Nippon, Hoso Kanri Kyoku.

Kamajaya, dalam buku Sejarah Bagimu Negeri: Lagu Nasional (1979), mengatakan penyanyi yang pertama kali membawakan lagu gubahan Kusbini adalah Saridjah, dalam suatu siaran radio militer Jepang (hlm. 50). Kusbini dan Saridjah kala itu mengisi program musik untuk anak-anak.

Saat “Bagimu Negeri” diputar di radio, Pemerintah militer Jepang sempat dibikin kaget setelah mendengar lirik lagu itu. Kusbini pun dipanggil untuk menjelaskan maksud serta tujuannya menciptakan “Bagimu Negeri” yang oleh Dai Nippon terdengar sensitif dan dikhawatirkan bisa memicu gerakan rakyat untuk merdeka.

Dalam interogasi itu, sebagaimana dinukil dari buku 33 Profil Budayawan Indonesia (1990) yang disusun Butet Kartaredjasa, ‎Kusbini menjawab dengan tenang. “Mana ada kata Indonesia dalam lagu ‘Bagimu Negeri’? Negeri bisa di mana saja, di Jepang pun bisa” (hlm. 58).

Sebelum menyiarkan “Bagimu Negeri”, Kusbini sebenarnya sudah berembuk dengan Bung Karno sebagai penggagasnya. Ia meminta Kusbini membuat lagu bernuansa nasionalisme untuk mengimbangi pemerintah militer Jepang sangat masif menanamkan pengaruhnya, termasuk propaganda lewat lagu.

Sejatinya, Kusbini sempat menyisipkan “Indonesia Raya” di bait terakhir asli “Bagimu Negeri” agar lebih menyentuh kalbu. Namun, Bung Karno menolak, sangat berisiko jika memakai kata-kata “Indonesia”, “negara”, atau “bangsa.”

"'lndonesia Raya' tidak tepat, Kus. Ubahlah syairnya,” tandas Bung Karno kala itu seperti diungkapkan Hersri Setiawan dalam buku Aku eks-Tapol (2003: 239).

Kusbini termangu, kemudian manggut-manggut. Benar kata Bung Karno. Ia sejenak merenung untuk berpikir. Dan akhirnya, didapatlah kata “negeri” untuk mengurangi kecurigaan pemerintah Dai Nippon.

Bung Karno setuju. Kata “negeri” dianggap sudah mewakili tujuan yang sebenarnya, yaitu “negara” atau “Indonesia”, namun disajikan lebih halus agar bisa dijadikan dalih ketika nantinya lagu itu tetap menuai masalah. Pada 1960, Sukarno selaku Presiden RI menetapkan “Bagimu Negeri” ciptaan Kusbini sebagai lagu nasional.

Kontroversi

Pada 1978, Kusbini digugat oleh Raden Joseph Moejo Semedi, yang mengklaim bahwa lagu tersebut adalah ciptaannya dan telah dijiplak. Semedi memberi judul “Padamu Negeri” untuk tembang yang diklaimnya itu.

Hendra Tanu Atmadja dalam tulisannya “Penyelesaian Sengketa Lagu atau Musik di Luar Pengadilan” (Jurnal Lex Jurnalica, April, 2014) mengungkapkan, Semedi menyatakan “Bagimu Negeri” adalah lagu yang ia ciptakan pada akhir 1944 dengan judul “Padamu Negeri” (hlm. 2).

Lagu “Padamu Negeri” versi Semedi itu liriknya begini:

Padamu negeri aku berjanji

Padamu negeri aku berbakti

Padamu negeri aku mengabdi

Bagimu negeri jiwa raga abdi

Menurut Semedi, lanjut Atmadja, ia menciptakan lagu itu setelah mengikuti misa agung pada malam Natal di Gereja Katolik Kebalen, Solo. Semedi kemudian menyempurnakan liriknya di Pati dan untuk pertama kalinya diperdengarkan di rumah rekannya yang bernama Benyamin dengan iringan biola Setjoprajitno.

Pada 1947, Semedi mengaku kaget karena lagu itu sering diperdengarkan. Ia menuding Kusbini telah mengubah beberapa bagian pada liriknya (hlm. 3). Namun, kala itu Semedi belum sempat memperkarakannya karena situasi revolusi yang tidak memungkinkan.

Baru pada 1978 itulah Semedi menggugat setelah menonton wawancara Kusbini di TVRI. Dalam acara itu, Kusbini menyebut bahwa lagu “Bagimu Negeri” bernuansa religius. Semedi membenarkannya karena lagu itu memang dipengaruhi oleh lagu gereja. Tapi, Semedi ragu, apakah Kusbini tahu atau tidak di mana letak religiusitas “Bagimu Negeri”.

Kusbini sendiri menyikapi polemik ini dengan santai. Ia mengaku tidak pernah kenal apalagi berhubungan dengan Semedi. Kusbini bahkan berbalik di atas angin setelah memaparkan bukti-bukti bahwa dirinyalah yang menciptakan “Bagimu Negeri” pada 1942 atas permintaan Bung Karno.

Semedi bahkan bisa terancam gugatan balik terkait hak cipta karena telah menjiplak “Bagimu Negeri” (hlm. 3). Situasi sempat menghangat, hingga akhirnya Semedi memilih mundur dan Kusbini pun tidak mempersoalkannya lebih jauh lagi.

Berpuluh warsa berselang, tepatnya pada awal 2017, lagu “Bagimu Negeri” sempat diusik lagi. Kali ini kecaman datang dari penyair Taufik Ismail. Ia menuding lagu ciptaan Kusbini itu mengandung lirik yang disinyalir musrik karena, menurut Taufik, “jiwa-raga kami” hanya untuk Tuhan, bukan yang lain, termasuk negeri atau negara.

Namun, cibiran Taufik Ismail ternyata hanya letupan sesaat. Nama Kusbini tetap harum, begitu pula lagu “Bagimu Negeri” yang hingga kini masih terasa menggetarkan setiap kali diperdengarkan.

Berikut Lirik Lagu Padamu Negeri karya Kusbini:

Padamu negeri kami berjanji

Padamu negeri kami berbakti

Padamu negeri kami mengabdi

Bagimu negeri jiwa raga kami

Baca juga artikel terkait LAGU WAJIB NASIONAL atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Musik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya