Menuju konten utama

Sejarah, Asal-Usul, dan Perdebatan tentang Kata Anda

Sejarawan Rosihan Anwar dalam artikel “Kata ‘Anda’ Berusia 20 Tahun” (Kedaulatan Rakyat, 14 Februari 1977) mengulas sejarah lahirnya kata Anda.

Sejarah, Asal-Usul, dan Perdebatan tentang Kata Anda
Ilustrasi kata. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - "Kamu mau ke mana?"

"Anda mau ke mana?"

Dua kalimat itu sekilas sama, tapi punya atmosfer berbeda. Kamu terasa lebih kasual, sedang anda terdengar lebih formal. Benarkah seperti itu? Untuk mencari jawabannya, kita harus menengok ke belakang, mencari sejarah, asal-usul, dan perdebatan seputar kata Anda.

Sejarawan Rosihan Anwar dalam artikel “Kata ‘Anda’ Berusia 20 Tahun” (Kedaulatan Rakyat, 14 Februari 1977) menyebut kata Anda diusulkan oleh Kapten Sabirin, perwira Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Namun, Sabirin bukanlah orang yang memiliki ide awal untuk mencari kata ganti orang kedua tersebut, melainkan Rosihan sendiri.

Ajip Rosidi dalam esai “Kegagalan Anda” (Bus Bis Bas: Berbagai Masalah Bahasa Indonesia, 2010) mengungkapkan bahwa Rosihan berinisiatif mencari kata ganti orang kedua yang dapat dipakai untuk semua orang, seperti kata you dalam bahasa Inggris, karena merasa repot harus menulis dalam bahasa Indonesia yang mempunyai begitu banyak kata ganti orang kedua. Melalui koran yang dipimpinnya, Pedoman, Rosihan mengundang pembaca harian itu untuk memberikan usul. Dari banyak usul yang masuk, ia memilih kata Anda.

Sabirin dalam “Anda, Kata Baru dalam Bahasa Indonesia” (majalah Bahasa dan Budaya Nomor 5 Tahun V, Juni 1957) mengungkapkan motivasinya mengusulkan kata anda. Ia menceritakan bahwa ia resah terhadap kebiasaan masyarakat yang memakai kata-kata asing dalam percakapan sehari-hari, seperti ik, jij, jullie, dan U (bahasa Belanda), dan kebiasaan penggunaan kata ane dan ente (dari bahasa Arab). Baginya, mengganti pemakaian kata ikke atau ane dengan saya atau aku tidak sulit. Menurutnya, yang susah dilakukan ialah menukar kata jij dengan kamu atau kau.

“Tak semuanja orang senang menerima dirinja diper-kamu atau diper-kau, apalagi kalau ditudjukan terhadap wanita. Memang dalam pertjakapan ada dipakai kata saudara, tetapi entah oleh karena perkataan itu agak pandjang (terdiri dari 3 suku kata), entah oleh karena sifat aslinja adalah suatu kata benda, maka pertjakapan sehari-hari dengan pemakaian kata saudara itu banjak sedikit mengandung suasana kekakuan,” kata Sabirin.

Untuk mencari kata pengganti kamu atau kau, Sabirin berinisiatif menemukannya dalam bahasa daerah atau menciptakan kata baru yang digali dari khazanah bahasa Indonesia. Ia berharap kata pengganti itu dapat ditujukan kepada siapa saja, seperti you dalam bahasa Inggris, yang dapat dipakai kepada pria maupun wanita, orang tua maupun anak-anak. Ia lalu mengusulkan kata Anda, yang ia gali dari Kamus Moderen Bahasa Indonesia susunan Mohammad Zain. Sabirin mengklaim bahwa Zain menyetujui usulnya itu.

Dengan merujuk ke kamus tersebut, Sabirin menulis, “Kamus Moderen Bahasa Indonesia oleh Sutan Mohammad Zain perkataan ‘anda’ berarti ‘jang mulia’ atau ‘jang terhormat’ halaman 36 pada perkataan anakanda dan pada halaman 174 pada perkataan bunda. Selandjutnja, pada hal. 36 itu diterangkan: ‘mula-mula dipakai untuk anak radja-radja sadja, tetapi sekarang dipakai dalam bahasa sehari-hari djika orang hendak menghormati orang jang patut dipanggilkan anak, lebih-lebih dalam surat’.”

Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia (tanpa tahun terbit, diperkiran 1950-an) entri anakanda atau ananda atau anakda berarti ‘anak yang mulia’. Dalam catatan tentang kata itu Zain menjelaskan bahwa anda, nda, atau da berasal dari ra, bahasa Kawi, artinya ‘yang mulia’ (ingat ratu, datu, datuk; tu = to, artinya ‘orang’: ratu atau datu ‘orang yang mulia’; Tondano = 'orang danau’, Tombuluk = ‘orang buluh’). Zain menulis bahwa kata anakanda atau ananda atau anakda mula-mula dipakai untuk anak-anak raja saja, tetapi kemudian digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk menghormati orang yang patut dipanggil anak, terutama dalam surat.

Sabirin (1957) berpendapat bahwa arti ‘yang mulia’ atau ‘yang terhormat’ pada kata Anda lambat laun akan hilang karena pemakaiannya sehari-hari. Ia memaklumi bahwa pada mulanya akan dirasakan kekakuan atau kecanggungan dalam pemakaian Anda. Namun, ia percaya kekakuan itu lama-kelamaan akan hilang jika Anda terbiasa digunakan. Meski demikian, ia menggarisbawahi bahwa anjuran pemakaian Anda tidak untuk menghapuskan pemakaian kata kamu dan kau.

Rosihan (1977) menceritakan bahwa ia memperkenalkan kata Anda kali pertama dalam Pedoman pada 28 Februari 1957. Ia juga menceritakan bahwa kemunculan kata tersebut menuai berbagai tanggapan. Dalam Pedoman 14 April 1957 Sutan Takdir Alisjahbana setuju mempopulerkan kata Anda. Sementara itu, Purbotjaroko dalam Pedoman 28 April 1957 tidak menyatakan setuju atau tidak terhadap penggunaan Anda. Adapun Harian Rakjat menentang kata Anda.

Rosihan mengatakan bahwa koran yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia itu menentang karena Anda disiarkan oleh Pedoman. Harian Rakjat lalu mengajukan Andika sebagai kata tandingan Anda. Namun, kata yang laku ialah Anda, sedangkan Andika tidak pernah mendapat pasaran.

Purbatjaraka dalam “Anda. Kata baru dalam bahasa Indonesia” (Bahasa dan Budaya Nomor 5 Tahun V, Juni 1957) bertanya bahwa mengapa bukan kata anta yang dipakai sebagai ganti you. Menurutnya, kata anta memuat unsur yang hampir sama dengan anda, bahkan lebih luas artinya, yaitu hanya ‘(kepunyaan)mu’. Sementara itu, anda sebagai akhiran tanda kepunyaan dalam bahasa Indonesia dapat juga berarti ‘(kepunyaan)ku; (kepunyaan)mu; dan (kepunyaan)nya’. Selain itu, kata anta dalam bahasa Arab juga berarti ‘kamu’ dan telah dipakai juga ucapan ente.

Purbatjaraka berpandangan bahwa dalam zaman kemerdekaan, zaman demokrasi, sebaiknya segala-galanya harus sama rasa sama rata, tak perlu lagi mengingat tingkat-tingkat dalam masyarakat. Begitu juga dalam bahasa.

Sementara itu, Umar Junus dalam “Anda dan Persoalan Kataganti Orang Kedua dalam Bahasa Indonesia” (Bahasa dan Budaya Nomor 5 Tahun VI, Juni 1958) mengatakan bahwa tidak diperlukan kata ganti orang kedua yang sama daerah pemakaiannya dengan kata you dalam bahasa Inggris.

Alasannya: hal itu tidak sesuai dengan latar belakang sosiologis masyarakat pemakai bahasa Indonesia, yang masih mengenali perbedaan berdasarkan umur. Ia menganggap bahwa perbedaan, dalam hal ini kata ganti orang kedua, berdasarkan umur bukan sesuatu yang jelek dan bukan sesuatu yang tidak demokratis. Baginya, hal itu persoalan moral saja. Karena itu, ia menyatakan bahwa ia tidak setuju terhadap saran Sabirin kecuali kalau masyarakat betul-betul menerima saran Sabirin itu.

Junus menyimpulkan bahwa tak diperlukan kata baru dalam hal kata ganti orang kedua, apalagi kata baru yang belum tentu diterima dan dipakai oleh masyarakat. Menurutnya, lebih baik mengintensifkan pemakaian kata-kata yang sudah ada. Meskipun demikian, keputusan itu, dalam hal ini diterima atau tidaknya kata anda, terserah kepada pemakai bahasa.

Bagaimana nasib kata Anda setelah puluhan tahun diciptakan? Apakah penutur bahasa Indonesia menerima kata tersebut?

Infografik Hey Anda

Infografik Hey Anda. tirto.id/Ecun

Ajip Rosidi (2010) mengakui bahwa setelah lebih dari setengah abad, Anda populer dan sering digunakan dalam pembicaraan lisan maupun dalam surat-menyurat atau dalam tulisan lain. Meskipun begitu, ia memandang bahwa keinginan Rosihan Anwar untuk menemukan kata you dalam bahasa Indonesia tidak tercapai. Alasannya, Anda tidak menggantikan semua kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia. Ia melihat bahwa kata ganti saudara, bapak, ibu, kamu, engkau, dan lain-lain tetap dipakai, tergantung kepada situasi konkret si pembicara, yaitu tergantung kepada kesempatan apa dan dengan siapa dia berbicara dan siapa yang dibicarakan.

Menurut Rosidi, seperti kata ganti orang kedua lainnya, Anda hanya digunakan dalam situasi dan terhadap orang-orang tertentu saja. Anda biasanya digunakan untuk menyapa orang yang belum akrab, seperti wartawan dalam wawancara atau digunakan dalam iklan. Ayah dan ibu, bahkan istri atau suami kita sendiri, katanya, tak mustahil menjadi sewot kalau kita gunakan kata Anda kepadanya.

Anton Moeliono dalam “Bahasa Indonesia dan Struktur Sosial” (Kembara Bahasa, 1989), berpendapat bahwa Anda tampaknya dapat diterima dalam komunikasi yang tidak bersemuka. Artinya, selama orang yang tersapa tidak kasatmata, seperti dalam media massa, pengumuman, atau iklan, ia dapat disapa dengan Anda. Selain itu, katanya, ada orang yang mau disapa dengan Anda, asal kata itu ditulis dengan huruf awal kapital A. Dengan pertanyaan retoris, ia berkata bahwa bukankah hal itu bukti bahwa orang tetap sadar akan hierarki sosial?

Anda Masuk Kamus dan Penulisannya

Kata Anda kali pertama masuk kamus pada 1960, yakni pada Kamus Umum Bahasa Indonesia cetakan ketiga susunan W.J.S. Poerwadarminta. Dalam kamus itu entri anda didefinisikan sebagai ‘ganti diri orang kedua (untuk menjebut orang kedua umum, tidak membedakan tingkat kedudukan dan umur)’.

Beberapa tahun setelah itu, kamus bahasa Melayu Malaysia, Kamus Dewan (1970) susunan Teuku Iskandar, memuat kata Anda dengan label Id (Indonesia). Dalam kamus itu entri anda didefinisikan sebagai ‘ganti-nama orang yg kedua (tidak membedzakan tingkat dan umor), awak’.

Kata Anda dalam bahasa Indonesia dewasa ini lazim ditulis dengan huruf awal kapital. Ternyata itu awalnya usul Sabirin, lalu dijadikan pedoman dalam ejaan bahasa Indonesia, kemudian diamini oleh kebanyakan pengguna bahasa Indonesia.

Pada awalnya Sutan Takdir Alisjahbana dalam Pedoman edisi 14 April 1957, kata Rosihan (1983), mengusulkan supaya kata anda diwajibkan untuk ditulis dengan huruf kapital untuk mencegah perasaan feodal masuk. Perasaan feodal yang ia maksud ialah bahwa kepada orang tinggi dipakai huruf besar, sedangkan kepada yang rendah dipakai huruf kecil. Sementara itu, Sabirin (1957) mengusulkan agar dalam surat-menyurat huruf a pertama kata Anda ditulis dengan huruf kapital jika surat ditujukan kepada orang yang patut dihormati atau belum dikenal.

Baca juga artikel terkait ANDA atau tulisan lainnya dari Holy Adib

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Holy Adib
Penulis: Holy Adib
Editor: Nuran Wibisono