tirto.id - Serangan Israel ke Palestina masih terjadi hingga hari ini. Timbul pertanyaan kapan sebenarnya awal mula terjadinya konflik antara Israel dan Palestina?
Perang kembali berkobar di wilayah konflik berkepanjangan itu sejak Sabtu, 7 Oktober 2023 saat Hamas Palestina melancarkan serangan kejutan ke Israel.
Sehari setelah itu, pemerintah Israel mendeklarasikan perang dan memborbardir Jalur Gaza melalui jalur udara dan darat.
Tidak hanya itu Israel juga memberlakukan blokade total seperti melarang masuknya pasokan air, makanan, hingga bahan bakar di Jalur Gaza.
Sementara itu, blokade total oleh tentara Israel, dengan maksud untuk membuat penduduk Palestina kelaparan, merupakan kejahatan perang di bawah undang-undang Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sejak Kapan Perang Israel dan Palestina Terjadi?
Perang Israel dan Palestina memiliki sejarah yang panjang dan cukup rumit. Namun konflik ini berakar ketika pada awal tahun 1840-an, Inggris melihat Palestina sebagai peluang untuk mengukir pengaruh di Timur Tengah, tempat mereka bersaing dengan Prancis dan Rusia.
Namun, baru pada Perang Dunia I, di mana mereka memerangi Ottoman yang menguasai Palestina, Inggris meresmikan dukungan mereka terhadap gagasan negara Yahudi di wilayah tersebut.
Vox menulis, dalam Deklarasi Balfour tahun 1917, pemerintah Inggris secara sepihak menyerukan pendirian "rumah nasional bagi orang-orang Yahudi" di Palestina, meskipun faktanya jumlah orang Yahudi saat itu kurang dari 15 persen dari populasi di sana.
Meskipun deklarasi tersebut menyatakan bahwa "tidak ada yang akan dilakukan yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina," deklarasi tersebut tidak menguraikan apa saja komunitas-komunitas tersebut, hak-hak khusus apa yang mereka miliki, atau bagaimana mereka akan dilindungi, dan deklarasi tersebut tidak mempertimbangkan pemikiran mereka tentang bagaimana tanah mereka harus digunakan.
Kekuatan Sekutu dalam perang mendukung deklarasi tersebut, dan setelah perang, Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk memberikan mandat kepada Inggris untuk memerintah sementara Palestina hingga negara Yahudi dapat dibentuk.
Inggris kemudian mengadopsi kebijakan imigrasi yang mendorong lebih dari 100.000 orang Yahudi untuk berimigrasi selama dua dekade berikutnya.
Kemudian, pada awal 1900an antisemitisme mencapai puncaknya di seluruh benua Eropa, terutama di Jerman. Pada tahun 1930-an, antisemitisme telah menjadi alat populisme dan kebijakan resmi Nazi.
Ketika Partai Nazi menyelesaikan pengambilalihan pemerintahan Jerman, mereka memberlakukan ratusan dekrit dan undang-undang yang menargetkan orang Yahudi sebagai "musuh negara" di Jerman, dan secara bertahap meningkatkan serangan terhadap hak-hak orang Yahudi.
Pada awalnya, Nazi melarang orang Yahudi bekerja di berbagai bidang, mulai dari pegawai negeri hingga akting. Kemudian, mereka melarang orang Yahudi menikah dengan orang yang memiliki "darah Jerman atau keturunan Jerman", mencegah mereka memperoleh kewarganegaraan di Reich Jerman atau mencari nafkah, serta mengambil alih properti Yahudi dan menjualnya kepada pejabat partai Nazi dengan harga murah.
Tujuan Nazi adalah untuk membuat hidup orang Yahudi sangat buruk sehingga mereka akan pergi, dan sekitar seperempat orang Yahudi Jerman pergi pada tahun 1938.
Setelah Perang Dunia II, puluhan ribu orang yang selamat dari Holocaust mulai pindah ke Palestina, didorong oleh gerakan Zionis yang semakin kuat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa setuju untuk membagi Palestina menjadi dua negara, satu untuk penduduk Yahudi dan satu lagi untuk penduduk Arab, dengan kota Yerusalem yang akan diatur oleh entitas internasional khusus. Namun, penduduk Arab setempat dan negara-negara Arab menolak rencana tersebut.
Reuters mewartakan, Bapak pendiri Israel, David Ben-Gurion, memproklamasikan negara modern Israel pada 14 Mei 1948, mendirikan tempat yang aman bagi orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari penganiayaan dan mencari rumah nasional di tanah yang menurut mereka memiliki ikatan yang mendalam sejak zaman kuno.
Sehari kemudian, pasukan dari lima negara Arab menyerang Israel dan pasukan Israel beroperasi di wilayah yang diusulkan PBB untuk dikuasai Arab.
Warga Palestina meratapi pembentukan Israel sebagai Nakba, atau malapetaka, dengan menyatakan bahwa hal itu mengakibatkan perampasan massal dan menghalangi impian mereka untuk menjadi negara. Israel membantah pernyataan bahwa mereka mengusir warga Palestina dari rumah mereka.
Dalam perang yang terjadi setelahnya, sekitar 700.000 orang Palestina, setengah dari populasi Arab di wilayah Palestina yang dikuasai Inggris, melarikan diri atau terusir dari rumah mereka, dan berakhir di Yordania, Lebanon, dan Suriah, serta di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Perjanjian gencatan senjata menghentikan pertempuran pada tahun 1949 tetapi tidak ada perdamaian formal. Orang-orang Palestina yang bertahan dalam perang dan keturunan mereka saat ini membentuk sekitar 20% dari populasi Israel.
Sejak saat itu, perang antara Israel dan Palestina terus bergulir, Kesepakatan Oslo II tahun 1995 menetapkan pembagian administratif Tepi Barat Palestina ke dalam wilayah A, B, dan C sebagai pengaturan transisi, sambil menunggu kesepakatan status akhir.
Oslo II bermaksud agar pembagian tersebut bersifat sementara, dengan yurisdiksi penuh atas ketiga wilayah tersebut secara bertahap dialihkan kepada Otoritas Palestina seiring berjalannya waktu.
Namun, pembagian tersebut tetap ada, dengan Area A dikelola oleh Otoritas Palestina, Area C oleh Israel, dan Area B di bawah kendali bersama.
Sementara itu, pada tahun 2006 Jalur Gaza dikuasai oleh Hamas, sejak saat itu hingga bertahan sampai sekarang, Israel melakukan blokade besar-besaran terhadap wilayah Gaza, baik darat maupun udara. Mereka membatasi pergerakan orang maupun barang yang keluar masuk Gaza.
Kondisi Terkini Konflik Israel dan Palestina di Gaza
Israel memperluas serangan militernya lebih jauh ke bagian utara Jalur Gaza pada hari Senin, 30 Oktober 2023 membuat kehancuran dan korban di Palestina semakin memburuk.
Memasuki pekan keempat perang antara Israel dan Hamas Palestina, PBB dan petugas medis menyatakan kekhawatirannya atas serangan udara Israel yang menghantam lebih dekat ke rumah sakit, di mana puluhan ribu orang Palestina berlindung dan mendapat perawatan.
AP News melaporkan pada 31 Oktober 2023, jumlah korban tewas Palestina dalam perang kali ini telah mencapai 8.306 orang, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza. Sementara di Tepi Barat, lebih dari 110 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel.
Di lain pihak, sekira lebih dari 1.400 orang di Israel tewas, sebagian besar dari mereka tewas akibat serangan awal Hamas pada 7 Oktober. Selain itu, dilaporkan juga ada 240 sandera dibawa dari Israel ke Gaza oleh Hamas.
Aljazeera mewartakan, tentara dan tank-tank Israel melakukan serangan dari dua sisi Kota Gaza di bagian utara jalur tersebut pada hari Senin, dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina mengatakan bahwa mereka memukul mundur tank-tank Israel ke arah timur kota.
"Tugas kami hari ini adalah [untuk] bertempur dan bertempur," kelompok bersenjata Jihad Islam Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan, dan menambahkan bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk mendiskusikan gencatan senjata.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menolak seruan gencatan senjata yang semakin meningkat, dengan mengatakan bahwa tindakan seperti itu merupakan "penyerahan diri kepada terorisme".
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra