Menuju konten utama

Seandainya YLBHI Dibubarkan

Siapa yang paling merasakan dampak jika YLBHI yang menaungi berbagai LBH di daerah dibubarkan?

Seandainya YLBHI Dibubarkan
Kantor LBH Jakarta. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - “Kalau hasil kasasi menang, bapakmu bisa bebas lebih cepat. Kalau tidak paling akhir tahun bisa diusahakan bebas bersyarat.”

Pesan itu masuk ke ponsel saya dua bulan lalu. Pengirimnya adalah seorang petani, kawan bapak di Tulang Bawang, Lampung. Bapak sudah hampir setahun mendekam di penjara. Sugianto, begitu nama bapak saya, divonis 1 tahun 6 bulan lantaran dituduh sebagai otak kerusuhan di lahan PT BNIL awal Oktober 2016 lalu. Tuduhan itu datang karena bapak memberikan pendampingan para petani bersengketa dengan PT BNIL.

Bapak adalah pendeta di Gereja Kristen Sumatra Bagian Selatan (GKSBS) di Tulang Bawang, Lampung. Sejak tugas di Tulang Bawang, bapak membantu petani yang bersengketa dengan PT BNIL, perusahaan perkebunan besar di Lampung.

Baca juga: Musim Konflik Agraria yang Tak Pernah Berakhir

Bapak ditangkap pada 11 Oktober 2016 di Jakarta karena dituduh sebagai dalang kerusuhan itu. Tidak cuma bapak, ada seorang guru ngaji dan lima petani turut ditangkap. Selama menjalani proses hukum, bapak dan para petani didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lampung. Para pengacara muda dari LBH setiap minggu bolak-balik Bandar Lampung – Tulang Bawang menempuh perjalanan darat empat jam untuk membela petani di persidangan.

Semua itu dilakukan secara cuma-cuma. Beberapa kali pengacara LBH Lampung datang ke Jakarta untuk berkonsultasi dengan YLBHI terkait kasus itu. LBH Lampung merupakan LBH probono yang menginduk pada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Tuntutan Pembubaran YLBHI

Akhir pekan lalu, dari Minggu malam (17/9) hingga Senin dini hari (18/9), Gedung YLBHI diserang oleh massa yang menganggap LBH Jakarta, salah satu LBH yang menginduk pada YLBHI, memfasilitasi kegiatan konsolidasi PKI. Gedung YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, dikepung dan dilempari batu. Para aktivis, pengunjung, para lansia penyintas Tragedi 1965 hingga ibu-ibu dari Pegunungan Kendeng terjebak di dalam gedung selama sekitar 5 jam. Massa memaksa masuk dan mengancam menghabisi orang-orang di dalam gedung.

Baca juga: 5 Jam Terjebak Pengepungan Gedung YLBHI

Selain melempari dan mengancam, masa juga menuntut agar YLBHI ditutup dan gedung disegel. Tuntutan itu terbaca dari beberapa poster yang dibawa massa. Tuntutan serupa juga datang dari Front Pembela Islam (FPI).

“Kami berpendapat LBH harus ditutup. Mereka telah menjadi tempat berlindungnya para komunis,” kata Novel Bamukmin dari FPI Jakarta Pusat.

Bagaimana jika tuntutan itu akhirnya terealisasi?

Salah satu yang paling terdampak adalah masyarakat marjinal yang tidak punya akses pada pendampingan hukum. Kasus-kasus yang ditangani LBH-LBH yang bernaung di bawah YLBHI terancam mandek. Pada 2013 saja, tercatat ada 2.873 kasus yang ditangani YLBHI dan LBH-LBH di daerah. Jumlah itu meningkat dari 2012 yang jumlahnya 2.479 kasus. Jumlah itu diperkirakan semakin bertambah setiap tahunnya.

Dari ribuan kasus itu, mayoritas adalah kasus yang korbannya adalah kelompok rentan. Misalnya, warga Rembang yang terancam lahannya rusak karena pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang. Warga Rembang yang menolak pembangunan pabrik semen itu didampingi oleh LBH Semarang. Mereka berkali-kali aksi menyemen kaki di depan istana presiden. YLBHI turut membantu para petani saat di Jakarta.

Ada pula kasus UU ITE yang sempat menjerat Ervani, seorang ibu rumah tangga di Yogyakarta yang dilaporkan karena tuduhan pencemaran nama baik oleh atasan suaminya. Semua itu bermulai ketika Ervani menulis status Facebook yang berisi ungkapan hatinya karena suaminya yang adalah seorang satpam di PHK. Karena status itu, Ervani dipolisikan dengan tudingan pencemaran nama baik. Ervani yang tidak tahu apa soal hukum sempat mendekam di tahanan selama 20 hari pada September 2014.

LBH Yogyakarta yang baru mengetahui kasus itu lantas mendampingi Ervani. Status tahanan Ervani lantas ditangguhkan. Selama menjalani proses hukum Ervani didampingi LBH Yogyakarta. Kerja LBH Yogyakarta berbuah hasil. Pada 5 Januari 2015 Ervani dinyata tidak bersalah oleh PN Bantul (baca: Curhatan yang Berujung Bui).

Di ibukota, Pemerintah Daerah melakukan penggusuran disejumlah tempat. Salah satunya adalah di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Pada 11 Juli 2016, kampung Bukit Duri diratakan dengan tanah. LBH Jakarta mendampingi warga mengajukan PTUN karena penggusuran tidak sesuai prosedur. Hasil gugatan warga dimenangkan oleh PTUN pada 5 Januari 2017. Sayang Pemkot Jakarta Selatan mengajukan banding dan memenangkan banding itu pada Agustus 2017.

Baca juga: Ahok, Hikayat Si Raja Gusur

Jika YLBHI dibubarkan, belum ada lagi LBH yang sudah teruji dan bisa memberikan bantuan hukum secara sistematis dan probono seperti yang dilakukan LBH-LBH yang bernaung di YLBHI.

Dampak lainnya adalah pembubaran YLBHI akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan kebebasan berserikat di Indonesia. YLBHI selama ini tidak hanya melakukan advokasi litigasi tapi juga non litigasi. Misalnya, kampanye kebebasan berekspresi, penghapusan pasal karet dan kebebasan berkeyakinan dan beragama.

YLBHI salah satu lembaga yang getol menyuarakan penghapusan pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE. Mereka juga aktif mendampingi korban pelanggaran hak berkeyakinan dan beragama seperti Ahmadiyah, Gafatar, Syiah, Sunda Wiwitan, kasus penutupan gereja dan lainnya.

Baca juga:

Mereka bahkan secara tegas menolak Perpu Pembubaran Ormas yang digunakan untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. YLBHI berpendapat Perpu ini bahkan berpotensi digunakan untuk membubarkan ormas intoleran seperti FPI yang ingin membubarkan YLBHI. Ironis.

Infografik HL Indepth LBH

YLBHI dan LBH yang Dijepit Kontestasi Politik

Bagi sebagian orang, penyerangan terhadap YLBHI dan tuntutan membubarkan YLBHI tak ubahnya semacam "karma". YLBHI dituding para pendukung Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama sebagai sekutu kelompok anti demokrasi yang menyerang YLBHI, dan kini sedang menuai getah akibat pilihan itu.

Setelah penyerangan YLBHI, Hasan Nasbi, CEO The Cyrus Network, juga pendukung Ahok lewat akun Twitter-nya @datuakrajoangek berkicau “Semoga YLBHI dan teman2nya bisa memetik pelajaran penting. Diserbu "sekutunya" sendiri pas Pilkada DKI #eh.”

Akun @kurawa, yang juga dikenal sebagai pendukung Ahok, mengutarakan hal senada. Ia berkicau: "Harusnya YLBHI meminta bantuan ke anies baswedan agar didamaikan ke FPI lah, sebagai sesama pendukung cagub kmrn kan bisa lah kongkow2".

Jauh sebelum insiden penyerbuan dan pengepungan Gedung YLBHI, Asfinawati selaku Ketua YLBHI sudah lebih dulu menjelaskan posisi lembaganya.

Dalam sebuah sesi wawancara khusus bersama Tirto, Asfinawati mengatakan: "Kedua pendukung [calon gubernur] memanfaatkan kasus-kasus ini untuk kepentingan dia, kan? Padahal, sikap terhadap penggusuran dan sikap terhadap kasus penodaan agama itu tidak sama dengan menyuruh orang memilih salah satu. Itu lompatan pikiran yang ngaco banget. Kenapa ngaco? Apakah jika seseorang [terbukti] menodai agama, ia otomatis bukan pemimpin yang baik? Apakah jika ia tidak [terbukti] menodai agama, ia akan menjadi gubernur yang baik? Belum tentu."

Baca juga: Politisasi Kasus Ahok Persulit Upaya Mematikan Pasal Penodaan Agama

Dia mengatakan bahwa keberpihakan kepada korban penggusuran di era Ahok di satu sisi dan keberpihakannya kepada Ahok dalam kasus penodaan agama sama sekali tidak kontradiktif. Dua keberpihakan itu, kata Asfi, justru menjelaskan sikap YLBHI yang berdiri di atas semua golongan.

Untuk diketahui, LBH Jakartayang berada di bawah koordinasi YLBHImengajukan diri menjadi Amicus Curiae, dengan pendapat bahwa pernyataan Ahok tidak masuk ke dalam tafsir agama, dan karenanya tidak termasuk penodaan agama.

"Posisi LBH membela buruh dan korban penggusuran karena mereka ada di posisi yang benar menurut hak asasi manusia. [...] Begitu pula dalam kasus penodaan agama. Ujiannya sebenarnya adalah bagaimana buruh, orang-orang yang digusur itu, paham soal penodaan agama, dan sebaliknya, kelompok minoritas keagamaan juga paham dengan kasus yang menimpa kaum miskin kota sehingga tidak mengecam mereka sebagai penduduk liar," tukas Asfi lagi.

Fikri Assegaf, Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI), juga mengecam penyerbuan dan pengepungan Gedung YLBHI. Ia menegaskan bahwa selama ini YLBHI dan LBH Jakarta merupakan lembaga yang tidak pandang bulu melakukan advokasi terhadap masyarakat. Bahkan saat para pengacara publik tidak berani mengambil kasus-kasus tertentu, LBH Jakarta dan YLBHI berani mengambil risiko tersebut.

Menurut Fikri, berbagai korban hak asasi manusia yang mengadu ke LBH Jakarta dan YLBHI telah mendapatkan bantuan hukum. Misalnya hak perempuan untuk berjilbab, pendampingan korban peristiwa kekerasan di Masjid Tanjung Periok, Talang Sari di Lampung, hingga korban kriminalisasi dan penyiksaan terduga terorisme.

“LBH dan YLBHI tidak pandang latar belakang, mereka konsisten dan membela orang yang membutuhkan. Semua hal yang pengacara lain tidak pegang, LBH pegang dan maju,” kata Fikri kepada Tirto.

Baca juga: Iluni FHUI: Pengepungan YLBHI Ancam Kebebasan Berekspresi

Baca juga artikel terkait PENGEPUNGAN YLBHI atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Hukum
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Zen RS