tirto.id - Cawapres 02 Sandiaga Salahuddin Uno mengkritik langkah kepolisian yang menjerat sejumlah tokoh pendukung Prabowo di Pilpres 2019 dengan pasal makar. Dia menilai seharusnya kepolisian tidak mudah menjerat orang dengan pasal itu.
Sampai saat ini, tokoh pendukung Prabowo-Sandiaga yang terbelit kasus dugaan makar karena pernyataan mereka ialah Eggi Sudjana, Kivlan Zen, Lieus Sungkharisma hingga Permadi.
Sandiaga mengaku sudah bertemu dengan Permadi dan mendapat cerita bahwa politikus Gerindra itu juga pernah dijerat dengan pasal makar di zaman Orde Baru.
"Tadi saya baru sama Pak Permadi, beliau juga mengatakan di zaman sebelum reformasi juga menghadapi masalah seperti ini. Atas pernyataan beliau bahwa apa yang mereka sampaikan itu adalah menginginkan suatu perubahan agar sistem demokrasi kita lebih baik," kata Sandiaga di kantor Seknas Prabowo-Sandiaga, Menteng, Jakarta Pusat (12/5/2019) malam.
Oleh karena itu, Sandiaga meminta kepolisian tidak mudah menjerat orang dengan pasal makar jika belum ada bukti kuat.
"Jangan semua ungkapan itu dibelokan ke pasal makar. Karena semua berkeinginan yang sangat positif, optimis Indonesia yang lebih baik, adil makmur," kata Sandiaga.
Langkah kepolisian menjerat sejumlah pendukung Prabowo-Sandiaga juga sempat dikritik oleh Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.
Menurut Isnur, setidaknya hingga saat ini keadaan masih jauh dari ketegori makar. Dia mengambil contoh Eggi Sudjana yang dijerat pasal makar karena mengucapkan seruan people power.
“Kalau orang hanya sekadar mengatakan [people power] tanpa ada pengerahan kekuatan, akan repot. [Makar] artinya serangan, bukan seruan saja,” kata Isnur kepada reporter Tirto, Kamis (9/5/2019) lalu.
Pernyataan Isnur berdasarkan kepada KUHP berbahasa Belanda. Kata makar adalah terjemahan dari "anslaag", yang artinya adalah serangan atau violence attack. Unsur kekerasan ini yang sekarang kerap dilupakan, bahkan oleh polisi sekalipun.
Pengajar politik di Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin sependapat dengan Isnur. Sebab, secara politik keadaan juga belum termasuk dalam kategori makar.
“Makar bisa dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh yang kecewa terhadap pemerintah. Dan gerakan makar biasanya ada pra-kondisi di mana ekonomi negara dalam kedaaan sekarat, dan secara diam-diam atau terang-terangan militer ada di belakangnya,” kata Ujang pada Jumat kemarin.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom