Menuju konten utama

Saat Orang Tua Tunggal Ingin Cari Pacar Lagi

Terdapat sederet pertimbangan bagi orang tua tunggal ketika hendak menjalin kisah cinta baru. Apa saja itu?

Saat Orang Tua Tunggal Ingin Cari Pacar Lagi
Ilustrasi orang tua tunggal. tirto.id/Quita

tirto.id - “A single parent finds love again”—ini jelas bukan ramuan baru dalam skenario Hollywood.

Kamu mungkin ingat narasi itu dibungkus dengan gelak tawa dalam film lawas Mrs. Doubtfire (1993) yang dibintangi Robin Williams. Sementara dalam komedi keluarga produksi Disney The Parent Trap (1997), tokoh anak kembar yang dimainkan Lindsay Lohan suka iseng menjahili pacar muda sang ayah karena tak rela ayahnya menikah lagi.

Di balik segudang elemen kocak nan menggelikan dalam representasi fiktif di atas, tak bisa dimungkiri bahwa perpisahan pada esensinya merupakan fase yang sangat menguras emosi dan tenaga dengan lika-liku dinamika beserta tantangannya. Pengalaman ini dirasakan oleh Yasin Malenggang, yang berpisah dengan istrinya sejak Desember 2014.

Perceraian Yasin meninggalkan bekas mendalam tak hanya bagi dirinya, namun juga kedua anaknya. Laki-laki menjelang usia paruh baya kelahiran Yogyakarta ini bercerita, perpisahan dengan sang istri dipicu kehadiran pihak ketiga yang juga diketahui oleh anak-anaknya.

Header Diajeng Orang Tua Pacaran Lagi

Header Diajeng Orang Tua Pacaran Lagi. foto/istockphoto

Pengalaman menyaksikan relasi orang tua yang berantakan mempengaruhi pandangan anak-anak ketika Yasin hendak memperistri orang lain. Anak sulung Yasin yang masih remaja melarangnya menikah lagi, setidaknya sampai anaknya itu mencapai usia dewasa.

“Alasannya, menunggu dia cukup siap untuk menjaga adiknya dan “menggantikan” saya,” terang Yasin. Permintaan tersebut dipenuhi Yasin dan komitmen untuk tidak menikah lagi dulu tetap dipegang sampai sekarang.

Kendati demikian, Yasin membuat kesepakatan lain dengan si sulung untuk tetap berkomunikasi dan meminta pertimbangannya bila ada perempuan yang dinilai tepat jadi pasangan barunya.

Bagi Yasin, memperkenalkan calon pasangan dan menanyakan pendapat anak adalah keterbukaan antara bapak dan anak yang merupakan nilai krusial dalam keluarga. Sejauh ini, setiap ada teman perempuan yang tampak dekat dengannya, Yasin akan menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa mereka sekadar teman.

Di samping pengalaman perceraian orang tuanya, keengganan anak-anak Yasin untuk melihat ayahnya menikah lagi bisa disebabkan adanya imaji negatif terkait sosok ibu tiri.

“Buat anak-anak orang tua tunggal, ibu tiri dapat dianggap sebagai ancaman tersendiri dan sangat ditakuti,” kata laki-laki yang menggagas komunitas orang tua tunggal Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) ini.

Opini anak seperti disampaikan Yasin memang menjadi salah satu pertimbangan penting ketika orang tua tunggal hendak menjalin relasi romantis baru.

Menurut penelitian terhadap 747 orang tua tunggal di AS yang dimuat di jurnal Personal Relationships (2016), sebanyak 82,9 persen responden menganggap penting opini anak ketika akan kencan.

Selain itu, ada beberapa perkara internal lain yang perlu mereka perhatikan. Misalnya kesiapan untuk memulai hubungan baru, atau terkait rasa tak percaya diri karena status duda atau janda dengan anak. Soal ini, Karina Andriani punya cerita tersendiri.

Setelah berpisah dengan pasangannya, Karina sudah beberapa kali berkenalan dengan laki-laki lain, baik yang dikenalkan teman atau melalui aplikasi kencan, Tinder. Awal-awal berkencan lagi setelah menjanda, kepercayaan diri Karina sempat merosot ketika ia mesti mengaku sudah memiliki anak.

“Tapi sekarang sih, sudah enggak lagi. Kalau ada cowok yang menghilang begitu saya bilang sudah punya anak, anggap aja kayak saya ketemu sama orang yang enggak terima kalau saya dari suku tertentu, atau anggap aja kayak enggak sehobi,” jelas Karina.

Header Diajeng Orang Tua Pacaran Lagi

Header Diajeng Orang Tua Pacaran Lagi. foto/istockphoto

Ada pola berkencan yang berbeda setelah Karina memiliki anak. Berhubung Kirana, anaknya, masih balita, waktu Karina lebih banyak dihabiskan untuk sang buah hati. Ia biasanya menghabiskan malam Minggu dengan teman kencan selepas anak tidur. Hari berikutnya, ia akan menyediakan waktu seharian untuk Kirana. Pernah suatu waktu, Karina harus bergegas pulang karena diminta sang putri.

“Kadang-kadang saya juga menolak diajak keluar untuk kencan karena mementingkan waktu dengan anak. Atau kalau mau kencan keluar, saya mengajak Kirana. Sesekali saya memilih berkencan di rumah saja supaya bisa sambil memperhatikan anak. Jadi, bisa pacaran sekaligus menyenangkan anak,” ujar Karina.

Bagi orang tua tunggal yang pernah bercerai, relasi dengan mantan pasangan menjadi poin yang perlu diperhatikan ketika berpacaran lagi. Calon pasangan harus siap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang dari masa lalu yang masih punya hubungan dengan sang anak. Acap kali, mantan mertua ingin tahu siapa kekasih baru itu, dan apakah ia calon orang tua yang baik bagi cucu mereka.

Perkara mengenalkan anak ke pasangan baru orang tua tunggal, Leah Klungness, Ph.D., psikolog dan salah satu penulis buku The Complete Single Mother menulis di U.S. News bahwa tak ada pakem soal waktu yang tepat untuk melakukan hal ini. Ada orang tua tunggal yang mengenalkan anak ke kekasih baru setelah tiga kali kencan. Ada yang menunggu hingga beberapa bulan. Namun, ada juga yang langsung mengenalkan di kencan pertama.

Di sisi lain, kesiapan calon pasangan tak boleh diabaikan oleh si orang tua tunggal. Bagi calon pasangan yang sama-sama sudah pernah menikah dan memiliki anak, hal ini bukan masalah. Namun jika calon pasangan masih lajang dan belum punya pengalaman dengan anak kecil, tentu lain ceritanya.

Bagi Karina sendiri, tidak masalah apakah yang menjalin hubungan serius dengannya seorang lajang atau sudah pernah menikah. Yang terpenting, menurutnya, adalah kepribadian si teman kencan. Karina juga punya opini sendiri soal pilihan teman kencannya setelah menjanda.

“Kadang ada duda yang mencari pacar itu sekadar untuk menjadi ibu buat anak-anaknya dan kurang membangun alasan kuat untuk berpartner dengan saya. Sementara menurut saya, fungsi parenting utama itu tetap di orang tua kandung. Kehadiran saya sebagai pendukung. Saya pun nggak mengharuskan pasangan atau calon pasangan untuk menjadi sosok bapak buat anak saya karena bapak kandungnya masih ada,” kata Karina.
Menyeimbangkan kehidupan kerja, keluarga, dan percintaan bagi orang tua tunggal bisa dibilang cukup pelik. Di sini pentingnya kehadiran pasangan untuk menopang kebahagiaan mereka.

Agar kejadian pahit sebelumnya tidak terulang, orang tua tunggal sebaiknya tidak tergesa-gesa untuk menjalin relasi cinta baru. Bisa jadi, akhirnya harus menelan pil pahit yang sama. Apalagi, sudah ada anak-anak yang bisa terdampak juga. Iya, kan?

*Artikel ini pernah tayang di tirto.iddan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Nuran Wibisono & Sekar Kinasih