tirto.id - Beberapa hari lalu, harga saham bank PT Bank Danamon Tbk mendadak melejit. Kabar rencana akuisisi saham Bank Danamon oleh perbankan Jepang yakni Bank Of Tokyo-Mitsubishi UFJ (BTMU) jadi pemicunya. BTMU dikabarkan mengincar saham pengendali Danamon yang dimiliki Asia Financial Indonesia Pte Ltd (AFI), perusahaan asal Singapura yang terafiliasi dengan Temasek. Porsi kepemilikan saham di Danamon adalah 67,37 persen milik AFI.
"Perseroan telah menerima pemberitahuan dari Asia Financial (Indonesia) Pte Ltd (AFI), pemegang saham pengendali perseroan, bahwa AFI telah menerima expression of interest sehubungan dengan saham milik mereka dalam perseroan," kata Sekretaris Perusahaan Bank Danamon, Rita Mirasari dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kabar ini dikaitkan dengan rencana bisnis BTMU memperluas bisnis perbankan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Seperti dikutip dari Reuters, perbankan di Jepang memang tengah dihadapkan dengan pertumbuhan yang lamban. Pertumbuhan sektor kredit perbankan Jepang juga ditaksir mengalami perlambatan, dengan pertumbuhan GDP di bawah 1 persen dan inflasi yang rendah.
Sehingga, dalam lima tahun terakhir BTMU terus memperluas kehadirannya di pasar luar Jepang khususnya di Asia Tenggara dengan mengakuisisi saham di Vientinbank Vietnam, Bank of Ayudhya (BAY.BK) Thailand dan Security Bank Corp (SECB.PS) di Filipina.
Bila akuisisi terealisasi, BTMU sebagai investor asal Jepang, bukan kali pertama menyasar sektor perbankan Indonesia. Beberapa tahun lalu J trust Co. Ltd juga melakukan aksi korporasi yang sama di Indonesia. J trust Co. Ltd mengakuisisi 99 persen saham Bank Mutiara (dahulu Bank Century) dengan nilai Rp4,41 triliun
Selain itu, ada Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang telah merelakan sejumlah sahamnya dikuasai oleh dua perusahaan Negeri Matahari Terbit. Sebanyak 40 persen saham BTPN dimiliki oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation, dan 20 persen dimiliki Summit Global Capital Management B.V. Nama-nama lain perusahaan Jepang juga tercatat ke perbankan Indonesia dalam porsi yang lebih kecil. Namun, apa yang membuat investor Jepang tertarik masuk ke perbankan Indonesia?
"Ini menunjukkan kalau Indonesia merupakan pangsa pasar yang potensial bagi mereka. Dan tentunya kan mereka juga melihat segala aspek seperti inflasi, suku bunga, consumer spending dan lain-lain," kata Analis Senior Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada kepada Tirto.
Soal suku bunga misalnya, suku bunga kredit perbankan di Indonesia sangat menggiurkan ketimbang di Jepang. Perbedaannya bagaikan langit dan bumi. Di Jepang suku bunga lending rate yang mengacu Bank Of Japan per Juli 2017 misalnya hanya dipatok 1 persen. Sementara di Indonesia rata-rata berada di angka dua digit, atau terpaut lebih tinggi hingga 10 persen.
Sebagai contoh, berdasarkan Suku Bunga Rata-rata Kredit Bank Umum Kepada Pihak Bukan Bank Berdasarkan Lapangan Usaha dan Bukan Lapangan Usaha Penerima Kredit yang dicatat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bunga kredit pertambangan dan penggalian mencapai 11,75 persen, bunga kredit konstruksi: 11,21 persen, real estate, usaha persewaan, dan jasa 11,32 persen.
Bunga yang tinggi memang tak menyenangkan bagi nasabah, tapi menggiurkan bagi perbankan. Pendapatan dari bunga tentu akan berimbas pada laba yang diperoleh perbankan. Catatan OJK hingga Juli 2017 laba bersih industri perbankan menembus Rp77 triliun atau naik 20,31 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kinerja keuangan ini tercermin dari beberapa bank umum yang melantai di bursa.
Bank Danamon misalnya, hingga kuartal III-2017, berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp3,1 triliun atau tumbuh 21 persen dari periode sama tahun lalu. Rasio kredit bermasalah (Gross non-performing loans) Danamon tercatat pada 3,3 persen yang masih di bawah batas yang ditentukan regulator yaitu 5 persen.
BTPN mencatatkan laba bersih BTPN hingga kuartal III-2017 mencapai Rp1,4 triliun, atau relatif stagnan. Penyaluran kredit hingga akhir September 2017 mencapai Rp65,8 triliun atau tumbuh lima persen. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) BTPN ditahan di level 0,9 persen. Yang menarik, PT Bank J Trust Indonesia Tbk yang tahun sebelumnya masih rugi, kini berhasil mencatat laba bersih Rp94 miliar hingga kuartal III-2017.
“Kalau di bank yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan dari kredit, NPL dan Dana Pihak Ketiga. Minimal itu untuk melihat bank tersebut sehat dan bertumbuh,” kata Reza Priyambada.
Iklim perbankan di Indonesia memang tak diragukan lagi menarik para investor asing terutama Jepang. Namun, keadaan sektor perbankan di Jepang juga turut memengaruhi hasrat ekspansi investor ke bank-bank Indonesia.
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Suhendra