tirto.id - Pada 31 Maret lalu, tatkala dunia masih dihantui pandemi COVID-19, Apple memberi kejutan seputar kinerja perusahaan. Merujuk laporan finansial kuartal II-2020, Apple menyatakan total penjualan bersih (net sales) meningkat sekitar satu persen, meraup uang $58,3 miliar.
“Membanggakan, meskipun dunia tengah mengalami dampak ekonomi yang besar akibat pandemi COVID-19," ujar CEO Tim Cook.
Jika laporan finansial Apple ditelisik sedikit lebih dalam, kegemilangan kinerja Apple tidak ditopang jualan utama mereka sejak 2007 silam, iPhone. Dalam laporan kuartal II-2020 itu, total penjualan bersih iPhone berada di angka $28,9 miliar, turun dari $31 miliar di kuartal sama setahun sebelumnya. Selepas mencapai titik tertinggi penjualan iPhone dalam sejarah, sebanyak 78,29 juta unit pada kuartal I-2017, performa iPhone terus melorot. Sedikit lebih jauh, pada laporan kuartal 2-2019, iPhone menyumbang pendapatan sebesar $31 miliar bagi Apple, turun 18 persen dari perolehan kuartal yang sama setahun sebelumnya, $38 miliar.
Penurunan bukan hanya terjadi pada iPhone, melainkan juga pada lini-lini utama. Komputer Mac yang memperoleh penjualan bersih sebesar $5,3 miliar, turun dari $5,5 miliar setahun lalu. Begitu juga iPad yang hanya memperoleh penjualan bersih sebesar $4,3 miliar, turun dari $4,8 miliar di saat yang sama setahun sebelumnya.
Selepas menggantungkan hidup pada Mac selama dekade 1990-an, lalu iPod di dekade 2000-an, Apple tampaknya kini sudah tidak bisa lagi menggantungkan hidup dari iPhone, meskipun baru-baru ini iPhone SE--iPhone versi murah--lahir.
Yang unik, produk yang kemudian menjadi ATM baru bagi Apple di laporan keuangan kuartal II-2020 ialah produk yang saat kelahirannya di 2016 silam hanya diperkenalkan kepada khalayak selama lima menit dari total acara sepanjang dua jam di Bill Graham Civic Auditorium, San Francisco.
ATM terbaru Apple adalah AirPods.
Menghilangkan Colokan, Meraup Untung
“Apakah Tim Cook ingin berjualan TV keren sepanjang hidupnya, ataukah ia ingin mengubah dunia?” tanya kolumnis teknologi New York Times Farhad Manjoo.
Manjoo sebal. Baginya, sebagai salah satu perusahaan paling bergengsi dan bernilai di dunia, Apple berperilaku biasa-biasa saja. Sebagai perusahaan pengusung privasi yang bahkan mengejek Google serta Facebook sebagai penjual data pengguna, “Apple gagal menciptakan Instagram bebas iklan, merilis media sosial berpikiran terbuka dan mengutamakan privasi, serta melahirkan Youtube tanpa menjadi surga bagi neo-Nazi.”
“Bagi perusahaan biasa-biasa saja, itu tidak masalah,” ujar Manjoo. “Tapi, Apple bukanlah perusahaan biasa.”
Di sisi lain, John Arlidge dalam paparannya untuk Wired menyatakan bahwa selepas kematian Steve Jobs, Apple seperti kehilangan sesuatu yang “wah,” yang dulu membuat Apple menjadi Apple. Di era pertama Apple, Jobs (dan Steve Wozniak) sukses melahirkan konsep baru komputer. Di dekade 1990-an, selepas dihadapkan pada kebangkrutan, Jobs me-reboot Apple dengan menciptakan ekosistem musik hits bernama iPod dan iTunes, yang kemudian disusul oleh iPhone dan iPad.
Cook, demikian menurut Arlidge, nampaknya tidak menapaki jejak Jobs. “Alih-alih menjual produk berkualitas pada banyak orang, rencana Apple saat ini adalah menjual suatu produk (baru) ke orang-orang yang sama,” ujar Manjoo.
Dalam Apple Special Event pada pertengahan Maret 2019 silam, Cook tak menyangkal “keanehan” tingkah laku perusahaannya. “Saat ini adalah saat yang berbeda,” ujar Cook. Seorang eksekutif Apple yang diwawancarai Arlidge dalam keadaan anonim menegaskan bahwa bagi Apple “ini adalah periode yang aneh dalam sejarah perusahaan”.
Di tangah Cook, Apple memasuki bisnis-bisnis baru. Merilis Apple Card, kartu kredit hasil kerjasama dengan Goldman Sachs; layanan “news you can trust” bernama Apple News; arena bermain game Apple Arcade; dan saluran drama Apple TV+.
“Apple kini beroperasi dalam bisnis yang luas yang belum pernah kami operasikan sebelumnya,”kata Cook.
Tak ketinggalan, produk baru dari Apple versi Tim Cook, dan yang tidak dikira bakal sukses, adalah AirPods dan Watch.
Jeremy White, pada laporannya untuk Wired, menyebut AirPods awalnya hanya sebatas aksesoris bagi Apple. AirPods menjadi semacam “permintaan maaf” Apple, karena pada versi iPhone 7 Apple menghilangkan colokan 3,5 milimeter yang sudah mendarah-daging sebagai tempat bercokolnya headphone atau headset.
Namun, meskipun AirPods adalah produk baru, asal-usulnya dapat ditarik ke tahun 2009, tatkala Apple bersama dengan Stanford University melakukan penelitian untuk membuat peta 3D telinga manusia. Awalnya, penelitian itu bertujuan menciptakan earphone (berkabel) Apple. Namun, sejak Apple memutuskan menghilangkan colokan 3,5 milimeter, hasil penelitiannya digunakan untuk menciptakan earphone (atau lebih pas disebut earbuds) tanpa kabel. Bahkan, pada AirPods versi Pro, Apple sukses menciptakan bentuk yang akurat, satu bentuk universal yang bisa diletakkan di mayoritas telinga manusia mana pun.
“Kami dan Stanford memindai ratusan telinga dengan bentuk yang berbeda untuk membuat desain yang berfungsi sebagai solusi satu ukuran di seluruh populasi,” kata Greg Joswiak, Vice President of Product Marketing Apple, sebagaimana diutarakannya pada White.
Yang mengejutkan, produk yang awalnya ditujukan sebagai aksesoris itu menuai sentimen positif dan meledak pasaran.
Sean O’Kane, dalam ulasannya soal AirPods untuk The Verge, menyatakan AirPods sebagai “masa depan dunia nirkabel” dan suara yang dihasilkan AirPods “sangat jelas”. Brian Heater, dalam sebuah tinjauan produk untuk Techcrunch, menyebut AirPods sebagai “kejutan dari Apple". Kyle Wiens dari Wired menegaskan bahwa “Apple membawa suara yang sangat nyaman” pada AirPods.
“Kenyataan ini bagai kebakaran hutan, menyebar begitu cepat,” tegas Joswiak.
Sebagaimana laporan finansial terbaru Apple, laporan kuartal II-2020, lini bisnis “Wearables, Home and Accessories” yang menaungi AirPods (dan Watch) menjadi penyelamat Apple tatkala iPhone, iPad, dan Mac anjlok. Saat ini, jualan aksesoris Apple berhasil mendulang pundi-pundi senilai $6,2 miliar, naik dari $5,1 miliar dan $3,9 miliar dibandingkan kinerja di kuartal yang sama tahun 2019 dan 2018.
Yonhap News Agency dalam salah satu laporannya menegaskan bahwa Apple saat ini menjadi penguasa bisnis true wireless earbuds atau totally wireless headsets. Bersumber dari data firma analisis bisnis Strategy Analytics yang diperoleh Yonhap, Apple sukses mengapalkan 58,7 juta AirPods pada 2019, dan karenanya Apple menguasai pangsa pasar sebesar 54,4 persen. Sementara itu, Samsung yang merilis Galaxy Buds harus puas dengan 6,9 persen pangsa pasar atas 7,4 juta unit Galaxy Buds yang mereka kapalkan.
“Tak dapat dielakkan lagi, Apple adalah penguasa pasar totally wireless headsets,” tegas Ville-Petteri Ukonaho, wakil direktur Strategy Analytics.
Bisnis bisnis true wireless earbuds diperkirakan semakin bersinar di tahun-tahun mendatang. Diperkirakan, akan terjual 1,2 miliar unit earbuds pada 2024 mendatang.
Di tangan Cook, Apple memang belum mengeluarkan produk “wah”. Namun, melalui AirPods (dan Watch) Cook sukses mempertahankan Apple untuk tetap menggondol banyak uang dari konsumennya. Mengutip rilis media yang dibagikan Apple tatkala merilis AirPods, Apple sukses “mendefinisikan-ulang bagaimana manusia mendengarkan musik” melalui AirPods.
Editor: Windu Jusuf