tirto.id - Delapan juta ton plastik dibuang ke laut setiap tahunnya. Sebanyak 60 persen dari sampah plastik itu disumbang oleh lima negara, termasuk Indonesia. Empat negara lainnya yakni Cina, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Tanpa langkah nyata, dalam 10 tahun ke depan lautan di dunia akan dipenuhi oleh sampah. Ikan-ikan tidak bisa berkembang dengan baik karena harus berbagi kehidupan dengan sampah yang dibuang masyarakat.
Fakta itu tidak diabaikan oleh pemerintah. Gerakan “Diet Kantong Plastik” diluncurkan untuk mengerem sampah plastik. Sayangnya, kebijakan itu sepertinya sulit untuk mengerem penggunaan plastik secara signifikan karena mental masyarakat yang tidak mau repot. Kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dari kesuksesan program ini.
Daftar Hitam Pencemar Laut
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah plastik terbanyak di dunia. Berdasarkan studi Ocean Conservancy dan McKinsey Center for Business and Environment, Indonesia masuk dalam daftar penyumbang sampah plastik terbesar di laut. Empat negara lainnya yang menyumbang sampah terbanyak di laut merupakan negara berkembang.
Menurut studi yang dirilis pada Oktober 2015 itu, sampah-sampah plastik yang banyak dihasilkan negara-negara berkembang merupakan dampak dari perkembangan ekonomi yang cepat. Berkurangnya angka kemiskinan, membaiknya kualitas hidup telah membawa perubahan yang sangat signifikan dalam hal penggunaan plastik dan barang-barang dari plastik. Sayangnya, peningkatan penggunaan plastik itu tidak diikuti oleh pengelolaan sampah yang ideal. Hasilnya, sampah menggunung dan mencemari lautan.
Survei memperkirakan pada 2025, konsumsi plastik di Asia akan meningkat hingga 80 persen menembus angka lebih dari 200 juta ton. Tanpa ada langkah-langkah tepat untuk mengelola sampah dengan benar, maka dalam waktu 10 tahun akan ada 1 ton plastik untuk setiap populasi tiga ton ikan di lautan.
Studi oleh asisten profesor teknik lingkungan dari University of Georgia, Jenna Jambeck pada 2015 juga mengungkapkan data yang hampir sama. Indonesia masuk dalam lima besar pembuang sampah plastik terbanyak di lautan. Hanya saja, Indonesia ditemani oleh Cina, Filipina, Vietnam dan Sri Lanka.
Diet Kantong Plastik
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penggunaan plastik terbesar di dunia. Dibutuhkan waktu setidaknya 500 tahun agar plastik bisa terurai oleh tanah. Saat ini, jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 8,9 juta ton atau sekitar 14 persen dari total sampah nasional.
Pemerintah bertekad menekan sampah plastik. Salah satu upayanya yakni dengan menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar, yang merupakan kebijakan untuk menunjang kampanye “Indonesia Bersih Sampah 2020”. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan sampah plastik berkurang hingga 1,9 ton dalam setahun melalui pelaksanaan kantong berbayar.
Direktur Pengelolaan Sampah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (Ditjen PSLB3) KLHK Sudirman mengatakan, pengurangan sampah plastik itu sejalan dengan Recana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintah terkait pengurangan sampah nasional sekitar 11 persen pada 2016.
"Salah satu upayanya ialah program pengurangan kantong plastik tersebut," katanya.
Program kantong plastik berbayar merupakan kebijakan pemerintah melalui KLHK yang mulai diberlakukan sejak 21 Februari 2016 atau bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional. Sebanyak 22 kota di Indonesia serentak memberlakukan sistem kantong plastik berbayar ini.
Berdasarkan ketentuan ini, konsumen diwajibkan membayar untuk setiap kantong plastik yang diminta ketika berbelanja. Untuk harga kantong plastik, pemerintah, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), telah menyepakati angka minimal Rp200 per unit selama uji coba program tersebut.
"Nilai yang disepakati yakni minimal Rp200 per kantong plastik, itu sudah termasuk PPN. Masih di bawah rata-rata biaya poduksi kantong plastik. Jadi, masih ada biaya yang ditanggung oleh kami. Nanti akan dievaluasi kembali setelah uji coba berjalan minimal tiga bulan," kata Roy N. Mandey, Ketua Umum Aprindo seperti dikutip dari Antara.
Hasil kesepakatan itu telah disosialisasikan melalui surat edaran KLHK kepada Kepala Daerah melalui surat nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016, tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Dalam surat tersebut telah dijelaskan bahwa BPKN, YLKI, maupun Aprindo mendukung kebijakan kantong plastik berbayar yang dicanangkan pemerintah.
Selama masa uji coba, Pemerintah, BPKN, YLKI, dan Aprindo sepakat bahwa pengusaha ritel modern tidak lagi menyediakan kantong plastik secara cuma-cuma untuk konsumen. Konsumen diimbau untuk membawa tas belanja sendiri. Namun, konsumen tetap bisa meminta kantong plastik dengan membayar sesuai dengan ketentuan, minimal Rp200 per unit.
Selain nominalnya, spesifikasi kantong plastik yang digunakan ritel modern juga telah ditentukan.
Kantong plastik yang boleh digunakan hanya yang ramah lingkungan, yakni menimbulkan dampak lingkungan paling minimal serta memenuhi standar nasional yang ditetapkan pemerintah. Ketentuan itu ternyata tidak dikeluhkan para peritel karena beberapa anggota Aprindo memang sudah menggunakan plastik jenis "oxo biodegradable" yang lebih mudah terurai.
Jika kebijakan ini berhasil diterapkan, peritel modern siap mengalokasikan dana yang diperoleh untuk tanggung jawab sosial perusahaan di bidang perbaikan dan pengelolaan lingkungan.
Merawat Lingkungan
Diet kantong plastik ini mendapatkan banyak apresiasi. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kebijakan kantong plastik berbayar itu rasional untuk menjaga dan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan yang lebih parah. Ini mengingat konsumsi bungkus plastik di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 9,8 miliar bungkus plastik per tahunnya, atau nomor dua di dunia setelah Cina.
YLKI berharap kebijakan ini dapat membawa perubahan perilaku konsumen saat berbelanja di ritel modern, misalnya membawa bungkus/wadah atau tas sendiri saat berbelanja serta tidak meminta bungkus plastik secara berlebihan.
"Di negara-negara Eropa hal semacam ini hal yang biasa dan bisa menekan konsumsi plastik hingga 70 persen," tutur Tulus, dalam pernyataan tertulisnya seperti dikutip dari Antara.
Sementara Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan besarnya manfaat ekonomi yang didapat melalui sistem kantong plastik berbayar ini hingga Rp360 miliar per tahun.
"Kegiatan beli kantong plastik ini bisa menghemat nilai ekonomi sebesar Rp1 miliar per hari. Kalau setahun sudah ada Rp360 miliar dari membeli plastik. Itu bisa dialokasikan untuk beli truk sampah, membangun pembangkit listrik berbasis sampah, serta mendirikan pabrik daur ulang," kata Ridwan saat peluncuran program kantong plastik berbayar ini.
Berdasarkan riset yang dilakukan Greeneration Indonesia sejak 2008, diet kantong plastik dan metode kantong plastik berbayar akan mampu mengurangi sampah plastik di Indonesia hingga 70 persen dalam setahun. Setiap tahun, produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau setara 14 juta pohon.
Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya dan 50 persen dari kantong plastik tersebut dipakai hanya sekali lalu langsung dibuang. Dari angka tersebut hanya lima persen yang benar-benar di daur ulang.
Berpotensi Kedodoran
Meski mendapatkan banyak apresiasi, program kantong plastik berbayar ini masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Salah satunya terkait harga kantong plastik yang sangat murah hanya Rp200. Dengan harga semurah ini, besar kemungkinan konsumen memilih membayar ketimbang harus repot membawa kantong sendiri. Sementara Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai, nominal Rp200 per plastik belum akan memberikan efek jera bagi konsumen untuk tidak menggunakan bungkus plastik.
Terkait masalah ini, pemerintah daerah memang memberikan peran yang besar. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta misalnya, menetapkan harga kantong plastik yang cukup mahal hingga Rp5.000, di seluruh tempat perbelanjaan, di pasar swalayan, minimarket ritel maupun pasar tradisional. Pemerintah daerah Makassar menerapkan harga Rp4.500 per kantong plastik dengan pertimbangan produksi sampah yang cukup tinggi mencapai 1.000 ton. Sementara Balikpapan menerapkan tarif bayar sebesar Rp1.500 per kantong plastik.
"Kami sudah memulai kantong plastik berbayar, tetapi harganya melebihi dari standar KLHK, yakni Rp1.500. Yang paling penting uang penjualan plastik ini harus kembali kepada rakyat," kata Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi.
Dengan harga kantong plastik yang mahal ini, pemda berharap masyarakat lebih terbebani dan berinisiatif untuk membawa tas belanja sendiri dari rumah.
Dari sisi produsen, YLKI menekankan perlunya pemerintah bersikap adil dan seimbang dengan memberikan disinsentif pada produsen dengan tujuan tidak berlebihan dalam mengkonsumsi plastik saat melakukan produksi.
"Produsen harus diwajibkan menarik dan mengumpulkan bekas kemasan plastik di pasaran yang jelas-jelas merusak lingkungan. Produsen juga wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai oleh lingkungan dan bisa digunakan ulang," kata Tulus.
Pekerjaan rumah lainnya yakni berkaitan dengan dana hasil penjualan kantong plastik tersebut. Dana-dana yang terkumpul itu berpotensi tidak jelas peruntukannya jika tidak ada mekanisme pengelolaan yang baik. YLKI menyarankan, dana hasil penjualan kantong plastik harus dikelola secara independen atau melalui badan khusus yang dipakai untuk kegiatan pengendalian pencemaran lingkungan.
"Badan khusus ini bisa terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Setiap tahun harus diaudit. Jadi dana tersebut tidak boleh dikelola oleh ritel. Mereka hanya bertugas pengumpul saja," ujarnya.
KLHK menargetkan uji coba kantong plastik berbayar sampai enam bulan dengan evaluasi berkala tiga bulan sekali. Jika program ini berhasil, KLHK akan mengaturnya dalam regulasi Peraturan Menteri.
Jangan Sekadar Diet Plastik
Peran Indonesia dalam mengurangi sampah plastik dunia sangat besar. Survei Ocean Conservancy dan McKinsey menunjukkan bahwa upaya bersama Indonesia, Cina, Filipina, Vietnam, dan Thailand akan mampu mengurangi sampah plastik secara signifikan. Survei itu juga menyarankan cara-cara penanggulangan sampah plastik di lima negara penyumbang sampah plastik terbesar itu.
“Koordinasi lima negara itu secara signifikan akan mengurangi sampah plastik di laut pada tahun 2025,” demikian survei dari Ocean Coservancy dan McKinsey tersebut.Dengan jumlah sampah plastik yang cukup besar, program “diet” ini rasanya tidak akan cukup untuk mengendalikannya. Pemerintah harus menyusun program yang lebih komprehensif untuk mengatasi sampah-sampah plastik di Indonesia.
Dengan jumlah sampah plastik yang cukup besar, program “diet” ini rasanya tidak akan cukup untuk mengendalikannya. Pemerintah harus menyusun program yang lebih komprehensif untuk mengatasi sampah-sampah plastik di Indonesia.