Menuju konten utama

Romi Herton dan Deretan Tahanan Kasus Korupsi yang Meninggal

Para tahanan meninggal karena menderita sakit.

Romi Herton dan Deretan Tahanan Kasus Korupsi yang Meninggal
Sejumlah petugas lapas melakukan penjagaan saat persiapan pemindahan salah seorang narapidana korupsi yang diduga mantan Walikota Palembang Romi Herton di Lapas Klas I A Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (9/2). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/ama/17

tirto.id - Mantan Walikota Palembang Romi Herton meninggal dunia, Senin (28/9) di Rumah Sakit Hermina Serpong, Tangerang Selatan dalam usia 52 tahun. Romi meninggal sekitar pukul 02.45 WIB dalam status sebagai tahanan kasus korupsi.

Melansir Antara, Romi dan istrinya Masyito divonis bersalah dalam kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan Akil Muchtar selaku Ketua MK. Romi dan Masyito disebut bersama-sama memberikan uang Rp14,145 miliar dan 316.700 dolar AS (sekitar total Rp 17,9 miliar) kepada Akil melalui Muhtar Ependy yang menjadi "tangan kanan" Akil untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Palembang yang sedang ditangani Akil.

Pengadilan Tinggi Jakarta yang diketuai hakim Elang Prakoso Wibowo memperberat hukuman Romi dan Masyito pada 18 Juni 2015. Romi divonis tujuh tahun kurungan penjara sedangkan Masyito dijatuhi kurangan penjara lima tahun. Keduanya dikenai denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Hakim juga memutuskan untuk mencabut hak memilih dan dipilih bagi Romi selama lima tahun.

Tapi Romi bukan satu-satunya orang yang meninggal dalam status sebagai tahanan kasus korupsi. Sebelumnya masih ada nama lain yang juga bernasib sama. Berikut daftarnya:

Sutan Bhatoegana

Hujan dan angin kencang mewarnai pemakaman politikus Partai Demokrat Sutan Bhatoegana di Pemakaman Giri Tama, Tonjong Kabupaten, Bogor, Sabtu (19/11/2016). Sutan meninggal di Rumah Sakit Bogor Medical Center (BMC) Kota Bogor dalam status tahanan Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat karena sakit sirosis hepatitis.

Antara melaporkan Sutan ditahan karena menerima suap secara tak langsung senilai 140 ribu dolar AS dan gratifikasi berupa 200 ribu dolar AS, 1 unit mobil Toyota Alphard dan 1 unit tanah dan rumah seluas 1.194 meter persegi di Kota Medan. Uang itu diberikan kepada Sutan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi VII DPR terkait pembahasan Anggaran dan Belanja Negara (APBN Perubahan tahun 2013 untuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Putusan tingkat pertama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 19 Agustus 2015 memvonis Sutan selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, namun putusan kasasi Mahkamah Agung pada April 2016 memperberat hukuman Sutan menjadi 12 tahun penjara. Majelis kasasi juga mengabulkan tuntutan jaksa untuk merampas tanah seluas 1.194,38 meter persegi di Medan, Sumatera Utara, dan 1 mobil Toyota Alphard. Sutan pun sejak Mei 2016 diekskusi ke lapas Sukamiskin Bandung.

Sutan pertama kali mengeluh sakit saat berada di LP Sukamiskin, ia lalu dilarikan ke RS Hermina, Arcamanik, Bandung. Sutan kemudian dipindahkan ke RS Medistra, Jakarta dan setelah sekitar tiga pekan dirawat, Sutan dipindahkan ke RS BMC Bogor hingga akhirnya meninggal sekitar pukul 08.00 WIB.

Baca juga:

Pansus Hak Angket KPK Minta Polisi Visum Jenazah Romi Herton

Jejak Romi Herton Sebelum Menjadi Pesakitan KPK

Romi Herton Meninggal Dunia Akibat Serangan Jantung

Hengky Wijaya

Saat kabar kematiannya diumumkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (03/02/2016) Hengky Widjaja berstatus sebagai tahanan. Mantan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar ini meninggal sekitar pukul 21.00 WIB di RS Siloam Semanggi. “Dia sudah dirawat di rumah sakit sejak 27 Januari 2016," kata pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta seperti diberitakan Antara.

Hengky ialah terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012. Ia masih menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Dalam perkara ini, Hengky dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajudin diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 45,84 miliar. Hengky sendiri diduga memperkaya diri sendiri senilai Rp 40,33 miliar dari selisih penerimaan pembayaran dengan pengeluaran riil PT Traya Tirta Makassar.

Keduanya didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Selama menjalani masa penahanan sejak 15 Juli 2015, Hengky sempat ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya dan selanjutnya di rutan Cipinang Jakarta. Hengky diketahui sempat jatuh di rutan karena lelah mengikuti jalannya sidang. “Beliau kecapaian sidang dan memang ada komplikasi, paru-paru jantung dan ginjal,” kata Arfa Sedangkan pengacara Hengky, Arfa Gunawan mengatakan kliennya memang mengidap sejumlah penyakit.

Raba Nur

Terdakwa kasus dugaan korupsi pembebasan lahan perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Raba Nur dinyatakan meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Gunung Sari Makassar, Sulawesi Selatan. Ia diperkirakan menghembuskan nafas terakhir pada Senin (22/05/2017) pukul 01.30 WITA dini hari. "Raba meninggal karena menderita sakit diabetes setelah didiagnosa tim dokter," kata Dokter Klinik Lapas Gunung Sari, Dr Vonni di kepada wartawan di Lapas setempat, seperti diberitakan Antara.

Raba ditahan karena kasus dugaan korupsi pembebasan lahan bandara yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Kejaksaan telah menetapkan sembilan tersangka baik itu pejabat BPN Maros, Camat maupun Kepala Desa dan Sekretarisnya termasuk almarhum dengan kerugian negara Rp 317 miliar.

Sunarto Widodo

Tim penyidik Kejaksaan Negeri Sampang menangkap Sunarto Widodo pada 19 Oktober 2016. Ia ditangkap terkait kasus dugaan korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2013 kepada 1.900 warga penerima bantuan. Sunarto disebut memotong besaran bantuan dari seharusnya Rp 7 juta per penerima menjadi hanya mendapatkan bahan material bangunan senilai antara Rp 3 juta hingga Rp 4 juta.

Ia meninggal di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Sampang, Jawa Timur. “Tersangka menderita sesak nafas dan selama menjalani penahanan yang bersangkutan telah dua kali menjalani perawatan intensif akibat penyakit yang dideritanya,” kata Kepala Pengamanan Rutan Kelas IIB Sampang Abdus Subir seperti diberitakan Antara.

Rahman Abu

Terpidana kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Rahman Abu ditemukan meninggal dunia di sel tahanan blok I/1 nomor 5 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sari Klas I Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (08/11/2015). Menurut Kepala Pembinaaan Lapas Klas I Gunung Sari AH Zunaidi, mantan pegawai BP3KP di Dinas Pertanian, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan ini ditemukan terbujur kaku di kamarnya setelah beberapa napi mencoba membangunkan namun tidak direspons.

"Kata rekannya tadi malam almarhum masih sempat bercengkerama dengan teman satu selnya terdiri enam orang, dan sempat bercanda riang, belum diketahui apa penyebab sampai dia meninggal," tutur Zunaidi seperti diberitakan Antara.

Rahman Abu (53) merupakan terpidana kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dana bansos dan divonis dua tahun penjara denda Rp50 juta subsider satu bulan dan membayar uang pengganti Rp695 juta subsider satu tahun penjara. Ia diketahui memiliki riwayat menderita penyakit jantung dan sudah menjalani hukuman satu tahun penjara di blok I kamar 5 Lapas Klas I Makassar dengan nomor registrasi BI/161/2015 sejak 30 Oktober 2015.

Baca juga artikel terkait TAHANAN KPK atau tulisan lainnya dari Muhammad Akbar Wijaya

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Akbar Wijaya
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti