tirto.id - Kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab disambut ribuan pendukungnya hingga membuat bandara Soekarno Hatta lumpuh, Senin (9/11/2020) pagi. Tak cuma pengikutnya, kedatangan Rizieq juga disambut sejumlah tokoh politik.
Sehari setelah kedatangannya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung bertandang ke rumah Rizieq di Petamburan, Jakarta Pusat.
Keesokan harinya, politikus senior cum pendiri Partai Ummat, Amien Rais yang menjejakkan kaki di Petamburan. Saat itu, datang pula deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Marwan Batubara.
Petangnya, giliran Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Akhmad Syaikhu yang mengunjungi Rizieq. Dia didamping sejumlah petinggi PKS, di antaranya Aboe Bakar Alhabsyi, Salim Segaf Al Jufri, dan Ahmad Heryawan.
Upaya menggaet Rizieq untuk masuk gelanggang politik langsung mengemuka. Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PII) dari Partai Masyumi, KH Ahmad Cholil Ridwan bahkan terang-terangan mengharapkan keanggotaan alumnus King Saud University tersebut. Ia juga mengajak ustad Abdul Somad untuk menjadi anggota majelis syuro Partai Masyumi.
"Kemudian 212 bergabung dengan Masyumi, Habib Rizieq mendukung partai Masyumi ini, Insyaallah tidak akan ada satu kekuatan parpol yang bisa mengalahkan partai Masyumi di masa yang akan datang. Partai komunis gaya baru akan pingsan kalau mendengar partai Masyumi bergabung dengan Partai Ummat, didukung PA212, FPI," kata Cholil dalam Tasyakuran Milad Ke-75 Masyumi, Sabtu (7/11/2020).
Sementara itu, politikus Partai Ummat, Agung Mozin membantah kunjungan Amien Rais untuk mengajak Rizieq bergabung ke partainya. Ia mengklaim kunjungan itu hanya silaturahim biasa.
Agung mengatakan, Revolusi Akhlak yang dikumandangkan oleh Rizieq sejalan dengan semangat Partai Ummat. Kendati begitu, ia mengatakan tidak ada niatan menarik Rizieq bergabung ke Partai Ummat. Ia tidak ingin ada anggapan bahwa kepulangan Rizieq dikarenakan kepentingan politik jangka pendek.
Agung ingin Rizieq tetap berjalan sebagai "pengawal moral" sementara Partai Ummat memperjuangkannya di ranah politik praktis.
"Perjuangan politik itu kan ada banyak ada di parlemen dan ada di luar parlemen. Kalau kita memperjuangkan agenda melawan kezaliman menegakkan keadilan melalui perjuangan politik maka ada juga orang yang melakukan itu di luar parlemen," kata Agung kepada Tirto pada Jumat (13/11/2020).
Simpatisan sekaligus kuasa hukum Rizieq Shihab, Damai Hari Lubis mengisyaratkan keengganan Rizieq bergabung partai politik. Ia mengatakan, Rizieq melarang anggota Persaudaraan Alumni 212 bergabung atau membuat partai.
Kerugian Bagi Rizieq
Pengamat Politik Hendri Satrio memahami maksud ajakan partai-partai baru itu kepada Rizieq. Dua partai itu dinilai masih belum memiliki banyak massa. Kehadiran Rizieq dalam partai akan otomatis menarik dukungan kepada partai baru tersebut.
Namun, bagi Rizieq, langkah itu tak ada manfaatnya. Hendri menilai, apabila Rizieq bergabung ke partai, dia tidak akan dianggap sebagai tokoh agama, melainkan hanya mewakili partai.
"Dia bukan lagi milik umat, tapi milik parpol," kata Hendri kepada Tirto pada Jumat (13/11/2020).
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai memberi pandangan serupa. Kebesaran nama Rizieq di mata simpatisannya akan meluruh jika bergabung dengan partai, sementara partai barunya hanya mendapat dukungan dari segelintir pendukung Rizieq.
"Jika sudah dianggap partisan, maka para pendukungnya yang tersebar di berbagai partai tidak akan simpatik lagi," kata Ujang kepada Tirto, Jumat (13/11/2020).
Ujang mengatakan agenda revolusi akhlak yang Rizieq kumandangkan jadi lebih sulit dengan bergabung partai politik. Pertama, secara karakteristik, revolusi akhlak sebaiknya dijalankan dari luar partai. Alasan kedua, partai itu masih baru sementara jalan untuk menjadi partai mapan masih sangat panjang.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur bahwa untuk mendapat status badan hukum, partai politik harus memiliki kepengurusan di setiap provinsi. Partai juga harus memiliki kepengurusan level kabupaten/kota minimal 75 persen di masing-masing provinsi, dan memiliki kepengurusan level kecamatan minimal 50 persen di masing-masing kabupaten/kota.
Kantor di level pusat, provinsi, dan kabupaten/kota pun harus bersifat tetap sampai tahapan pemilu berakhir.
Pada tahap selanjutnya, untuk dapat melenggang ke Senayan, sebuah partai harus meraih minimal 4 persen suara nasional. Pada Pemilu 2019 lalu, tak ada satupun partai baru yang mampu memenuhi syarat ini, justru Partai Hanura yang memiliki 5 anggota di periode 2014-2019 harus mencelat keluar parlemen.
Penulis: Mohammad Bernie & Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan