tirto.id - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memulihkan kondisi psikis anak-anak yang menjadi korban teror bom sepekan lalu. Ia mengatakan pihaknya menggandeng para guru, psikolog, dan psikiater untuk bersama-sama menghilangkan rasa takut dan trauma anak-anak Surabaya.
"Kami membuat tim yang terdiri atas para psikolog dan psikiater untuk bersama-sama menyembuhkan kondisi psikis dari anak-anak [korban] ini," kata Tri Rismaharini, di Surabaya, Selasa (22/5/2018).
Risma menuturkan, berbagai upaya telah ditempuh guna mengembalikan kondisi psikis dan kejiwaan dari anak-anak. Bahkan pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan para psikolog dan psikiater untuk membahas persoalan ini di ruang kerja wali kota pada Senin (21/5/2018).
Risma berharap agar ke depan tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban. Ia terus melakukan berbagai perawatan khusus untuk mengembalikan kondisi anak-anak agar kembali normal seperti biasanya.
"Terkait untuk treatment psikolog, kami sudah serahkan kepada ahlinya. Jika semua sudah selesai baru nanti saya akan masuk untuk memberikan semangat dan motivasi kepada anak-anak ini," ujar wali kota perempuan pertama di Surabaya ini.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Antiek Sugiharti menyampaikan pendampingan yang dilakukan kepada anak-anak ini, baik melalui individu maupun kelompok seperti di sekolah-sekolah.
Pendampingan dilakukan tidak hanya bagi para korban, namun juga pada para teman korban-pelaku. Ia sengaja menggandeng para psikolog klinis, Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia (APSI), dan Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) untuk bersama-sama dengan Pemkot Surabaya mengembalikan kondisi psikis anak-anak Surabaya.
"Saat ini kita lebih fokus dulu melakukan pendampingan kepada sekolah dari pelaku-korban dan sekolah dari para korban," kata dia.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya bersama para psikolog, juga berencana akan mengunjungi semua sekolah di Surabaya. Hal ini dilakukan demi memberikan pemahaman kepada anak-anak Surabaya agar tidak lagi merasa takut dan khawatir.
"Saat ini sudah ada delapan sekolah SD, SMP, dan SMA sederajat yang sudah kita kunjungi, dan ini akan berlanjut untuk semua sekolah di Surabaya," ujarnya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari